Mohon tunggu...
Muhammad Yasir
Muhammad Yasir Mohon Tunggu... -

Mahasiswa ITB angkatan 2007 program studi Sistem dan Teknologi Informasi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Belajar: Proses Pemberian Makna dan Penelusuran Hikmah

27 Januari 2011   06:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:08 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kakiku tempo hari terluka karena terkena knalpot motor. Segeralah aku masuk rumah dan mengolesi lukaku dengan minyak dan obat luka bakar. Tidak banyak yang aku pikirkan saat itu,hanya menahan sakit sebisa mungkin. Lalu sore harinya, ibuku terkena musibah. Kakinya tidak sengaja menumpahkan sayur yang baru mendidih sehingga sebagian kakinya tersiram air panas. Aku pun tidak berpikir panjang lalu bergegas mengambil obat luka bakar yang aku SUDAH SANGAT HAPAL LETAKNYA. Kaki ibu ku pun selamat,tidak ada luka melendung seperti luka bakar lainnya. Alhamdulillah. Tidak henti2 nya kemudian aku tersenyum dan bersyukur,karena ternyata,aku diberi luka untuk mempersiapkan ibuku yang akan terluka juga.

--------------------

Aku punya pemahaman yang baru tentang ucapan Rasulullah ttg belajar,

Tuntutlah ilmu,dari buaian hingga liang lahat

Memang mungkin seperti itu seharusnya seorang muslim hidup; penuh pembelajaran di sana sini; penuh ilmu yang dipetik dari berbagai sumber. Awalnya aku mengartikan "menuntut ilmu" yang Rasul katakan td secara sangat sempit. Aku mengartikannya sebagai proses belajar,menambah ilmu pengetahuan yang berasal dari penambahan wawasan dan penajaman akal semata. Bahkan aku mengartikan sebagai proses belajar baku, resmi, formal, di bawah naungan lembaga, sebatas akademis. Ya, awalnya aku mengartikan seperti itu.

Namun, seiring waktu, aku diberi pemahaman yg lebih luas ttg itu. Tentang belajar, yang betul betul dari buaian hingga liang lahat. Aku mungkin diajari Allah tentang arti sebuah pembelajaran melalui amanah dan rangkaian aktivitas.

Mempelajari kehidupan.

Aku belajar bahwa manusia ini seperti kendaraan. Iya harus punya bahan bakar untuk bisa berjalan. Dan bahan bakar itu adalah keinginan belajar.

Kita sebenarnya berada pada kondisi yang sangat berbahaya ketika setiap aktivitas kita,tidak didasari oleh semangat belajar. Semangat belajar lah yang membuat manusia tetap bergerak,tetap mencari tahu. Adalah celaka ketika kita merasa sudah tau semua hal, sehingga dengan sombongnya kita tidak mau untuk membuka pikiran dan mencari tahu hal hal baru.

Aku pun kini mendefinisikan belajar sebagai proses pemberian makna dan penarikan hikmah dari suatu peristiwa. Ketika dihadapkan pada satu peristiwa,hanya jiwa jiwa pembelajar lah yang mau dengan pikiran jernih memaknai peristiwa tsbut dengan cara yang berbeda. Hanya jiwa jiwa pembelajarlah yang mau dan mampu menarik hikmah dan pelajaran dari peristiwa tersebut.

Ketika seorang kakak membiarkan adiknya jatuh berkali kali saat belajar sepeda,maka mungkin sang kakak bermaksud memberi kesempatan pada adiknya untuk berjuang sendiri. Meski mungkin,adiknya memaknai tindakan kakaknya sebagai ketidakpedulian,keangkuhan,atau pun kejahatan.

Seperti itu seringkali kita berpikir. Hanya emosi yang dipakai,akal dan hatinya diistirahatkan. Sehingga, setiap peristiwa hanya dimaknai secara kasar,tanpa perenungan dan pemikiran. Dan persepsi kita pun menjadi salah sehingga bahkan tidak ada satupun pembelajaran yang kita dapat.

Memaknai setiap peristiwa dengan hati hati adalah salah satu bentuk kebijaksanaan. Seperti Nabi Musa yang meminta Nabi Khidr untuk menyaksikan dan memaknai setiap perbuatannya dengan lebih bijaksana. Dengan lebih BERPRASANGKA BAIK.

Seorang yang bijak akan selalu berusaha menambah kualitas dirinya dengan memaknai hikmah dari setiap peristiwa. Mungkin tak ada satu peristiwa pun yang dipandangnya buruk atau sia sia. Dengan bermodalkan kemauan belajar,memperbaiki diri,serta kemauan berprasangka baik,setiap peristiwa pasti akan dicari hikmahnya,seburuk apa pun.

Sehingga,semua usaha kita dalam menarik hikmah dan pelajaran pada akhirnya akan kembali pada diri kita. Mana yang lebih baik antara bola yang sedang diam di atap rumah dibandingkan dengan bola yang berada di tanah namun baru saja ditendang dengan keras ke atas? Aku lebih menghargai orang yang mempunyai kemauan belajar yang tinggi meskipun ia bodoh daripada orang yang sudah pintar dan merasa sudah puas dengan ilmunya sekarang.

Belajarlah kawan, belajar lah dari setiap kejadian. Mari belajar dari setiap musibah. Mari belajar dari setiap kesulitan. Mari hauskan diri dengan semangat memperbaiki diri. Mari memaknai setiap kejadian dengan lebih baik.

Dan banyak lagi cerita seperti itu.

Mari bersama sama belajar,karena tanpa sebuah pembelajaran,kita hanya akan menjadi seperti robot,yang menjalankan rutinitas tanpa makna. Yang pertimbangannya hanya dengan logika saja,tanpa rasa.

Mari buka pikiran dan hati,sehingga nurani kita tidak mati rasa dimakan ambisi pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun