Bagi banyak orang, memiliki rumah adalah salah satu indikator keberhasilan dalam hidup. Namun, bagi kaum menengah Indonesia, mimpi ini semakin sulit dicapai.Â
Harga properti yang terus meroket, terutama di kota-kota besar, membuat banyak dari mereka harus berpikir dua kali sebelum memutuskan untuk membeli rumah.
"Beli rumah sekarang bukan lagi mimpi, tapi mimpi buruk. Harganya tidak masuk akal, sementara gaji segitu-gitu saja," keluh seorang pekerja yang merasa bahwa membeli rumah kini hanya bisa dilakukan oleh mereka yang benar-benar kaya.
Akibatnya, banyak kaum menengah yang terpaksa menyewa atau membeli rumah di pinggiran kota yang jauh dari tempat kerja. Ini menambah beban lain, yaitu biaya transportasi dan waktu yang harus dihabiskan di jalan setiap hari.Â
Di satu sisi, mereka ingin memiliki rumah sendiri, tapi di sisi lain, beban finansial yang harus ditanggung membuat mimpi ini terasa semakin jauh.
Di tengah segala keterbatasan itu, kaum menengah juga dihadapkan pada tekanan sosial yang tidak kalah berat. Gaya hidup yang terlihat mapan harus dipertahankan, meskipun kenyataannya tidak seindah itu. Media sosial menjadi salah satu pemicu utama, di mana setiap orang seolah-olah berlomba-lomba untuk menunjukkan kehidupan yang sukses dan glamor.
"Kadang kita merasa harus mengikuti tren, padahal uang sudah pas-pasan. Tapi kalau tidak ikut, rasanya ketinggalan zaman," ungkap seorang pekerja yang merasa terjebak dalam siklus konsumsi yang tidak berkesudahan.
Tekanan ini membuat banyak kaum menengah terjebak dalam gaya hidup yang sebenarnya di luar kemampuan mereka.Â
Mereka membeli barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan, hanya untuk menjaga citra di mata orang lain. Pada akhirnya, ini hanya menambah beban finansial yang harus mereka tanggung.
Jadi, di mana posisi kaum menengah Indonesia saat ini? Apakah mereka benar-benar kuat, atau justru semakin rentan di tengah perubahan ekonomi yang tidak menentu?
Kenyataannya, kaum menengah Indonesia berada dalam posisi yang sulit. Mereka mungkin terlihat mapan di permukaan, tapi di balik itu, ada banyak tekanan dan ketidakpastian yang harus dihadapi setiap hari.Â