Mohon tunggu...
YASIR
YASIR Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Mengajarkan berfikir kritis untuk masyarakat indonesia, dan berbagi pengetahuan lain.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Minim Atlet Profesional di Indonesia: Salah Siapa?

16 November 2024   09:14 Diperbarui: 16 November 2024   11:26 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari: cnnindonesia.com ( Momen Timnas Indonesia Hajar Jepang 7-0)

Indonesia adalah negara yang kaya akan potensi, baik dari sisi sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Namun, dalam bidang olahraga, khususnya atlet profesional, Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara lain. Hal ini sering menjadi pertanyaan besar: Kenapa Indonesia minim atlet profesional? Salah siapa sebenarnya?

Artikel ini akan membahas beberapa faktor yang menjadi akar permasalahan, dari sistem pendidikan hingga budaya masyarakat, yang menyebabkan minimnya atlet profesional di Indonesia.  

1. Sistem Pendidikan yang Tidak Mendukung Bakat Individu

Di Indonesia, sistem pendidikan terlalu fokus pada akademik dan nilai ujian, sehingga anak-anak sering kali tidak memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi bakat mereka di bidang olahraga.  

Contoh nyata adalah bagaimana jam olahraga di sekolah sering kali terbatas, dan anak-anak yang ingin bermain sepak bola atau olahraga lain di luar jam pelajaran kerap dilarang. Alih-alih didukung untuk mengembangkan potensi mereka, anak-anak dipaksa untuk fokus pada mata pelajaran formal seperti Matematika, Fisika, atau Kimia, yang mungkin tidak relevan dengan minat mereka.  

Dampaknya:

  • Bakat olahraga tidak terasah sejak dini.  
  • Anak kehilangan motivasi untuk berkembang di bidang olahraga karena minimnya dukungan.  

2. Minimnya Fasilitas dan Pelatihan yang Memadai

Fasilitas olahraga di banyak sekolah dan komunitas masih sangat terbatas. Banyak sekolah tidak memiliki lapangan olahraga yang layak, apalagi pelatih profesional yang bisa membantu anak-anak mengembangkan kemampuan mereka.

Sebagai perbandingan, negara-negara seperti Brasil atau Jepang memiliki sistem pembinaan usia dini yang kuat, dengan akademi olahraga yang mendukung anak-anak berbakat untuk menjadi atlet profesional. Di Indonesia, sistem seperti ini belum berkembang secara optimal.  

Akibatnya:

  • Anak-anak berbakat tidak memiliki akses ke pelatihan berkualitas.  
  • Talenta lokal sulit bersaing dengan atlet dari negara lain yang tumbuh dalam lingkungan yang lebih mendukung.  

3. Budaya yang Kurang Menghargai Bakat Non-Akademik

Budaya masyarakat Indonesia cenderung lebih menghargai profesi yang dianggap "mapan" seperti dokter, insinyur, atau pegawai negeri. Anak-anak yang bercita-cita menjadi atlet sering kali dianggap tidak serius atau tidak memiliki masa depan yang cerah.  

Pola pikir seperti ini membuat banyak orang tua enggan mendukung anak-anak mereka untuk mengejar karier di bidang olahraga. Bahkan, ketika seorang anak menunjukkan bakat di olahraga, mereka tetap didorong untuk fokus pada pendidikan formal daripada mengembangkan potensinya.  

4. Kurangnya Program Pembinaan Usia Muda

Negara-negara yang sukses dalam mencetak atlet profesional, seperti Jepang, Jerman, atau Brasil, memiliki program pembinaan usia muda yang terstruktur. Di Indonesia, pembinaan seperti ini masih sangat minim. Klub olahraga atau akademi sepak bola, misalnya, sering kali hanya tersedia di kota besar, sementara anak-anak berbakat di daerah terpencil tidak memiliki akses yang sama.  

Solusi:

  • Mengembangkan lebih banyak program pembinaan usia muda di seluruh daerah.  
  • Memberikan insentif kepada pelatih dan akademi yang membantu mencetak atlet berbakat.  

5. Kurangnya Dukungan dari Pemerintah dan Sponsor

Dukungan pemerintah terhadap olahraga masih sering kali kurang prioritas. Anggaran untuk pembangunan fasilitas olahraga atau pelatihan atlet sering kali kalah dengan sektor lain. Selain itu, sponsor dari pihak swasta juga lebih tertarik mendukung cabang olahraga populer seperti sepak bola, sementara olahraga lain sering kali diabaikan.  

6. Mentalitas dan Motivasi Atlet

Banyak atlet muda di Indonesia yang kurang memiliki mentalitas kompetitif karena minimnya pembinaan yang berfokus pada pengembangan karakter dan disiplin. Negara-negara maju membangun mental juara sejak usia dini, sementara di Indonesia, banyak atlet muda yang belum terbiasa menghadapi tekanan kompetisi di tingkat internasional.  

Kesimpulan

Minimnya atlet profesional di Indonesia bukan sepenuhnya kesalahan individu, melainkan masalah sistemik yang melibatkan berbagai pihak:  

Pemerintah perlu meningkatkan dukungan untuk pembinaan olahraga.  

Sekolah dan guru harus memberikan ruang bagi anak-anak untuk mengembangkan bakat mereka.  

Orang tua harus lebih terbuka terhadap karier non-akademik.  

Dengan memperbaiki sistem pendidikan, budaya, dan pembinaan usia muda, Indonesia memiliki potensi besar untuk melahirkan lebih banyak atlet profesional yang mampu bersaing di tingkat dunia. Jadi, jika ditanya "Salah siapa?" jawabannya adalah kita semua perlu mengambil bagian untuk memperbaiki masalah ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun