Mohon tunggu...
Maya Batari
Maya Batari Mohon Tunggu... Guru - Single Cool

mencintai diri sendiri dimulai dari dalam hati yang selalu berpikir positif dan bahagia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rahasia Cinta Sang Pewaris #Bab 3

1 April 2021   22:16 Diperbarui: 1 April 2021   22:28 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suara kodok bercengkrama menyambut kedatangannya, berpadu dengan suara jangkrik dan hewan malam lain. Suasana di sana tampak remang-remang, karena hanya disinari lampu damar. Utari memeluk tubuhnya sebentar, yang terasa mulai menggigil.

Gadis itu berdiri sambil bertopang dagu. Sementara kegelapan menyelimuti sungai kecil dan pepohonan di seberang sana. Anehnya, dia tidak merasa takut sedikitpun. Dia menyukai suara gemericik air di bawah, dan aroma harum bunga-bunga yang terbawa embusan angin.

Tidak ada yang benar-benar menyukainya. Utari kini baru menyadari kenyataan itu. Sebagai honorer baru, dia termasuk populer di kantor. Ada saja alasan para pegawai senior, terutama yang masih lajang untuk membantu menyelesaikan pekerjaan mereka. Utari juga sering lembur hingga pulang sore, hal itu sudah lumrah sekarang.

Mereka sangat baik hati. Sangat sering dirinya ditraktir makanan enak jika pekerjaan telah selesai. Bahkan sangat sering dia menyadari, jika pulsa ponselnya selalu diisi oleh entah siapa. Hal itu juga yang menimbulkan ketidaksukaan di kalangan para pegawai wanita.

Meski Utari selalu berusaha menjaga jarak dan bersikap wajar kepada siapapun. Nyatanya perhatian yang terlanjur tertumpah kepadanya, sudah kepalang basah diketahui semua orang. Di satu sisi dia merasa nyaman, namun di sisi lain seperti ada pihak yang mengintai dirinya lengah.

Di hutan tadi, dia tidak di posisi paling buncit. Ada serombongan pegawai senior wanita di belakangnya. Utari sangat yakin, dia sudah berpesan kepada Puspa Ayu agar tidak ditinggal. Sekretaris Bupati yang merupakan salah satu penanggung jawab acara itu, jelas-jelas mengiyakan permintaannya.

Nyatanya dia ditinggal begitu saja. Bahkan petunjuk arah yang seharusnya dapat ditemukan, tidak ada di manapun. Utari masih ingat, betapa putus asa dan cemas mendera tubuh lelahnya.

Ini kali pertama dia mengikuti acara seperti itu. Ini juga kali pertama, Utari menginjakkan kaki di hutan Alas Roban. Tubuhnya gemetar ketakutan, manakala tidak juga menemukan jalan setapak. Bayangan binatang buas yang tengah mengintai, merongrongnya. Dia pernah mengikuti perkemahan ketika masih SMA, tapi mereka menggunakan jalur yang biasa dilalui orang umum. Kendaraan yang mengangkut kala itu, dapat langsung parkir di depan

Utari sudah hampir putus asa, ketika pada akhirnya langkah kaki menuntunnya keluar dari hutan lebat itu. Sungguh pemandangan ajaib, ketika dia menemukan sosok sang Bupati di sana. Seperti halusinasi saja. Namun, sekarang dia berdiri di sini.

"Udara malam tidak baik untuk kesehatan. Kenapa masih berdiri di sini? Jika kamu sakit, maka kamu akan semakin menyusahkanku." Utari tidak sempat menolak ketika Bagus Pandhita menyampirkan jaket kulit di pundaknya. Karena terlalu asyik melamun, gadis itu sampai tidak tahu kedatangan pria itu.

"T---terima kasih, Pak."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun