NILAI HISTORIS DAN POTENSI WISATA KELAS DUNIA SUNGAI BATANG KUANTAN
oleh:
Yasni Herti, S. Sos
Community Development Specialist
Salah satu daerah di Provinsi Sumatera Barat yang memiliki potensi wisata yang luar biasa adalah Kabupaten Sijunjung. Kabupaten Sijunjung berjarak 120 km dari Kota Padang sebagai ibukota Provinsi Sumatera Barat. Kabupaten Sijunjung memiliki beberapa destinasi wisata yang tidak hanya memiliki nilai keindahan alam, namun juga memiliki nilai sejarah, salah satunya Sungai Batang Kuantan. Batang Kuantan merupakan salah satu sungai terpanjang di Pulau Sumatera yang melintasi Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau. Hulu dari Sungai Batang Kuantan berada di nagari atau desa Muaro yang merupakan pertemuan dari tiga sungai yakni Batang Ombilin, Batang Sukam dan Batang Palangki. Oleh karena itu, Muaro Sijunjung sebagai ibukota Kabupaten Sijunjung juga dikenal sebagai kota pertemuan.
Sungai Batang Kuantan dan Sejarah
Keberadaan Sungai Batang Kuantan sejak dulu tidak hanya menjadi aliran air semata tetapi juga menyimpan beragam sejarah. Batang Kuantan yang bermuara di Selat Malaka dulunya merupakan sarana transportasi antara pedalaman Minangkabau menuju pantai timur Sumatera, yang merupakan jalur pelayaran dan perdagangan mancanegara, yakni perdagangan lada, emas hingga batubara. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan sebuah dermaga atau pelabuhan perahu Tapuih di Sungai Batang Kuantan yakni di desa Durian Gadang, Kabupaten Sijunjung. Pelabuhan ini digunakan masyarakat sebagai jalur penghubung pelayaran menuju Kuantan Singingi, Provinsi Riau.
Batang Kuantan juga menjadi jalur masuk dan penyebaran agama Islam di Minangkabau yang dibawa oleh para musafir dari Aceh dan Malaka yang mendarat di Kerajaan Pagaruyuang. Syiar agama Islam yang dilakukan melalui sungai ini dimulai dari Malaka ke Sungai Indragiri sampai ke Batang Kuantan dan sungai-sungai kecil lainnya seperti Batang Sukam. Keberadaan pemukiman lama yang berada di pinggir sungai, misalnya Koto Padang Ranah di Nagari Sijunjung, yang saat ini dikenal dengan nama Perkambungan Adat Sijunjung dan surau-surau tua, misalnya Surau Tenggi Calau (Surau Tinggi Calau) di Nagari Muaro serta Surau Simaung di Ganting menjadi bukti penyebaran agama Islam di Sijunjung.
Sungai Batang Kuantan juga menjadi saksi sejarah kelamnya kerja paksa Rodi dan Romusha pada masa penjajahan. Penemuan batubara di Sawahlunto oleh seorang insinyur pertambangan Belanda, Willem Hendrik de Grave mendorong Belanda untuk mendirikan pertambangan batubara, yakni Tambang Batubara Ombilin. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Sawahlunto/Sijunjung termasuk wilayah Afdeling Solok dengan ibukota Sawahlunto. Untuk membangun pertambangan ini, Belanda mendatangkan ribuan pekerja dari Pulau Jawa dan Sumatera. Dalam perkembangannya, pertambangan ini menjadi tempat tewasnya ribuan pekerja yang dipaksa bekerja dengan sangat kejam dan tidak manusiawi oleh Belanda. Sejarah ini dibuktikan dengan ditemukannya makam de Grave di Desa Durian Gadang, Kecamatan Sijunjung. De Grave meninggal pada 22 Oktober 1872, karena perahu yang dinaikinya terbalik terseret derasnya arus Sungai Batang Kuantan ketika melanjutkan penelitian batubara. Â Â
Selanjutnya, pada masa penjajahan Jepang, untuk mengangkut batubara dari Sawahlunto, Jepang membangun jalur kereta api dari Muaro Sijunjung menuju Logas, Provinsi Riau. Dalam pembangunan jalur kereta api ini, Jepang mendatangkan ratusan ribu Romusha dari Jawa dan Sumatera serta tahanan perang lainnya. Akan tetapi, dalam proses pengerjaannya diperkirakan ratusan ribu nyawa melayang karena sistem kerja yang buruk serta banyaknya romusha yang meninggal tertimbun reruntuhan bukit yang diledakkan Jepang menggunakan dinamit. Sebagian korban yang tewas dalam peristiwa ini dihanyutkan ke sungai Batang Kuantan yang berada dekat dengan lokasi. Sejarah ini juga dikenal dengan Death Railway karena menelan banyak korban jiwa.
Dalam berbagai catatan sejarah disebutkan bahwa pembangunan rel ini diperkirakan selesai pada 15 Agustus 1945. Akan tetapi, lokomotif dan gerbong tersebut belum sempat digunakan untuk mengangkut batubara karena Jepang telah kalah dalam perang melawan sekutu. Peristiwa memilukan ini dibuktikan dengan penemuan lokomotif uap yang sekarang berada di Silukah, desa Durian Gadang dan di Provinsi Riau. Â
Keindahan Alam Sungai Batang Kuantan
Tak hanya menyimpan catatan sejarah, Sungai Batang Kuantan juga menyajikan keindahan alam yang mempesona. . Saat ini, Batang Kuantan berada dalam komplek Geopark Silokek yang telah ditetapkan sebagai geopark nasional pada tahun 2018. Aliran Sungai Batang Kuantan menyuguhkan pemandangan tebing karts yang sudah berusia sekitar 300 tahun dan melewati 3 era dalam skala geologi. Oleh sebab itu, kawasan ini sering dikunjungi oleh peneliti dan akademisi untuk melakukan berbagai penelitian. Tak hanya itu, Batang Kuantan juga memiliki beberapa spot wisata lain yang menarik, diantaranya Tebing Batu Karang yang menjadi spot favorit untuk melakukan olahraga panjat tebing, air terjun Batang Tano serta gua-gua atau ngalau yang menyajikan hamparan stalaktik dan stalakmik yang memukau.
Batang Kuantan memiliki arus yang sangat deras. Curam dan derasnya arus Batang Kuantan menjadikan sungai ini sebagai tempat favorit bagi pencinta olahraga ekstrim arung jeram. Jeram-jeram yang terdapat di Batang Kuantan dikelompokkan dalam kategori tingkat III karena memiliki jeram yang sangat menantang. Maka tidak mengherankan, Sungai Batang Kuantan terpilih sebagai tempat penyelenggaraan ajang Piala Dunia Arung Jeram tahun 2019, dengan diselenggarakannya Silokek Geofest Rafting World Cup 2019.
Kekayaan Budaya Sungai Batang Kuantan
Tak hanya itu, Sungai Batang Kuantan juga kaya akan peninggalan budaya. Beberapa peninggalan budaya yang ada adalah Tari Dulang Ameh dari Nagari Silokek, Silek Podang dan Talempong Kayu dari Nagari Durian Gadang. Tari Dulang Ameh menggambarkan masyarakat Silokek pada zaman dulu sebagai pendulang emas untuk memenuhi kebutuhan. Talempong Kayu merupakan alat musik tradisional yang terbuat dari kayu khusus. Saat ini Talempong Kayu dimainkan dalam upacara adat di Nagari Durian Gadang dan juga sebagai musik pengiring tradisi adat, salah satunya kesenian Silek Podang. Â Silek Podang (Silat Pedang) merupakan salah satu aliran silat khas yang berasal dari Durian Gadang. Dulunya aliran silat ini merupakan aliran silat para raja. Kesenian ini dimainkan oleh dua pesilat yang memegang pedang.
Batang Kuantan yang kaya sejarah, budaya dan keindahan alam yang memukau memiliki potensi wisata yang sangat besar. Penyelenggaraan Silokek Geofest Rafting World Cup 2019 di sungai Batang Kuantan menjadi bukti bahwa keperkasaan dan pesona Batang Kuantan tidak berkurang sedikitpun. Oleh karena itu, pemerintah daerah melalui Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Sijunjung perlu melakukan promosi khusus terkait dengan Sungai Batang Kuantan, agar sejarah dan potensi wisata yang ada di sungai ini tidak terlupakan. Sehingga, Batang Kuantan dengan segala keindahan alam, kekayaan budaya dan sejarah yang dikandungnya akan kembali mencetak sejarah baru, tidak hanya bagi Sijunjung tapi juga bagi Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H