"Bukannya selama ini Windri tinggal di sini, Mbak?"
Rike tampak tersenyum miris, "Hanya setelah Mas Bagus memutuskan menetap di sini. Dulu dia berdomisili di Jakarta. Dia sering diundang untuk menari di acara-acara kenegaraan."
Rike menatap Utari sayu, seakan ada banyak hal yang ingin dia ungkapkan. "Di sana dia sering melihat Mas Bagus, dan dia mulai menyimpan perasaan itu, bukan?"
"Ri, maafkan aku."
"Untuk apa, Mbak? Mas Bagus saja yang bodoh karena mau diperdaya oleh wanita ular seperti Windri!"
"Dia sangat pintar memanipulasi."
"Aku tahu, Mbak. Dari awal melihatnya, perasaanku juga sudah tidak enak. Aku adalah istri Mas Bagus, tapi dia seperti ingin menunjukkan jika hubungannya dengan suamiku lebih spesial."
"Bahkan Mas Baruna sudah terjerat begitu dalam. Kamu harus tahu, jika kami hanya suami istri di atas kertas. Dia---dia tidak pernah mau menyentuhku, Ri."
"Maksud---maksud Mbak Rike?" tanya Utari tidak percaya. Dia menatap wajah Rike yang tertutup mendung, namun anggukan itu semakin mengiris hatinya.
Utari kemudian mengalihkan tatapannya. Di sana, dua orang pria itu sedang tertawa riang. Seperti tidak ada beban berat yang mereka pikul. Mereka tidak tahu, jika istri-istri mereka tengah terluka. Semua karena satu wanita.
Windri menjerat dua pria itu, untuk keuntungannya sendiri. Wajah cantik dan pesonanya, sudah menipu semua orang. Utari tidak mau kebahagiaannya hancur. Diapun tidak mau melihat rumah tangga Rike hancur.