Argumen "Jika Cinta Surga, Tinggalkan Dunia"
Pernyataan ini sering kali digunakan untuk memotivasi orang agar lebih fokus pada ibadah. Namun, kenyataannya, manusia tidak bisa sepenuhnya meninggalkan dunia. Kita memiliki tanggung jawab untuk bekerja, memenuhi kebutuhan keluarga, dan berkontribusi pada masyarakat.
Alih-alih meninggalkan dunia, seharusnya agama membantu manusia menyeimbangkan antara kebutuhan dunia dan akhirat. Pandangan ekstrem seperti ini justru dapat membuat agama terasa jauh dari realitas kehidupan.
Manusia dan Kecintaan pada Dunia
Cinta dunia adalah fitrah manusia. Namun, yang perlu ditekankan adalah bagaimana kita tidak berlebihan dalam mencintainya. Rasulullah SAW pun memberikan contoh tentang hidup seimbang: bekerja keras, memenuhi kebutuhan keluarga, dan tetap menjalankan kewajiban spiritual.
Masalah muncul ketika agama hanya difokuskan pada akhirat tanpa memberikan ruang untuk kebutuhan duniawi. Jika agama tidak relevan dengan kebutuhan manusia, maka nilai-nilainya berisiko dilupakan.
Fleksibilitas dalam Ajaran Agama
Agama seharusnya menjadi panduan yang fleksibel, tanpa mengubah nilai-nilai intinya. Contohnya, dalam salat, Islam telah memberikan keringanan seperti salat jamak bagi mereka yang sibuk atau sedang dalam perjalanan. Hal ini menunjukkan bahwa agama sebenarnya bisa menyesuaikan diri dengan kondisi manusia, tanpa kehilangan esensinya.
Begitu pula dengan syariat lainnya. Dalam menghadapi kehidupan modern, kita perlu melihat bagaimana aturan tersebut dapat diterapkan dengan mempertimbangkan konteks zaman dan budaya tanpa kehilangan makna spiritualnya.
Relevansi Agama di Era Modern
Agar tetap relevan, agama harus hadir sebagai solusi, bukan penghalang. Sebagai pedoman hidup, agama perlu memberikan jalan tengah yang membantu manusia menjalani kehidupan duniawi tanpa melupakan tujuan akhirat.