Mohon tunggu...
Maya Batari
Maya Batari Mohon Tunggu... Guru - Single Cool

mencintai diri sendiri dimulai dari dalam hati yang selalu berpikir positif dan bahagia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rahasia Cinta Sang Pewaris #Bab 3

1 April 2021   22:16 Diperbarui: 1 April 2021   22:28 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagus sejenak tampak terpesona melihat penampilan segar Utari. Gadis itu muncul tepat ketika dia baru selesai mengisi dua gelas dengan air putih. Setelah mandi, Bagus memng langsung mengantar Utari ke salah satu kamar dari dua kamar di dalam pondok itu.

Sekarang gadis itu muncul dengan memakai kaos pendek putih bergambar tugu Jogja, yang dipadu dengan celana jeans pendek selutut. Rambut panjang sepinggang yang masih basah, diurai begitu saja dengan hiasan sebuah bandana. Wajah Utari yang memang sudah menawan, tidak tampak terpoles alat rias apapun.

Tubuh mungil gadis itu juga terlihat pas, dengan lekukan yang sedap dipandang mata. Bagus Pandhita berdehem untuk menetralisir perasaannya. Dia merutuk dalam hati, karena merasa demikian hina. Dia pria dewasa berusia akhir tigapuluhan, dan lihat apa yang akan terjadi kepadanya.

Gadis belia yang sedang mekar itu, suatu saat harus dipersuntingnya. Perbedaan usia mereka begitu mencolok. Dia akan dianggap sebagai pria tua yang doyan daun muda. Namun jika dia tidak melakukannya, maka kehormatan gadis itu akan terancam. Sementara dirinya juga sedang berburu pasangan. Tidak lucu ketika hampir setahun menjabat sebagai orang nomor satu, namun masih belum memiliki pendamping.

Lalu semua orang akan kembali bertanya-tanya, ketika tahun ini dia belum juga menemukan pendamping hidup. Usianya sudah mendekati 40 tahun, tidak mungkin akan lebih dari itu. Di dalam keluarga Rekshananta, hanya dia seorang yang demikian terlambat jodohnya. Jadi, Bagus merasa tidak mungkin lagi melepaskan satu-satunya kesempatan yang datang menghampiri.

"Ini semua Pak Bagus yang memasak?" Utari menatap semua makanan yang terhidang di meja dengan tatapan takjub. Kali ini mereka makan di ruang tengah, masih dalam posisi lesehan.

"Kecuali kalau kamu mempercayai aku memiliki jin untuk membantu pekerjaanku." Bagus Pandhita menerima piring yang sudah diisi nasi oleh Utari. Gadis itu terlihat cekatan mengambilkan lauk tempe goreng, dan sayur kangkung ke atas piring Bagus. Tanpa disuruh, Utari melayani pria itu dengan senang hati.

"Saya percaya Pak Bagus yang menyiapkan segalanya. Kapan lagi saya dapat menikmati hidangan spesial buatan tangan Bapak Bupati sendiri. Semoga saja rasanya seenak kelihatannya."

Bagus yang sudah hendak menyuapkan nasi, terlihat berhenti sejenak. Gadis itu bersiap mengabadikan momen, Utari hendak mengambil gambar dengan ponselnya. Tanpa pikir panjang, Bagus segera merebut ponsel itu dari tangan Utari.

"Jangan coba-coba mempublikasikan apapun, yang kamu lihat dan alami di tempat ini! Kamu akan sangat menyesal, jika melakukan hal itu!"

Utari menatap pria itu dengan terkejut. Dia tampak sedikit ketakutan dengan kemarahan yang ditunjukkan Bagus Pandhita. Utari menyadari kesalahannya. Tidak seharusnya dia berbuat kekanakan seperti tadi. Dia sedikit lupa siapa pria yang duduk di depannya. Semua karena kenyamanan yang ditawarkan pria itu kepadanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun