Wuuuuuuuung.
Dengungan mesin pesawat meraung di telingaku. Aku pun menutup telingaku dengan penutup telinga yang aku dapatkan dari pramugari pesawat. Perlahan merasakan hangatnya sinar matahari lewat jendela pesawat. Aku melihat keluar jendela dan melihat sebuah pulau yang tidak asing bagiku. Itu pulau Jawa! Aku terpana melihat pulau yang sudah lama aku rindu sejak aku pindah ke Spanyol untuk belajar.
"Excuse me," tanpa sadar seorang pria menepuk bahuku dengan lembut. "Do you speak Spanish or English?"
"Both, Sir." Aku tersenyum pada pria tersebut.
"Berapa lama lagi kita sampai?" Pria tersebut berbicara dengan bahasa Spanyol.
"Kita akan sampai sekitar dua puluh menit lagi, Tuan." Aku melihat layar yang ada pada tabletku
"Terima kasih atas informasinya." Pria itu membungkukkan kepalanya dan mengotak-atik barangnya.
Aku mengangguk dan kembali pada tabletku dan mengemasi barangku juga. Puluhan menit terasa lama, tiba-tiba seorang pramugari yang menggunakan speaker-nya mengatakan bahwa pesawat ini akan mendarat di Bandara Internasional Juanda di Jawa Timur. Pramugari itu juga memperingatkan untuk memakai sabuk pengaman sebelum mendarat. Aku memakai sabuk pengaman yang ada di sebelahku dan menunggu pesawat mendarat di landasan bandara.
Buk!Â
Suara hantaman pesawat ke landasan bandara membuatku terkejut. Yahh walupun aku sering menaiki pesawat, tapi tetap saja aku terkejut saat pesawat sedang mendarat. Roda pesawat tetap melaju kencang ketika pesawat sudah mendarat. Rem pesawat digunakan yang membuat pesawat berhenti dengan cepat. Aku tetap duduk dan menunggu pesawat berhenti dengan sempurna. Beberapa menit kemudian pesawat berhenti di tempat yang sudah disediakan. Aku beserta penumpang lain berbaris untuk keluar dari pesawat. Saat aku keluar dari pintu pesawat, aku merasakan udara yang segar di luar pesawat, udara yang sudah lama tidak aku rasakan setelah berjam-jam di dalam pesawat yang dingin. Aku bergegas masuk untuk mengambil koperku dan pergi menuju terminal bus yang mengantarkan ke Probolinggo.
Aku tiba di terminal bus tersebut dan menaiki kendaraan bus yang bagus. Saat aku masuk ke dalam bus tersebut, aku duduk di sebelah pria yang tinggi. Aku melihat pria tersebut lalu pria itu melihatku kembali dan tidak di sangka-sangka pria tersebut adalah orang yang bertanya di pesawat tadi!
"Oh? Kamu yang tadi di pesawat?" orang itu bertanya dahulu kepadaku dan masih dalam bahasanya Spanyol.
Aku mengangguk mengiyakan dan membuka tabletku kembali lalu bertanya, "Kamu mau ke Probolinggo?"
"Ya, aku ingin ke sana. Bagaimana Anda tahu tentang itu?" Pria itu mengangkat satu alisnya.
"yah, karena ini adalah bis untuk ke Probolinggo." Aku menjawab dengan tersenyum.
"Ah... oh... Â kamu benar." Pria tersebut menjawab dengan salah tingkah dan terkekeh gugup.
Aku tersenyum kepada pria tersebut dan menyesuaikan dudukku. Lima menit kemudian bis yang sedang aku tumpangi mulai berjalan di aspal yang terlihat halus dan tidak berlubang. Selama aku di perjalanan aku melihat pemandangan dari kaca jendela bis ini. Pemandangan rumah yang sederhana sampai padang rumput yang hijau. Saat bus sudah melewat setengah perjalanan hari hampir siang, aku memutuskan untuk tidur selama perjalanan ini. Sebelum aku tidur, pria yang ada di sebelahku menepuk bahuku.
"Kau mau bantal leher? Kebetulan aku membawa dua." Pria berwajah asli Spanyol menyodorkan sebuah bantal lehernya kepadaku.
"Tidak perlu, Tuan... Aku punya sendiri." Aku mengeluarkan bantal leher milikku sendiri.
"Oh baiklah kalau begitu.... Oh iya satu lagi, jangan panggil aku tuan karena aku seumuran denganmu."
Pria itu menarik bantal lehernya lalu memakainya.
"Eh? Seumuran? Anda serius?" Aku mendengar kalimatnya terkejut.
"Ya, umurku 22 tahun.... Aku juga anak yang sedang kuliah." Pria itu terkekeh.
"Woah, ternyata benar kita seumuran... umurku 21 tahun. Anda lebih tua daripada saya."
Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal.
"Kalau begitu, selamat tidur.... Maaf aku mengganggumu. Omong-omong, namaku Gilberto."
Pria berpostur tinggi itu bersandar ke kursinya.
"Aku Larissa... Aku tidur dahulu." Aku menjawab pendek dan mulai tidur di kursiku.
"iya." Gilberto pun tidur juga.
Perjalanan terus berjalan tanpa henti kecuali saat bis melewati rest area di tol. Aku terus tidur tidak memperhatikan jalan maupun orang lain yang naik dan turun bis saat di luar tol. Siang hari tiba, aku sudah bangun dan turun dari bis yang aku tumpangi. Aku melihat Kota Probolinggo yang amat kukenal. Aku melambaikan tangan kepada Gilberto dan pergi ke rumah dan keluargaku kembali. Di perjalanan aku melihat pemandangan sekitar dan melihat beberapa buah khas di sini salah satunya mangga. Aku membeli beberapa mangga untuk di makan di rumah. Aku melanjutkan perjalananku menuju ke rumahku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H