Mohon tunggu...
yavis nuruzzaman
yavis nuruzzaman Mohon Tunggu... Freelancer - fotografer, pemusik, penulis lepas, pemerhati media sosial, penyuka sepak bola,

fotografer, pemusik, penulis lepas, pemerhati media sosial, penyuka sepak bola,

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Memahami Komunikasi Melalui Analisis Wacana Laclau

6 April 2022   12:51 Diperbarui: 6 April 2022   12:54 909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media dan informasi merupakan sebuah pesan penuh dengan wacana baik yang terlihat maupun tersembunyi | rawpixel.com/freepik.com

Era digital seperti saat ini, dengan akses informasi mudah penyedia data melimpah, validasi informasi menjadi salah satu hal penting untuk menjadi pertimbangan. Dengan beragamnya latar belakang serta tujuan penyebaran informasi tentunya sebuah data bisa berubah sudut pandang apabila dikemas dengan cara yang berbeda. Sebuah pesan akan diikuti oleh wacana untuk memberikan nilai tambah pada pesan yang disampaikan.

Sebagai netizen yang mengakses jutaan informasi melalui genggaman tangan, tentunya memahami seperti apa pesan disampaikan serta wacana yang dimunculkan menjadi sebuah keharusan. Agar tidak mudah terbawa oleh informasi yang sengaja digiring untuk kepentingan pribadi maupun kelompok tertentu yang merugikan pihak lain.

Pemahaman mengenai wacana dapat dimulai dengan mengenai istilah wacana. Istilah wacana berasal dari bahasa sansekerta wac yang memiliki arti berkata dan mengalami perubahan menjadi wacana. Penambahan kata ana adalah bentuk akhiran yang memiliki makna pembeda. Dalam kamus bahasa Jawa kuno karangan Wojowasito, kata wacana berarti perkataan.

Para ahli bahasa mengemukakan alih bahasa wacana dari kata bahasa inggris, yaitu discourse. Kata discourse sendiri mengambil istilah latin discursus yang berarti 'lari ke sana kemari' dan 'lari bolak-  balik'.  Discourse  dalam  bahasa  Inggris  diartikan  sebagai  "komunikasi  kata-kata",  "ekspresi  gagasan-gagasan", "percakapan", dan "risalah tulis berupa naskah pidato, ceramah dan sebagainya" 

Wacana secara sederhana, adalah bagaimana sebuah objek atau gagasan dibicarakan secara terbuka kepada masyarakat sehingga menyebarkan pemahaman tertentu secara luas. Wacana juga bisa diartikan sebagai perkataan ketika komunikator menyampaikan sesuatu tentang sesuatu kepada komunikan.

Alex Sobur dalam bukunya menerangkan bahwa wacana memiliki beberapa pengertian

  • Komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan; konversi atau percakapan.
  • Komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu objek studi atau pokok telaah.
  • Risalat tulis; disertasi formal; kuliah; ceramah; atau khotbah.

Dalam proses wacana, bahasa memiliki peran penting sebagai mediator. Wacana mencakup empat tujuan penggunaan bahasa, yaitu ekspresi diri sendiri, eksposisi, sastra, dan persuasi. Berdasarkan berbagai pendapat di atas, Alex Sobur dalam bukunya merangkum pengertian wacana sebagai rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan subjek yang disajikan secara teratur, sistematis dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa.

Mills, dengan mengacu pada pendapat Focault membedakan pengertian wacana menjadi tiga macam, yaitu

  • Wacana dilihat dari level konseptual teoritis diartikan sebagai domain umum dari semua pernyataan yaotu semua ujaran atau teks yang mempunyai makna dan mempunyai efek dalam dunia nyata.
  • Wacana dilihat dari konteks penggunaan wacana diartikan sebagai sekumpulan penyartaan yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori konseptual tertentu.
  • Wacana apabila dilihat dari metode penjelasan merupakan suatu praktik yang diatur untuk menjelaskan sejumlah pernyataan

Analisis wacana adalah suatu metode untuk mengkaji wacana yang terkandung dalam pesan komunikasi secara tekstual maupun konstekstual. Analisis wacana menganalisis bahasa yang digunakan masyarakat secara alamiah baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Kajian wacana dapat dipergunakan untuk kepentingan secara luas. Dalam kajian linguistik misalnya, wacana digunakan untuk menyebut unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Wacana merupakan satuan kebahasaan terlengkap, yang dalam hierarki kebahasaan merupakan satuan gramatikal tertinggi dan  terbesar yang dapat direalisasikan atau diwujudkan dalam bentuk kata, kalimat, paragraf atau suatu karangan  utuh.

Menurut Pawito, analisis wacana adalah suatu cara atau metode untuk mengkaji wacana yang terdapat atau terkandung di dalam pesan-pesan komunikasi baik scara tekstual maupun kontekstual. Analisis wacana berkenaan dengan isi pesan komunikasi, yang sebagian diantaranya berupa teks, seperti naskah pidato, transkrip sidang, transkrip wawancara, atau perdebatan di forum sidang parlemen, artikel yang termuat di surat kabar, buku-buku bahkan iklan kampanye pemilihan umum. [10]

kaboompics/freepik.com
kaboompics/freepik.com

Analisis wacana memungkinkan kita melihat bagaiman pesan-pesan diorganisasikan, digunakan dan dipahami. Selain itu, analisis wacana juga dapat memungkinkan kita melacak variasi cara yang digunakan oleh komunikator dalam rangka mencapai tujuan atau maksud-maksud tertentu melalui pesan-pesan berisi wacana-wacana tertentu yang disampaikan. Hal ini mencakup berbagai hal termasuk misalnya bagaimana proses-proses simbolik digunakan khususnya terkait dengan kekuasaan, ideologi, dan lambang-lambang bahasa serta apa fungsinya.

Model analisis wacana banyak dikembangkan oleh beberapa tokoh seperti Roger Fowler dkk, Theo Van Leeuwen, Sara Mills, Norman Fairclough, dan Teun A Van Dijk serta Analisis Wacana Kritis Laclau dan Mouffe. Analisis wacana mempunyai banyak kegunaan, beberapa diantaranya merupakan:

  • Penelitian kritis bertujuan untuk menghilangkan keyakinan dan gagasan palsu tentang masyarakat dan mengkritik sistem kekuasaan yang tidak seimbang dan struktur yang mendominasi dan menindas orang.
  • Penelitian kritis yaitu untuk mengkritik dan transformasi hubungan sosial yang timpang.
  • Mengubah dunia yang timpang yang banyak didominasi oleh kekuasaan. Analisis wacana yang menggunakan pandangan kritis memperlihatkan keterpaduan: (a) analisis teks; (b) analisis proses, produksi, konsumsi, dan distribusi teks; serta (c) analisis sosiokultural yang berkembang disekitar wacana itu.

Mari kita bahas salah satu teori yang cukup terkemuka yaitu milik Laclau dan Mouffe. Dalam teori wacana Laclau dan Mouffe (1985), terdapat tiga unsur yang menggambarkan bagaimana suatu wacana hubungannya dengan lingkungan komunikasi, diantaranya titik nodal (Nodal points), medan kewacanaan (Field of discursivity), dan pengakhiran (Closure).

  • Titik Nodal
  • Suatu wacana dibentuk oleh penetapan parsial makna di sekitar titik nodal. Titik nodal atau Nodal point merupakan sebuah tanda khusus yang dapat mengatur tanda lain di sekitarnya. Munculnya makna dari tanda-tanda yang ada di sekitarnya ini diperoleh dari adanya keterkaitan dengan titik nodal tersebut. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa titik nodal ini merupakan pusat terbentuknya suatu lingkungan komunikasi atau seperti seorang komunikator yang memberikan informasi kepada komunikan yang ada di sekitarnya. Dalam teori wacana kaitannya dengan titik nodal ini, kita dapat mengibaratkan titik nodal ini misalnya dengan "tubuh", dimana sebagai titik nodal dapat menghubungkan banyak makna yang lainnya.
  • Medan Kewacanaan
  • Titik Nodal merupakan tempat berkumpulnya tanda-tanda yang maknanya sudah dipilih sebagian sehingga dapat berhubungan dengan tanda lainnya. Dalam teori wacana Laclau dan Mouffe, wacana merupakan usaha untuk menghentikan tergelincirnya hubungan antara satu tanda dengan tanda yang lainnya sehingga dapat menciptakan sistem makna yang padu. Kemungkinan munculnya makna dalam sebuah tanda yang ditiadakan oleh wacana ini menurut Laclau dan Mouffe disebut dengan medan kewacanaan (the field of discursivity) (1985: 111).
  • Medan kewacanaan sendiri merupakan cadangan bagi "surplus makna" yang dihasilkan oleh praktek artikulatoris. Surplus makna ini merupakan makna-makna yang dimiliki oleh setiap tanda dalam wacana-wacana lain namun ditiadakan oleh wacana khusus untuk menciptakan kesatuan makna. Field of discursivity bisa diterjemahkan dengan pemangkasan makna-makna lain yang dianggap tidak sesuai atau tidak memenuhi syarat. Dalam hal ini subjek yang berhak memangkas bisa berupa individu maupun golongan, tergantung di ruang lingkup mana kata ini digunakan.
  • Pengakhiran
  • Teori wacana Laclau dan Mouffe menjelaskan bahwa terdapat konsep pengakhiran, yaitu hentian sementara pada fluktuasi-fluktuasi yang terdapat pada makna tanda-tanda. Namun, pengakhiran itu sendiri tidak pernah pasti. Berdasarkan hal tersebut, wacana tidak pernah bisa sepenuhnya tetap sehingga tidak bisa dirusak atau diubah oleh multisiplas makna yang ada pada medan kewacanaan. Maka dapat disimpulkan bahwa wacana seputar bule hunter bahwa pernikahan dengan bule hunter memperoleh beberapa keuntungan seperti mendapatkan pasangan yang lebih open minded atau untuk memperbaiki keturunan sudah final.
  • Namun Laclau dan Mouffe memberikan catatan bahwa sebenarnya konsep closure tidak akan pernah fixes meaning, tidak akan pernah menjelaskan sesuatu yang final- artinya alam konteks masyarakat yang multikultural tentunya masing-masing individu maupun kelompok memiliki pilihan makna tertentu terhadap sebuah wacana.

Pemahaman mengenai wacana tentunya bermanfaat bagi analis media maupun mahasiswa yang sedang melakukan penelitian mengenai media. Tapi bagi masyarakat umum, pemahaman mengenai wacana dapat mempermudah untuk memahami big picture serta tidak mudah terprovokasi dari potongan pesan yang tidak utuh.

Daftar Pustaka

A. Badara, Analisis Wacana : Teori, Metode, Dan Penerapannya Pada Wacana Media, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.

A. Sobur, Analisis Teks Media, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.

B. F, Wacana, Kupang: Undana Press, 2010.

D. Kristina, Analisis Wacana Kritis: Pengantar Praktis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2020.

Eriyanto, Analisis Wacana. Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKiS, 2008.

H. Kridalaksana, Keutuhan Wacana. Dalam Bahasa dan Sastra Indonesia, Tahun IV, No. I., Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa., 1984.

Mulyana, Kajian Wacana: Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005.

O. D, Pelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana. Dalam PELBA 6, Yogyakarta: Kanisius, 1993.

Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, Yogyakarta: LKiS, 2007.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun