"Ini tantangan besar," saya bergumam. Sebab, memulai usaha dengan prinsip keberlanjutan butuh modal lebih besar. Tapi jika dilakukan dengan benar, loyalitas Gen Z akan menjadi ganjarannya.
3. Digital-first Business: Platform adalah Segalanya
Generasi Z hidup di dunia digital. Mereka lebih sering mencari rekomendasi produk di TikTok daripada bertanya pada teman. Mereka percaya ulasan di media sosial lebih dari iklan.
"Kalau usahamu nggak ada di platform digital, kamu nggak ada," teman saya bergurau, tapi ada benarnya.
Tren tahun 2025 akan semakin mengarah ke digital-first business. Bisnis tanpa kehadiran online mungkin akan sulit bertahan. Bahkan, metode pemasaran tradisional perlahan akan digantikan oleh pendekatan berbasis konten.
4. Hyper-personalization: Melayani dengan Spesifik
Gen Z tidak suka digeneralisasi. Mereka ingin dipahami secara personal. Bisnis yang mampu menawarkan produk atau layanan yang sesuai dengan kebutuhan spesifik mereka akan lebih unggul.
"Misalnya, kamu jual skincare," teman saya mencoba menjelaskan. "Kalau kamu bisa bikin rekomendasi produk yang pas berdasarkan jenis kulit mereka, selesai. Mereka pasti beli."
Namun, tantangannya ada pada data. Untuk menawarkan personalisasi, bisnis harus mengumpulkan data konsumen dengan cara yang etis. Salah langkah sedikit saja, kepercayaan bisa hilang.
5. Wellness Economy: Kesehatan Fisik dan Mental Jadi Prioritas
Pandemi mengubah cara pandang banyak orang, terutama Gen Z, tentang pentingnya kesehatan. Wellness bukan lagi sekadar tren, tapi sudah menjadi gaya hidup.