"Apa Mbak Rike juga kenal dengan Mbak Windri?" tanya Utari akhirnya. Dia mengambil kesimpulan, jika Rike mungkin tahu mengenai hubungan Bagus dan wanita itu di masa lalu.
Rike terbatuk dengan keras. Sepertinya dia tersedak minuman yang tadi hendak ditelan. Utari cepat-cepat mengangsurkan segelas air putih, dan berusaha menepuk-nepuk punggung wanita itu.
"Kalau minum hati-hati, Nduk!" tegur Wulan yang menatap penuh peringatan kepada Rike. Entah mengapa, sekilas Utari dapat melihat sorot kebencian mendalam di mata wanita itu.
"Iya, Bu." Rike menyahut begitu batuknya sudah mereda. Dia mengelap mulut dengan tisu, kemudian menarik napas panjang.
"Mbak Rike tidak apa-apa?" tanya Utari dengan nada khawatir.
"Tidak. Tadi hanya tersedak biasa. Aku rasa, es cendol ini terlalu manis untukku."
"Apa mau aku pesankan yang lain?"
Rike tampak menggeleng. "Tidak, sepertinya aku sudah kenyang."
Utari tidak mau memaksa. Bahkan diapun tidak mau mendesak Rike, untuk menceritakan mengenai Windri. Meski hatinya yakin, Rike mengetahui banyak hal mengenai masa lalu suaminya.
"Kamu juga mengenal---wanita itu?" tanya Rike akhirnya. Dia seperti enggan menyebutkan nama Windri.
"Mbak Windri?"