Mohon tunggu...
yassin krisnanegara
yassin krisnanegara Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembicara Publik / Coach / Pengusaha

Dalam proses belajar untuk berbagi melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Mengapa Bahagia di Tempat Kerja Itu Penting?

17 Desember 2024   16:10 Diperbarui: 18 Desember 2024   13:52 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Bahagia di Tempat Kerja (Sumber: Tirachardz on Freepik)

Pagi itu, saya mendengar seorang rekan mengeluh, "Rasanya berat sekali datang ke kantor." Ia, seperti banyak karyawan lainnya, mungkin terjebak dalam rutinitas tanpa makna. Apakah ini hanya soal pekerjaan yang monoton? Atau mungkin lebih dalam dari itu: ia tidak merasa bahagia?

Bahagia di tempat kerja sering dianggap sebagai konsep yang abstrak. Padahal, penelitian menunjukkan bahwa kebahagiaan memiliki hubungan langsung dengan produktivitas. 

Tapi, benarkah semudah itu? Saya sendiri sempat skeptis. Bukankah kerja ya kerja, mencari uang, bukan mencari kebahagiaan? Namun, berbagai data dan pengalaman karyawan menceritakan hal yang berbeda.

Produktivitas Dimulai dari Kebahagiaan

Pertanyaan yang muncul: bagaimana kebahagiaan bisa membuat seseorang lebih produktif? Penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang bahagia bekerja 12% lebih efisien dibandingkan mereka yang merasa tertekan. Mengapa demikian?

Ternyata, kebahagiaan memengaruhi cara otak kita bekerja. Saat seseorang merasa bahagia, otaknya melepaskan dopamin, neurotransmiter yang meningkatkan motivasi dan kemampuan kognitif. Ini berarti mereka yang bahagia lebih mudah menemukan solusi, berpikir kreatif, dan bahkan menghadapi tekanan kerja dengan lebih baik.

Namun, kenyataannya tidak semua orang percaya hal ini. Seorang manajer pernah berkata, "Saya butuh hasil, bukan senyum dari karyawan." Pemikiran ini masih umum di banyak tempat. Padahal, tekanan yang berlebihan tanpa ruang untuk kebahagiaan justru bisa menurunkan kualitas pekerjaan.

Bukan Sekadar Gaji

Banyak orang mengira kebahagiaan di tempat kerja bergantung pada jumlah gaji. Tentu, gaji adalah faktor penting. Tapi apakah itu cukup? Penelitian menunjukkan bahwa setelah kebutuhan dasar terpenuhi, tambahan pendapatan tidak lagi memberikan peningkatan signifikan pada kebahagiaan.

Lalu apa yang membuat seseorang bahagia? Jawabannya sering kali sederhana: rasa dihargai, hubungan baik dengan rekan kerja, dan lingkungan yang mendukung. Cobalah perhatikan, karyawan yang merasa kontribusinya diakui biasanya lebih semangat menjalani hari-harinya.

Namun, tentu tidak semua perusahaan memahami hal ini. Sebagian tempat kerja masih fokus pada target dan angka, tanpa mempertimbangkan bagaimana karyawan mereka merasa. Saya pikir, mungkin ini karena mereka belum melihat bukti nyata bahwa kebahagiaan bisa membawa keuntungan jangka panjang.

Dampak Kebahagiaan pada Perusahaan

Mari kita bicara soal bisnis. Banyak pemimpin berpikir, "Apa manfaat kebahagiaan bagi perusahaan saya?" Jawaban ini bisa dirasakan langsung: lebih sedikit karyawan yang resign, lebih sedikit absen, dan hasil kerja yang lebih baik.

Karyawan yang bahagia memiliki komitmen lebih tinggi terhadap pekerjaan mereka. Mereka tidak hanya bekerja untuk menyelesaikan tugas, tetapi juga memberikan yang terbaik. 

Saya pernah bertemu seorang staf administrasi yang berkata, "Saya ingin memastikan laporan ini sempurna, karena saya tahu bos saya menghargai kerja keras saya." Kata-kata itu sederhana, tetapi mencerminkan bagaimana penghargaan dapat mendorong kualitas kerja.

Selain itu, kebahagiaan menciptakan suasana kolaborasi yang lebih baik. Tim yang bahagia lebih mudah bekerja sama, saling mendukung, dan mengatasi konflik. Saya pernah mendengar cerita sebuah perusahaan yang berhasil meningkatkan produktivitas timnya hanya dengan menerapkan sesi diskusi mingguan untuk mendengarkan masukan karyawan.

Tindakan Sederhana untuk Kebahagiaan

Menciptakan kebahagiaan di tempat kerja tidak harus mahal. Sering kali, langkah-langkah kecil sudah cukup. Salah satunya adalah memberikan apresiasi secara terbuka. Sebuah ucapan "kerja bagus" dari atasan, meski terdengar remeh, bisa membuat seorang karyawan merasa dihargai.

Selain itu, penting juga menciptakan suasana kerja yang fleksibel. Kebijakan seperti bekerja dari rumah sesekali atau jam kerja yang lebih fleksibel ternyata berpengaruh besar pada kebahagiaan. Saya tahu, tidak semua perusahaan bisa menerapkan ini. Tapi, setidaknya, memberikan ruang untuk karyawan merasa dipercaya bisa menjadi awal yang baik.

Interaksi sosial juga memainkan peran penting. Hubungan yang hangat dengan rekan kerja sering kali menjadi alasan utama seseorang bertahan di sebuah perusahaan. Dalam beberapa kasus, saya melihat bahwa makan siang bersama atau sesi santai di sore hari dapat meningkatkan ikatan antar anggota tim.

Apakah Bahagia Itu Subjektif?

Tentu saja, setiap orang punya definisi bahagia yang berbeda. Ada yang merasa bahagia ketika diberikan tantangan baru, ada juga yang merasa cukup dengan pekerjaan yang stabil tanpa tekanan. Namun, ada satu hal yang sama: semua orang ingin merasa dihargai dan diakui.

Namun, apakah kebahagiaan bisa diukur? Beberapa perusahaan mencoba menggunakan survei kepuasan karyawan untuk memahami tingkat kebahagiaan di tempat kerja. Meski metode ini tidak sempurna, setidaknya memberikan gambaran awal. Saya sendiri merasa ragu, apakah angka-angka dari survei ini benar-benar mewakili kebahagiaan seseorang. Tetapi, ini bisa menjadi langkah awal untuk memulai perubahan.

Bahagia Itu Tanggung Jawab Siapa?

Ini adalah pertanyaan yang sering muncul. Apakah kebahagiaan di tempat kerja tanggung jawab perusahaan, manajer, atau karyawan itu sendiri? Jawabannya mungkin kompleks. Perusahaan bisa menciptakan lingkungan yang mendukung, tetapi karyawan juga perlu memiliki sikap proaktif untuk menemukan kebahagiaannya.

Ada yang mengatakan bahwa kebahagiaan di tempat kerja adalah hasil dari sinergi. Perusahaan memberikan ruang dan dukungan, sementara karyawan mengambil inisiatif untuk menjadikan pekerjaannya bermakna. Tapi tentu saja, ini lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.

Mengubah Paradigma

Pada akhirnya, kebahagiaan di tempat kerja bukan lagi sekadar bonus atau sesuatu yang dipikirkan belakangan. Ini adalah investasi. Ketika karyawan merasa bahagia, mereka memberikan yang terbaik---baik untuk diri mereka sendiri maupun untuk perusahaan.

Namun, apakah semua perusahaan mau menerima ini? Saya kira, butuh waktu untuk mengubah paradigma. Bagi sebagian orang, kebahagiaan mungkin tetap dianggap hal sekunder. Tapi, bukankah lebih baik memulai sekarang, daripada terus terjebak dalam rutinitas tanpa makna?

---
"Menurut Anda, apakah kebahagiaan di tempat kerja harus menjadi prioritas? Mengapa atau mengapa tidak?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun