Setiap pagi, stasiun-stasiun di kota-kota satelit seperti Depok, Tangerang, Bekasi, atau Bogor dipenuhi oleh wajah-wajah mengantuk. Mereka berdiri bersandar di kursi peron, menatap layar ponsel, atau diam saja, terlelap dengan mata terbuka. Ini bukan fenomena baru. Ini rutinitas. Mereka adalah pejuang perjalanan, orang-orang yang rela menempuh dua-tiga jam lebih-bolak-balik setiap hari demi bekerja di ibu kota.
Istilah "remaja jompo" muncul untuk menggambarkan dampak perjalanan panjang ini. Mereka yang mestinya berada di puncak usia produktif malah menghadapi kelelahan fisik dan mental yang mirip lansia. Pergelangan kaki nyeri karena berdiri lama di kereta. Punggung kaku setelah duduk berdesakan di bus. Otak terasa kabur saat tiba di kantor. Energi sudah terkuras sebelum pekerjaan dimulai.
Perjalanan Panjang Menuju Kehilangan
Bagi banyak orang, perjalanan panjang bukan hanya soal waktu, tetapi kehilangan. Kehilangan kesempatan untuk tidur lebih lama, kehilangan waktu bersama keluarga, bahkan kehilangan kualitas hidup. Orang yang tinggal di Bekasi misalnya, mungkin menghabiskan lebih banyak waktu di jalan daripada di rumah.
Studi menunjukkan bahwa perjalanan yang panjang dapat memengaruhi kesehatan fisik dan mental. Stres akibat kemacetan atau ketidaknyamanan transportasi publik sering kali menjadi awal dari masalah yang lebih besar-penurunan produktivitas, kurangnya motivasi, hingga risiko depresi. Jika ini terus berlangsung, tubuh yang dipaksa bekerja keras setiap hari akan mulai menyerah.
Mereka yang tinggal di kota-kota satelit seringkali menyebut perjalanan ini sebagai "pengorbanan." Tetapi, pengorbanan ini tidak selalu datang dengan imbalan yang sepadan. Dalam jangka panjang, tubuh dan pikiran mungkin tak lagi kuat menanggung beban perjalanan yang panjang.
Apakah WFH dan Hybrid Solusi?
Selama pandemi, kebijakan Work From Home (WFH) atau model kerja hybrid menjadi angin segar bagi banyak pekerja. Mereka yang sebelumnya menghabiskan waktu berjam-jam di jalan mendadak menemukan kebebasan. Waktu yang biasanya dihabiskan di kereta atau bus digunakan untuk hal-hal yang lebih bermakna seperti olahraga pagi, memasak sarapan, atau sekadar menikmati kopi tanpa tergesa-gesa.
Namun, WFH tidak datang tanpa tantangan. Tidak semua pekerjaan bisa dilakukan dari rumah, dan tidak semua rumah dirancang untuk bekerja. Tetapi, jika diterapkan dengan baik, kebijakan ini bisa menjadi solusi untuk mengurangi jumlah "remaja jompo" yang muncul karena perjalanan panjang.
Model kerja hybrid menggabungkan antara bekerja dari rumah dan di kantor mungkin menjadi opsi yang lebih realistis. Dalam model ini, karyawan bisa memilih untuk datang ke kantor hanya pada hari-hari tertentu. Dengan begitu, mereka tetap bisa menjaga interaksi sosial di tempat kerja tanpa harus mengorbankan terlalu banyak waktu di jalan.
Siasat Mengatasi Lelah Perjalanan Panjang
Tentu saja, tidak semua orang punya pilihan untuk bekerja dari rumah. Bagi para pejuang perjalanan, menemukan cara untuk mengatasi rasa lelah adalah kunci bertahan. Beberapa kebiasaan berikut bisa membantu:
1. Manfaatkan Waktu di Perjalanan
Jika menggunakan transportasi umum, gunakan waktu untuk tidur sejenak atau membaca buku yang menyenangkan. Ini bisa membantu mengalihkan perhatian dari stres perjalanan.
2. Rutinitas Olahraga Ringan
Olahraga ringan, seperti peregangan saat menunggu kereta atau berjalan kaki ke stasiun, dapat membantu tubuh tetap bugar. Bahkan lima menit peregangan dapat membuat perbedaan besar.
3. Hidup Sehat
Pola makan yang baik dan cukup tidur di malam hari sangat penting. Tubuh yang sehat lebih mampu menghadapi tekanan perjalanan panjang.
4. Perangkat Hiburan
Dengarkan podcast, musik, atau audiobook yang menyenangkan selama perjalanan. Ini bisa menjadi cara efektif untuk meredakan stres.
5. Fokus pada Kesejahteraan Mental
Latihan mindfulness, seperti bernapas dalam-dalam atau meditasi singkat, bisa dilakukan di mana saja. Ini membantu mengurangi stres dan menjaga kesehatan mental.
Kisah Para Pejuang Kota Satelit
Mereka yang tinggal di Depok, Tangerang, Bekasi, atau Bogor sering merasa seperti berada di dua dunia yang berbeda. Di satu sisi, mereka adalah bagian dari kota besar dengan tuntutan kerja yang tinggi. Di sisi lain, mereka harus kembali, jauh dari hiruk pikuk metropolitan. Transisi ini, meski terdengar sederhana, sebenarnya sangat melelahkan.
Dampak perjalanan panjang terlihat jelas pada tubuh. Banyak pekerja merasa lebih cepat lelah, bahkan di usia muda. Punggung sering terasa kaku, mata mudah lelah, dan sakit kepala menjadi teman setia. Mental juga tidak lepas dari dampaknya seperti mood seringkali buruk, fokus berkurang, dan keinginan untuk berinteraksi sosial semakin menurun.
Produktivitas adalah korban utama. Ketika energi habis di jalan, pekerjaan menjadi hal yang sulit untuk dinikmati. Bahkan kreativitas pun bisa terkikis oleh rutinitas yang monoton dan perjalanan yang menyiksa.
Mencari Jalan Keluar
Jalan keluar dari masalah ini bukanlah hal yang sederhana. Pemerintah perlu memikirkan kebijakan yang mendukung para pekerja di kota-kota satelit. Perbaikan transportasi publik, seperti penambahan armada atau perbaikan fasilitas, adalah langkah awal yang penting.
Perusahaan juga perlu beradaptasi dengan kebutuhan zaman. Kebijakan WFH atau hybrid, jika diterapkan dengan bijak, bisa menjadi solusi jangka panjang yang tidak hanya menguntungkan pekerja tetapi juga perusahaan itu sendiri.
Bagi individu, menemukan cara untuk menjaga keseimbangan hidup adalah hal yang krusial. Perjalanan panjang mungkin tidak bisa dihindari, tetapi bagaimana kita menghadapi perjalanan itu adalah hal yang bisa kita kendalikan.
Epilog: Sebuah Pertanyaan untuk Diri Sendiri
Ketika kita melihat cermin di penghujung hari, apa yang kita lihat? Wajah yang lelah? Mata yang berat? Atau mungkin secercah kebahagiaan karena masih bisa bertahan?
Perjalanan panjang menuju pekerjaan adalah ujian, bukan hanya bagi tubuh, tetapi juga bagi semangat kita. Tetapi, seperti semua perjalanan, ini juga memberi pelajaran. Bahwa terkadang, hal-hal kecil seperti secangkir kopi pagi atau senyum dari seorang teman bisa membuat semua lelah terasa lebih ringan.
Bagi para pejuang perjalanan, setiap hari adalah kesempatan untuk bertanya pada diri sendiri: Apakah ini semua sepadan? Jawabannya mungkin tidak selalu jelas. Tetapi, selama kita terus mencari cara untuk bertahan, mungkin itu sudah cukup untuk hari ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H