Mohon tunggu...
Hanun Aulia Yasmin
Hanun Aulia Yasmin Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa aktif Antropologi Universitas Airlangga

Menyukai isu lingkungan, serta fotografi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena Fan War di Media Sosial sebagai Bentuk Fanatisme Budaya K-pop di Indonesia

25 Juni 2022   19:37 Diperbarui: 25 Juni 2022   19:55 2783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teknologi yang berkembang pesat saat ini semakin memudahkan kita untuk membaur dengan berbagai hal secara global atau lintas negara. Bukan hanya informasi yang tersebar, namun kebudayaan pun dapat dengan cepat tersebar. Salah satu budaya yang tengah mempengaruhi banyak negara tak terkecuali Indonesia adalah Korean Wave. Indonesia sebagai negara berkembang dengan banyak penduduk, utamanya kaum muda, menjadi pasar yang tepat bagi budaya Korea untuk masuk dan menetap. Banyaknya media massa yang sering mengulas gejala Korean Wave pun semakin marak.

 Salah satu produk Korean Wave yaitu K-Pop atau Korean music, adalah musik populer yang berasal dari Korea Selatan. K-Pop menghasilkan artis penyanyi, baik solo maupun grup yang sudah terkenal di tingkat mancanegara. Anggota-anggota yang di rekrut juga secara global dan melalui berbagai tahap atau yang biasa disebut training selama beberapa tahun sebelum debut menjadi artis. Dari sini terlihat sikap sungguh-sungguh industri permusikan Korea Selatan dalam bidang entertainment. Paras dan kemampuan para artis juga tidak diragukan lagi, dan hal ini menjadi daya tarik yang besar bagi masyarakat sebagai salah satu sarana pemenuhan hiburan.

Budaya musik K-Pop yang disukai oleh masyarakat Indonesia menimbulkan fenomena baru, yaitu menjamurnya penggemar K-Pop. Penggemar ini semakin banyak dan menyebar, kemudian membentuk sebuah komunitas jaringan sosial di media sosial. Komunitas ini sering disebut sebagai fanbase (Zahid & Rochim, 2019). 

Di Indonesia sendiri, kemudian banyak muncul fanbase-fanbase K-pop idol baik di dunia maya ataupun di dunia nyata. Pola konsumsi media internet oleh sebagian besar remaja Indonesia menjadi faktor utama menjamurnya komunitas pecinta K-Pop yang anggotanya berasal dari berbagai kota di Indonesia (SIMBAR, 2016). 

Fans atau penggemar membentuk akun-akun fanbase atas keinginan pribadi tanpa bayaran apapun. Bagi mereka yang terpenting adalah bagaimana idola kesukaannya dikenal khalayak luas. Perilaku-perilaku penggemar dalam mengagumi idolanya beragam, mulai dari hal yang positif seperti penggalangan dana, hingga yang negatif seperti rela datang pagi buta untuk mengantre, ricuh saat konser, menyela antrian konser, memaki, berkomentar jahat di medsos, perang antar fans (fanwar), dan sebagainya.

Belakangan ini banyak ditemukan fenomena fanwar di Indonesia. Agresi verbal dilakukan penggemar K-Pop melalui media sosial. Beberapa bentuk fanwar yang sering terjadi di media sosial yakni komentar jahat, saling adu argumen antar penggemar lain, menunjukkan kebencian dan tidak sependapat akan suatu hal. Mereka bahkan menyebar fitnah, memaki, dan bersikap anarkis. Hal ini kemudian menjadi masalah, karena mengakibatkan korban mengalami tekanan mental, stres, depresi, cemas, tidak percaya diri, dan merasa tidak aman (Wishandy et al., 2019).

Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Nurohmah & Prakoso (2019) pada penggemar idol grup EXO yang menunjukkan adanya hubungan negatif antara sikap pemujaan terhadap idola dengan kesejahteraan psikologis. Artinya semakin tinggi pemujaan terhadap idola, maka semakin rendah kesejahteraan psikologisnya. Nurohmah & Prakoso (2019) menyatakan bahwa banyaknya akun instagram yang menyajikan berita seputar idola, tak jarang membuat seseorang yang “anti fans” atau haters EXO memberikan komentar buruk sehingga membuat penggemar EXO marah. 

Penggemar yang tidak terima membalas komentar buruk tersebut. Ada yang berkomentar baik-baik, namun ada pula yang kurang baik. Mereka bahkan membuat akun palsu untuk membalas komentar jahat tersebut. Apa yang mereka lakukan adalah hal yang tidak baik dan mereka sadar itu.  Akan tetapi, mereka tidak terima jika idola kesukaannya dijelek-jelekkan oleh orang lain. 

Fanwar yang pernah terjadi salah satunya yakni antara dua penggemar besar idol group BTS yaitu ARMY dengan penggemar dari idol group EXO yaitu EXO-L. Persaingan dimulai ketika BTS mendapat penghargaan Daesang pada tahun 2016. Sebelumnya, ada EXO yang merupakan idol grup teratas di dunia K-Pop. 

Popularitas kedua idol grup ini kemudian menjadi maskot K-Pop di Korea maupun di Asia. Hal tersebut menimbulkan persaingan hingga saat ini, baik di luar negeri maupun di di Indonesia. Kedua penggemar berusaha mengungguli idolanya satu sama lain. 

EXO-L diketahui menuduh ARMY melakukan tindak kecurangan pada proses vote untuk penghargaan kategori Top Social Artist di BBMAs. Namun ujaran tersebut tidak disertai bukti yang jelas. Sehingga hal ini semakin membuat panas kedua penggemar yang tidak ingin idolanya tersaingi (Agnensia, 2018). Tindakan yang mereka lakukan didasari oleh rasa iri akan idola mereka apabila dipandang kalah oleh penggemar idol group lain. Lebih jauh lagi, mereka bahkan tidak segan akan membela tindakan idolanya tanpa memandang hal itu benar atau salah.

Agresi verbal yang dilakukan oleh penggemar K-Pop didorong oleh fanatisme. Fanatisme adalah keyakinan terhadap suatu objek yang seringkali dikaitkan dengan sesuatu yang berlebihan terhadap objek. Sikap fanatik yang ditunjukkan adalah dengan rasa antusias ekstrem, keterikatan emosi, cinta, dan minat yang berlebihan serta berlangsung dalam waktu lama. 

Seringkali seseorang menganggap bahwa apa yang mereka yakini adalah yang paling benar, sehingga akan timbul kecenderungan membela serta mempertahankan kebenaran yang diyakini. Sikap fanatik akan terus berkembang dengan adanya dukungan dari orang terdekat yang terlihat pada tingkah laku individu atau kelompok dengan sikap fanatik (Eliani et al., 2018). 

Secara tidak langsung, fanatisme yang ditunjukkan penggemar dapat membentuk pola pikir, identitas, dan kebiasaan mereka dalam bersosialisasi. Mereka cenderung asik sendiri dengan handphone, membagikan temuan-temuan dari berita idola yang difavoritkan kepada sesama penggemar (Rinata et al., 2019). 

Hal ini sejalan dengan penelitian Jenni Eliani, Dkk, (2018) yang berjudul “Fanatisme dan Perilaku Agresif di Media Sosial pada Penggemar Idola K-Pop” dengan melibatkan 915 partisipan, dimana terdapat hubungan positif antara fanatisme dengan perilaku agresif verbal di media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi fanatisme oleh penggemar K-Pop, maka akan semakin tinggi pula perilaku agresif yang dilakukan di media sosial, begitupun sebaliknya. 

Interaksi dalam bermedia sosial yang semakin beragam, harus memperhatikan etika. Hal ini sangat krusial agar segala aktivitas bermedia sosial kita tidak berdampak buruk dalam kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung (Maulinda & Suyatno, 2016). 

Komunikasi terhadap seseorang haruslah secara sopan dan komunikatif. Pemilihan kata yang diambil sebelum kita ungkapkan harus di perhatikan dengan baik. Mengidolakan seseorang bukanlah hal yang buruk. Namun sebagai manusia, perlu mengendalikan sikap fanatik. Sesuatu yang berlebihan akan membawa dampak negatif bagi diri sendiri maupun orang lain. Penggemar idol K-Pop hendaknya lebih bijaksana dalam berperilaku. Komunikasi antar penggemar tidak sepatutnya digunakan untuk menyalurkan emosi. Meskipun tidak melukai seseorang secara fisik, namun korban akan mengalami dampak psikologis. 

DAFTAR PUSTAKA 

Agnensia, N. P. (2018). Fan War Fans K-Pop dan Keterlibatan Penggemar dalam Media Sosial Instagram. Jurnal Ilmu Komunikasi.

Eliani, J., Yuniardi, M. S., & Masturah, A. N. (2018). Fanatisme dan Perilaku Agresif Verbal di Media Sosial pada Penggemar Idola K-Pop. Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi, 3(1), 59. https://doi.org/10.21580/pjpp.v3i1.2442

Maulinda, R., & Suyatno. (2016). ETIKA KOMUNIKASI DALAM MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL ( INSTAGRAM ). 

Rinata, A. R., Dewi, S. I., Studi, P., Komunikasi, I., Tribhuwana, U., & Malang, T. (2019). FANATISME PENGGEMAR KPOP DALAM BERMEDIA SOSIAL DI INSTAGRAM. Jurnal Ilmu, 8(2), 13–23. 

SIMBAR, F. K. (2016). FENOMENA KONSUMSI BUDAYA KOREA PADA ANAK MUDA DI KOTA MANADO. Jurnal Holistik, 18. 

Wishandy, W., Loisa, R., & Utami, L. S. S. (2019). Fanatisme Penggemar K-Pop Melalui Media Sosial (Studi pada Akun Instagram Fanbase Boyband iKON). Koneksi, 3(1), 133. https://doi.org/10.24912/kn.v3i1.6156 

Zahid, K., & Rochim, M. (2019). Hubungan Fanatisme Fanbase K-POP dengan Ujaran Kebencian di Media Sosial (pp. 715–722)  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun