Mohon tunggu...
YASIR
YASIR Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Mengajarkan berfikir kritis untuk masyarakat indonesia, dan berbagi pengetahuan lain.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

konsep rumah tangga yang sempurna, realitas atau mitos?

22 Desember 2024   07:43 Diperbarui: 22 Desember 2024   07:40 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari: chatgpt.com (AI)

Dalam kehidupan, banyak orang bercita-cita memiliki rumah tangga yang sempurna. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan "rumah tangga sempurna"? Apakah itu sekadar gambaran ideal yang sering kita lihat di media sosial, ataukah ada cara realistis untuk mencapainya? Artikel ini akan membahas realitas di balik konsep rumah tangga sempurna dan bagaimana membangun hubungan yang sehat dan bahagia tanpa terjebak pada ekspektasi yang tidak realistis.

Ketenangan dan Kebahagiaan sebagai Tujuan Utama Pernikahan

Ketenangan dan kebahagiaan adalah hal yang abstrak dan tidak bisa diukur hanya dengan materi, penampilan fisik, atau hal eksternal lainnya. Dalam Alquran (Surah Ar-Rum: 21), Allah menyebutkan bahwa pasangan suami istri diciptakan untuk saling memberikan ketenangan, kasih sayang, dan rahmat. Jadi, pernikahan yang sehat adalah tentang bagaimana pasangan saling mendukung, memahami, dan berjuang bersama untuk menjalani hidup, bukan hanya sekadar memenuhi ekspektasi seperti memiliki anak atau pasangan yang rupawan.

Konsep kebahagiaan yang abstrak ini juga berarti bahwa kita tidak bisa meratakan kebahagiaan dengan faktor eksternal, seperti memiliki rumah sendiri atau harta tertentu. Kebahagiaan dalam rumah tangga tidak bergantung pada materi, tetapi pada bagaimana pasangan saling memahami dan menghargai satu sama lain.

Pasangan Sebagai Penyemangat Hidup

Menikah dengan pasangan yang tepat bisa menjadi motivasi dalam hidup. Pernikahan yang berhasil sering kali didasari oleh kemitraan yang setara, di mana kedua belah pihak saling mendukung dalam menghadapi rintangan hidup. Ketika pasangan saling memahami dan memiliki visi yang sama untuk berkembang, mereka cenderung bisa mencapai kebahagiaan yang lebih stabil. Dukungan emosional dan spiritual dari pasangan adalah fondasi penting untuk menjalani hidup bersama dengan penuh semangat.

Mencari pasangan yang siap menerima kekurangan kita adalah langkah pertama menuju hubungan yang sehat. Selera setiap orang terhadap pasangan memang berbeda-beda, ada yang menyukai kulit putih, rambut panjang, atau karakteristik tertentu lainnya. Namun, yang paling penting adalah menemukan pasangan yang siap menerima kekurangan kita, tidak memiliki ekspektasi yang berlebihan, dan mau berkembang bersama. Dalam hubungan seperti ini, diskusi atau argumen yang sehat berdasarkan fakta menjadi alat untuk terus belajar dan berkembang, bukan sekadar menuntut atau berharap sesuatu yang tidak realistis.

Ekspektasi Perempuan dan Media Sosial

Tuntutan yang tidak realistis, seperti menginginkan pasangan yang sempurna atau kaya raya, adalah hal yang banyak terjadi di era media sosial. Media sosial sering kali menampilkan "gambaran sempurna" tentang kebahagiaan yang terikat dengan materi atau gaya hidup tertentu. Padahal, kebahagiaan sejati berasal dari bagaimana kita memaknai hidup dan bersyukur atas apa yang dimiliki, sambil terus berusaha menjadi lebih baik. Penting bagi pasangan untuk fokus pada hubungan mereka sendiri daripada membandingkannya dengan standar yang tidak realistis.

Pentingnya Bersyukur dan Berusaha

Bersyukur adalah kunci penting untuk menjaga ketenangan batin, sementara berusaha memperbaiki hidup menunjukkan komitmen untuk berkembang. Tidak ada kesempurnaan mutlak dalam hidup. Dalam konteks pernikahan, pasangan yang saling mendukung dan menerima satu sama lain apa adanya cenderung lebih mampu membangun hubungan yang harmonis dan bahagia. Kesederhanaan dalam hidup sering kali menjadi jalan menuju kebahagiaan yang sejati.

Kritik pada Perilaku Konsumtif

Budaya materialisme yang sering kali diperparah oleh media sosial dapat menciptakan tekanan yang tidak sehat dalam hubungan. Tuntutan untuk memiliki pasangan yang "sempurna" atau "ideal" sering kali menyebabkan ketidakpuasan yang berujung pada konflik. Penting untuk memahami bahwa kebahagiaan tidak datang dari harta atau status sosial semata, melainkan dari rasa saling menghargai dan menerima.

Kesimpulan

Pernikahan sebaiknya didasarkan pada nilai-nilai seperti ketenangan, pemahaman, perjuangan bersama, dan syukur. Memilih pasangan hidup tidak hanya soal fisik atau materi, tetapi tentang bagaimana dia bisa menjadi mitra dalam menjalani kehidupan dengan segala tantangannya. Jika pasangan mampu saling mendukung dan bersyukur atas apa yang dimiliki, kebahagiaan akan datang dengan sendirinya, bahkan tanpa hal-hal yang terlihat sempurna dari luar. Yang terpenting adalah menemukan pasangan yang siap menerima kekurangan kita dan bersama-sama membangun masa depan yang lebih baik, bukan hanya memenuhi ekspektasi yang tidak realistis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun