Mohon tunggu...
YASIR
YASIR Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Saya adalah seorang mahasiswa jurusan komunikasi dan saya ingin memberikan opini, pendapat atau bisa juga pengalaman hidup saya kepada anda.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Salah Kaprah tentang Agama: Mengapa Kita Harus Berfikir Lebih Dalam tentang Moralitas

19 November 2024   14:52 Diperbarui: 19 November 2024   21:07 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan beragama, kita sering diajarkan untuk membedakan mana yang benar dan salah. Namun, apakah benar dan salah selalu menjadi ukuran yang tepat dalam menilai tindakan seseorang? Faktanya, banyak konflik terjadi karena pandangan yang terlalu kaku terhadap konsep ini. Seringkali, yang lebih penting adalah memahami baik dan buruk, yang bisa lebih fleksibel dan kontekstual dalam kehidupan manusia. Artikel ini akan membahas bagaimana pendekatan ini dapat mengurangi konflik yang muncul dari perbedaan pemahaman, terutama dalam konteks agama.

Selain itu, muncul pertanyaan mendalam bagi mereka yang menyatakan bahwa agama adalah sumber moral. Jika memang agama menjadi panduan moral, maka yang seharusnya dijunjung tinggi adalah konsep baik dan buruk, bukan benar dan salah. Karena moral sejatinya bersifat kontekstual, berfokus pada dampak tindakan, dan tidak selalu hitam putih.

Perselisihan Antar Kelompok dalam Agama yang Sama

Salah satu contoh nyata adalah perselisihan antar kelompok dalam agama yang sama. Di Indonesia, perbedaan tafsiran ajaran agama sering kali memicu ketegangan, bahkan kekerasan. Misalnya, konflik antara kelompok dengan aliran tertentu yang saling menyalahkan dan menganggap satu sama lain sebagai pihak yang sesat. Perbedaan dalam menafsirkan kitab suci atau metode ibadah bisa menjadi pemicu utama, padahal inti ajaran agama biasanya adalah kedamaian dan kasih sayang.

Pendekatan yang lebih fleksibel berdasarkan baik dan buruk dapat membantu meredakan konflik ini. Misalnya, alih-alih mempertanyakan apakah kelompok lain "benar" atau "salah", kita bisa melihat apakah tindakan mereka mendukung nilai-nilai baik seperti persaudaraan, toleransi, dan kedamaian. Dengan cara ini, perpecahan bisa diminimalisir, dan agama benar-benar menjadi sumber kedamaian, bukan konflik.

Tuduhan Kafir dan Penistaan Agama

Di Indonesia, tuduhan kafir dan kasus penistaan agama adalah isu yang sering muncul dan memicu perdebatan panas. Seseorang yang berbeda pandangan agama, atau bahkan sekadar berbeda cara menyampaikan pendapat, kerap kali dengan mudah dilabeli sebagai kafir atau penista. Hal ini tidak hanya memicu konflik, tetapi juga menciptakan jarak sosial yang besar di masyarakat.

Jika kita menilai tindakan ini dari perspektif baik dan buruk, tuduhan semacam itu justru lebih banyak membawa keburukan. Tuduhan yang tidak didasarkan pada pemahaman mendalam hanya akan menimbulkan perpecahan, kebencian, dan bahkan kekerasan. Sebaliknya, pendekatan yang lebih baik adalah fokus pada apakah tindakan seseorang membawa kebaikan atau keburukan dalam masyarakat. Apakah tindakan itu mempromosikan perdamaian, keadilan, dan kasih sayang? Jika ya, maka itu yang seharusnya kita anggap lebih penting.

Agama Sebagai Sumber Moral: Fokus pada Baik dan Buruk

Banyak orang mengatakan bahwa agama adalah sumber moral. Pernyataan ini pada dasarnya mengandung tanggung jawab besar, karena moralitas tidak berfokus pada benar atau salah, melainkan pada baik dan buruk. Moralitas adalah panduan untuk memilih tindakan yang membawa dampak positif bagi individu maupun masyarakat, bukan sekadar membenarkan atau menyalahkan tindakan orang lain.

Sebagai contoh, seseorang yang berbeda agama atau kepercayaan mungkin dianggap salah dalam keyakinannya. Namun, apakah perbedaan ini lantas membuatnya buruk? Jika orang tersebut hidup dengan penuh kasih, kejujuran, dan memberi dampak baik bagi sekitarnya, maka moral yang seharusnya kita anut akan melihat tindakannya sebagai sesuatu yang baik. Inilah esensi dari moralitas yang lebih mendalam, yang tidak terjebak pada dikotomi benar dan salah.

Penutup

Pada akhirnya, berfokus pada benar dan salah sering kali membuat manusia terjebak dalam konflik dan perpecahan, terutama dalam konteks agama. Pendekatan yang lebih fleksibel, yaitu menilai berdasarkan baik dan buruk, dapat menjadi solusi untuk menciptakan kehidupan yang lebih damai dan harmonis. Jika kita benar-benar memandang agama sebagai sumber moral, maka sudah seharusnya kita fokus pada tindakan yang membawa kebaikan, bukan pada siapa yang benar atau salah. Dengan meninggalkan pandangan hitam putih dan melihat kompleksitas kehidupan, kita bisa belajar untuk lebih memahami, menghargai, dan hidup berdampingan dengan orang lain tanpa harus merasa bahwa perbedaan adalah ancaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun