Mohon tunggu...
yasmin dalila
yasmin dalila Mohon Tunggu... Lainnya - pelajar

hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mimpi Yang Tertunda

21 November 2024   10:01 Diperbarui: 21 November 2024   19:32 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suara langkah kaki terdengar dari luar kelas, tak lama kemudian muncul seorang guru berparas cantik dengan mengenakan baju coklat yang nampak cocok padanya. Hari ini dimulai dengan mata pelajaran biologi, salah satu mata pelajaran favorit ku. Aku memperhatikan dengan fokus materi yang tengah dijelaskan oleh Bu Olla, guru biologi ku.

 "Anak anak, waktu kalian tinggal beberapa bulan lagi. Belajar yang rajin agar kalian bisa lulus dengan mendapat nilai yang baik ya!" ucap Bu Olla. Aku seketika teringat pada pesannya setahun yang lalu. 

"Nak, apapun yang terjadi berusahalah agar kalian bisa meneruskan pendidikan hingga kuliah. Kejarlah pendidikan setinggi mungkin!" ucapnya ketika aku duduk di kelas dua SMA. Tak terasa, kini aku sudah duduk di bangku kelas tiga SMA dan tinggal menghitung jari untuk semakin dekat dengan mimpiku.

 Bu Olla melanjutkan materinya hingga tak terasa, bel pergantian jam pelajaran telah berbunyi yang artinya jam pelajaran Bu Olla telah selesai. Sebelum meninggalkan kelas, Bu Olla memberikan selembar kertas yang berisi jurusan dan perguruan tinggi negeri yang akan dipilih untuk melanjutkan pendidikan.


 "Eh Nadira! kamu udah tau belum mau kuliah dimana?" tanya Sera yang merupakan teman sebangku ku. "Iya Sera. Aku punya mimpi untuk kuliah di UNAIR jurusan kedokteran." jawabku. "Wah keren banget Nadira, aku yakin kamu pasti bisa masuk di kedokteran! kamu kan pintar."
 "hehe Sera bisa aja" ucapku merespon Sera.

*****
Bel pulang telah nyaring berbunyi. Aku bergegas pulang ke rumah menemui ayahku untuk memberinya selembar kertas dari Bu Olla. "Ayah aku pulang, ayah tau tidak? di sekolah tadi Bu Olla memberikan lembaran ini, Bu Olla menyuruh aku untuk mengisi ini ayah."
"Oh ya? kemari Nadira, berikan kepada ayah." Aku memberikan selembar kertas itu kepada ayah.
"Ini berisi tentang jurusan dan perguruan tinggi negeri ya?" ucap ayahku.
"Iya ayah! aku punya mimpi ayah, aku ingin kuliah di UNAIR jurusan kedokteran. Ayah mendukungku kan?" Muka ayah berubah menjadi penuh amarah dan terkejut. "Apa? jadi kamu ingin kuliah? Tidak! mau jadi apa kamu di kota orang, ayah tidak setuju Nadira!" 

Aku terkejut dengan jawaban ayah. "Ayah, kenapa begitu? aku janji bisa menjaga diri dengan baik ayah, aku sangat ingin melanjutkan pendidikanku."
"Sudah tidak usah aneh aneh kamu. Lagi pula, UNAIR tidak akan menerimamu. Setelah lulus nanti, bantu ayah mengembangkan pabrik tahu ini!"
Mataku memanas begitu mendengar kalimat ayah yang tak memperbolehkan aku melanjutkan kuliahku. 

Aku berlari menuju kamar untuk memikirkan perkataan ayah. Aku berbaring menghadap langit langit kamar bernuansa putih dan merah muda. "Kenapa ayah berpikir seperti itu? Kenapa ayah tidak mendukungku untuk melanjutkan pendidikanku? Bukankah bagus jika putri bungsu nya ini bisa melanjutkan pendidikan setinggi mungkin? Baiklah, aku akan membuktikan kepada ayah bahwa aku bisa!" gumamku. 

******
Hari ini, merupakan hari pengumuman siswa eligible di sekolahku. Selama ini aku sudah belajar dengan penuh semangat dan meraih nilai yang cukup baik. Aku berharap namaku ada pada mading sekolah yang menampilkan peringkat eligible. 

Aku mempercepat langkahku menuju mading sekolah. Mading sekolah dipenuhi siswa siswi yang sedang mencari namanya masing masing. Ternyata Sera sudah berada disana. Ia memanggilku. "Hei Nadira! Kenapa tidak segera kesini? Lihat Nad, namamu ada pada peringkat eligible pertama! Selamat ya!" ucap Sera dengan penuh semangat. Aku terkejut. Tak kusangka aku bisa meraih peringkat pertama eligible.

 Tak lama kemudian, Bu Olla yang juga merupakan wali kelasku mendatangiku lalu bertanya, "Nadira, kamu kuliah kan nak?" tanyanya kepadaku. "Saya ingin sekali kuliah bu, tetapi ayah saya tidak memberi saya izin untuk kuliah."  "Baiklah nadira, pikirkan baik baik ya nak, apabila kamu sudah diterima nanti jangan mengundurkan diri ya. Karena akan berpengaruh pada sekolah kita." 

********
Sesampainya dirumah, aku memberitahu ayah bahwa aku mendapat peringkat pertama siswa eligible. Aku kembali menanyakan kepada ayahku apakah aku boleh melanjutkan kuliah atau tidak. Dan jawabannya tetap sama, ia tetap melarangku. Terpaksa, dengan hati yang penuh dengan rasa sedih dan kecewa, aku mengundurkan diri dari daftar siswa eligible sekolah.

 Tetapi tidak sampai disitu, setelah kelulusan aku mengikuti seleksi nasional berdasarkan tes. Kali ini, aku tidak memberi tahu ayahku bahwa aku mengikuti ujian tersebut. Aku akan memberi tahu ayah ketika aku sudah lulus seleksi. 

*****
Pengumuman seleksi telah diberikan. Aku lolos kedokteran UNAIR. Bergegas aku menuju ayahku untuk memberikan kabar bahagia tersebut. "Ayah! lihat ayah, aku lolos kedokteran UNAIR! ayah akan mendukungku kan sekarang?" Ayah nampak terkejut. "Apa? Tidak! kamu tetap tidak boleh kuliah! percuma saja jika ujung ujungnya cuma menikah dan hanya di dapur. Tidak usah kuliah kamu! Ayah tidak akan membiayai kuliahmu."


Aku sangat kecewa karena perkataan ayah. Aku pergi dari rumah dan menuju tempat pemakaman umum. Aku memeluk nisan berwarna hitam dengan air mata mengalir sangat deras dan membasahi pipiku. "Ibu, mengapa ayah begitu. Aku hanya ingin kuliah bu, mengapa susah sekali." Ibuku telah meninggalkan dunia sejak aku kelas 6 sd. Dan sejak saat itu tempat ini menjadi tempat ternyaman untuk aku bercerita.

 Aku melamun memikirkan apa yang harus ku lakukan selanjutnya. Tak lama kemudian aku mendapatkan ide. Aku merasa tak boleh menyerah begitu saja.

******
Aku akhirnya membuka tempat les dan mencari uang untukku mendaftar kuliah. Tentunya aku juga tak lupa untuk selalu belajar. Setelah uangku terkumpul, aku memberi tahu ayah bahwa aku masih ingin untuk kuliah. Aku juga memberi tahu ayah bahwa aku akan kuliah menggunakan uang hasil kerja kerasku selama ini. Melihat kerja keras dan usahaku selama ini, hati ayah akhirnya luluh dan mengizinkan aku untuk kuliah.

 "Baiklah nadira, kamu sudah bekerja keras selama ini. Pemikiran ayah ternyata salah, perempuan pintar sepertimu juga berhak untuk melanjutkan pendidikanmu nak. Ayah mengizinkanmu untuk kuliah tetapi dengan syarat kamu harus kuliah di kota kita sendiri. Kota Mojokerto. Kamu kuliah di Universitas Terbuka Kota Mojokerto saja ya nak. Ayah juga akan menambah uangmu untuk kebutuhan kuliahmu." Aku lega mendengar perkataan ayah tersebut. 

"Baiklah ayah, terima kasih karena telah mengizinkan aku untuk kuliah. Aku janji akan membanggakan ayah setelah lulus nanti." Aku sangat bahagia karena ayah telah mendukungku untuk kuliah.

*****
Aku akhirnya tidak kuliah pada jurusan kedokteran. Aku menempuh pendidikan guru dan berhasil lulus dengan nilai tertinggi. Kini aku menjadi seorang guru yang tak lelah mengajarkan ilmu kepada para muridku.

 Aku tidak sedih karena tidak menjadi dokter. Karena sekarang aku menyadari bahwa guru juga merupakan profesi yang sangat berjasa seperti dokter. 

Aku bahagia karena akhirnya ayah mendukungku dan sadar bahwa pendidikan merupakan hal yang penting tidak memandang lelaki maupun perempuan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun