Utari diam menyimak. Dia tidak ingin menyela, apapun yang akan diceritakan oleh Rike, "Dia menggoda Mas Baruna, dan menjebaknya hingga Windri mengandung."
"Waktu itu, Mas Baruna memintaku melepaskannya demi anak di dalam kandungan Windri. Tapi aku menolak, dan aku melakukan tindakan bodoh itu."
"Apa yang Mbak, lakukan?"
"Aku menemui Windri, dan berlutut kepadanya agar melepaskan Mas Baruna. Kamu tahu apa yang dia katakan kepadaku?"
"Apa?"
"Dia mengatakan, jika dia tidak menginginkan Mas Baruna menjadi suaminya. Anak itu bukan untuk mengikat Mas Baruna, namun untuk mengikat pria lain. Dia bilang jika Mas Baruna bukan pria yang dia inginkan, namun dia akan mempertahankan bayi itu."
Dada Utari kini mulai berdesir tidak enak. Nalurinya sebagai seorang istri mengatakan banyak hal. Jadi, cerita versi mana yang harus dipercayai?
"Jadi, sejak awal Mas Baruna dan Mbak Rike sudah tahu, jika wanita itu sedang mengandung?"
"Iya, kami sudah tahu. Dia tidak ingin terikat dengan Mas Baruna. Dia hanya memintaku untuk menjauh dari kota ini, dengan membawa Mas Baruna. Bagaimanapun caranya."
Keringat dingin kini mulai membasahi punggung Utari. Jadi, dugaannya selama ini memang tidak keliru.
"Dan Mbak Rike mengiyakan begitu saja?"