Mohon tunggu...
Yasmin Nuriyah Rahmadani
Yasmin Nuriyah Rahmadani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

Saya memiliki minat di bidang penalaran dan penelitian. Saya sering membaca berbagai jurnal tentang isu kesehatan maupun isu terkini lainnya. Saya hobi membaca buku fiksi, seperti novel karena saat membaca novel saya merasa dapat mengekspresikan diri saya dengan leluasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Perceraian Orang Tua Dapat Memengaruhi Kesehatan Mental pada Remaja

28 Mei 2022   09:57 Diperbarui: 28 Mei 2022   10:14 1423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perceraian dapat memengaruhi kesehatan mental pada remaja. (Shutterstock.com)

Cerai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pisah, putus hubungan sebagai suami istri atau lepasnya ikatan perkawinan. Perceraian merupakan putusnya ikatan dalam hubungan suami istri yang berarti putusnya hukum perkawinan antara suami dan istri sehingga keduanya tidak lagi berkedudukan sebagai suami istri dan tidak lagi menjalani kehidupan bersama dalam suatu rumah tangga. 

Perpisahan orang tua adalah keadaan di mana anak-anak dan orang tua mengalami ketidaknyamanan dan rasa sakit yang menyebabkan stres yang hebat. Hal tersebut menyebabkan banyak anak dan remaja merasa sulit untuk mengatasi perceraian orang tua mereka. Hubungan keluarga yang rusak dan disfungsional serta dampak perceraian yang mengerikan dapat mempengaruhi kesehatan mental anak-anak.

Menurut World Health Organization, kesehatan mental adalah kondisi sejahtera seseorang, ketika seseorang menyadari kemampuan dirinya, mampu untuk mengelola stres yang dimiliki serta beradaptasi dengan baik, dapat bekerja secara produktif, dan berkontribusi untuk lingkungannya. 

Kesehatan mental merupakan dasar yang penting bagi seseorang karena kesehatan mental akan memengaruhi bagaimana seseorang memandang dirinya, lingkungan, dan memahami lingkungan sekitar.

Banyak orang tua yang terjebak oleh beban perceraian mereka dan fokus dengan emosi mereka sendiri sehingga cenderung tidak menyadari kebutuhan anak-anak mereka, seperti dukungan, baik emosional maupun fisik, akibatnya anak-anak terabaikan karena kekurangan sumber daya dan waktu. Selain itu, orang tua dapat mengalami lonjakan stres emosional yang mengakibatkan masalah kesehatan mental yang parah sehingga mengabaikan anak-anak mereka.

Penelitian telah menunjukkan bahwa keturunan dari orang tua yang terpisah dapat terlibat dalam perilaku seksual berisiko, hidup dalam kemiskinan, serta memiliki masalah adaptasi yang dilaporkan sebagai kegagalan dan kesulitan akademik (misalnya, nilai yang lebih rendah dan berhenti sekolah), perilaku mengganggu (misalnya, masalah perilaku dan kecanduan obat), suasana hati yang tertekan, humor yang menyedihkan, dan gangguan kecemasan utama (Obeid et al., 2021).

Hubungan antara usia anak-anak dengan perceraian orang tua mengenai cara mereka beradaptasi dan mengatasi model keluarga yang mereka anggap berubah tentu berbeda di setiap usia anak-anak. Seorang anak berusia 2 tahun tidak akan memahami perceraian, sementara seorang remaja dapat memahami rumitnya keputusan orang tua untuk berpisah. 

Anak-anak dan remaja dapat mengalami berbagai gangguan afektif dan dampak psikologis, tergantung pada usia, jenis kelamin, kedewasaan, dan adanya sistem pendukung. Remaja yang orang tuanya bercerai mungkin lebih cemas, murung, agresif, stres, nakal, rentan kecanduan, dan memiliki lebih banyak ide bunuh diri.

 Selain itu, anak-anak yang orang tuanya berpisah memiliki lebih banyak masalah emosional perilaku, penurunan prestasi akademik, dan penghindaran sosial. Menurut Obeid et al. (2021) hubungan antara perceraian orang tua dan ketakutan/penghindaran sosial terlihat pada periode sebelum perceraian yang sering ditandai oleh masalah komunikasi antara orang tua, hal tersebut dapat menciptakan suasana tekanan dalam keluarga dan perasaan ketidakpastian dan ketegangan bagi anak. 

Perasaan ini memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku remaja yang mungkin mengungkapkan ketakutan/kecemasan, serta ledakan kemarahan yang tak terkendali, terutama dalam situasi di dalam keluarga. Anak-anak dan remaja mungkin menunjukkan ketakutan spesifik yang intens jika situasi ini berlangsung cukup lama.

 Orang tua terkadang menanggapi ketakutan ini dengan ketidakpedulian atau sarkasme sehingga menyebabkan remaja yang terintimidasi untuk menyembunyikan ketakutan dan kesusahan mereka atau bahkan berpura-pura tidak memiliki permasalahan tersebut yang dapat mengakibatkan fobia sosial atau serangan panik pada masa remaja.

Perceraian orang tua secara signifikan terkait dengan depresi anak yang lebih tinggi. Hidup dalam keluarga dengan orang tua tunggal sering kali melibatkan sumber daya yang terbatas, baik finansial atau sosial (dukungan dan pengawasan orang tua), hal tersebut berkaitan dengan kesehatan mental yang lebih buruk pada keturunannya, seperti depresi. 

Hal ini juga mengakibatkan berkurangnya waktu yang dihabiskan dengan salah satu orang tua. Contohnya, ketidakhadiran ayah dapat mempengaruhi penyesuaian psikologis anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan. Anak laki-laki cenderung membutuhkan panutan laki-laki selama masa remaja. 

Anak-anak yang tinggal dengan salah satu orang tuanya tidak mengalami lebih banyak ide bunuh diri dibandingkan dengan teman sebayanya namun anak-anak yang hidup tanpa orang tua memiliki stres yang lebih tinggi dan risiko yang lebih tinggi untuk gangguan mental (ide bunuh diri) daripada mereka yang hidup dengan orang tua tunggal.

Ilustrasi remaja sedang berkonsultasi dengan dokter. (Shutterstock.com)
Ilustrasi remaja sedang berkonsultasi dengan dokter. (Shutterstock.com)

Mengingat kemungkinan gangguan yang meningkat setelah perceraian orang tua, kebutuhan akan tindakan pencegahan menjadi sangat penting. Kesehatan mental remaja dengan orang tua bercerai harus dirawat secara ekstensif oleh guru dan pengasuh. Selain pengobatan standar seperti pengobatan antidepresan dan terapi perilaku kognitif, strategi pengobatan (pendukung) lainnya juga diperlukan.

 Misalnya, intervensi keluarga yang bekerjasama dengan layanan sosial jika diperlukan. Memperkuat kepekaan orang tua yang berfungsi sebagai penyangga terhadap risiko depresi di masa depan untuk anak-anak. Psikolog dan manajer kesehatan di sekolah harus mengadopsi pemantauan yang lebih dekat dan melakukan pendekatan yang menyesuaikan dengan permasalahan anak 

untuk memberikan "figur pengganti" yang tidak diragukan lagi dapat mengurangi kemungkinan kecemasan, dan depresi karena anak/remaja merasa ada yang memahami perasaan mereka. 

Bagi remaja yang mengalami ide bunuh diri, memiliki perasaan yang rendah dapat menjadi target pengobatan yang penting dalam psikoterapi. Intervensi yang berfokus pada peningkatan rasa memiliki dengan mendukung interaksi keluarga, memperkuat hubungan teman sebaya yang positif atau membina hubungan dengan mentor/orang dewasa lainnya mungkin bermanfaat untuk mengurangi risiko bunuh diri remaja.

Dari pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perceraian orang tua dapat memengaruhi kesehatan mental remaja. Remaja yang orang tuanya bercerai memiliki ketakutan dan penghindaran sosial, depresi, dan ide bunuh diri yang lebih tinggi. Oleh karena itu, perlunya program pencegahan yang memadai untuk mendukung anak-anak dan orang tua selama masa sulit secara emosional tersebut.

Kata Kunci: Perceraian, Kesehatan Mental, Remaja, Orang Tua, Depresi

Referensi:

Itjen Kemdikbud. (2022). Apa Itu Kesehatan Mental?. https://itjen.kemdikbud.go.id/webnew/covid19/apa-itu-kesehatan-mental/ [online]. (diakses tanggal 26 Mei 2022).

Obeid, S., Al Karaki, G., Haddad, C., Sacre, H., Soufia, M., Hallit, R., Salameh, P., & Hallit, S. (2021). Association between parental divorce and mental health outcomes among Lebanese adolescents: results of a national study. BMC Pediatrics, 21(1), 1--9. https://doi.org/10.1186/s12887-021-02926-3

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun