Mohon tunggu...
YASIR
YASIR Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Saya adalah seorang mahasiswa jurusan komunikasi dan saya ingin memberikan opini, pendapat atau bisa juga pengalaman hidup saya kepada anda.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Stop Pembodohan: Saatnya Masyarakat Berpikir Kritis

1 Desember 2024   13:06 Diperbarui: 1 Desember 2024   13:49 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era modern ini, masyarakat Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan yang memengaruhi pola pikir, khususnya dalam membangun generasi muda yang kritis dan kreatif. Sayangnya, pola asuh yang kurang tepat, penggunaan teknologi yang tidak terarah, dan kebiasaan menerima informasi tanpa berpikir kritis sering kali menjadi penghalang bagi kemajuan bangsa.

Mengapa Masyarakat Harus Berpikir Kritis?

Berpikir kritis bukan sekadar kemampuan untuk mempertanyakan sesuatu, tetapi juga proses analisis yang logis terhadap informasi yang diterima. Pola pikir ini penting agar masyarakat tidak mudah termakan hoaks, doktrin, atau dogma yang menghambat kemajuan. Dalam konteks anak-anak, membangun pola pikir kritis sejak dini berarti memberikan mereka kebebasan untuk bertanya, menganalisis, dan menemukan jawaban berdasarkan fakta.

Namun, masalah utamanya terletak pada pola pikir orang tua dan masyarakat luas yang cenderung pasif dalam mendidik anak. Banyak orang tua yang hanya mengikuti arus, memberikan gadget kepada anak-anak tanpa arahan yang jelas. Akibatnya, gadget lebih banyak digunakan untuk hiburan seperti bermain game, menonton video tanpa edukasi, atau bahkan memperkuat pola pikir yang sudah terbentuk tanpa pertimbangan kritis.

Penggunaan Gadget: Edukasi atau Pembodohan?

Teknologi seharusnya menjadi alat untuk mencerdaskan, bukan membodohi. Ketika seorang anak diberi akses ke gadget, ada dua kemungkinan yang terjadi:

1. Gadget menjadi alat hiburan semata. Anak-anak hanya bermain game, menonton video viral, atau menggunakan media sosial tanpa pengawasan.

2. Gadget menjadi sumber pembelajaran. Dengan pengawasan dan arahan orang tua, gadget bisa digunakan untuk mengakses konten edukatif seperti video pembelajaran, e-book, atau aplikasi pengembangan keterampilan.

Namun, ini bukan berarti anak-anak tidak boleh bermain game atau menikmati media sosial seperti TikTok. Aktivitas hiburan ini wajar dan bisa memberikan efek positif jika dilakukan dengan tepat, seperti mengurangi stres atau meningkatkan kreativitas. Yang penting, orang tua perlu mengawasi agar penggunaan gadget ini tidak berlebihan. Sesuatu yang berlebihan, apa pun bentuknya, cenderung membawa dampak buruk, termasuk pada perkembangan mental dan fisik anak. Oleh karena itu, keseimbangan antara hiburan dan pembelajaran harus menjadi perhatian utama.

Pentingnya Membaca Buku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun