Lagipula dia tidak sedang terikat dengan siapapun. Choky sudah memiliki kekasih, dan hubungan mereka mungkin juga akan berakhir di pelaminan. Bagus Pandhita juga bukan pilihan buruk. Pria itu masih tampan, meski sudah berusia akhir tiga puluhan.
"Tuhaan, apa yang harus aku lakukan?" gumam Utari sambil menatap langit-langit kamarnya. Dia meraih ponsel di atas nakas, ketika benda itu berbunyi nyaring tanda ada panggilan masuk. Dahinya berkerut ketika menemukan nomor asing yang menunggu untuk diterima.
"Assalamu'alaikum." sapa Utari ketika akhirnya memutuskan mengangkat panggilan itu.
"Wa'alaikumussalam. Sudah sampai di rumah dengan selamat bukan?" tanya sebuah suara berat seorang pria di seberang sana. Suara yang seperti tidak asing di telinga Utari.
"Alhamdulillah. Maaf, tapi ini siapa, ya?"
"Kamu memang lupa, atau sekedar pura-pura lupa?"
"Maaf?"
Pria itu terdengar tertawa renyah, tawa yang langsung membuat jantung Utari berpacu lebih kencang. Dia menjauhkan ponselnya sejenak dan mengamati nomor yang tertera di sana. Tangannya mulai gemetar begitu menyadari sesuatu. Pria itu pasti menggunakan nomor pribadi untuk menghubunginya, nomor yang bahkan sang sekretaris saja tidak mengetahuinya.
"Mau sampai kapan cincin itu akan kamu simpan?"
"Pak---Pak Bagus?"
Bersambung....