Di banyak negara Muslim, kemajuan teknologi berjalan lambat karena penolakan terhadap pengetahuan yang dianggap "tidak Islami" atau berasal dari orang non-Muslim.
Penolakan ini sering kali didorong oleh kekhawatiran bahwa mengambil ilmu dari Barat bisa membuka pintu terhadap nilai-nilai yang bertentangan dengan Islam, seperti sekularisme atau hedonisme.Â
Namun, penolakan semacam ini bisa menyebabkan dampak yang jauh lebih merugikan. Tanpa membuka diri terhadap inovasi dan pengetahuan dari luar, peradaban akan tertinggal, yang pada akhirnya akan memperburuk masalah kemiskinan, ketidaksetaraan, dan stagnasi sosial.
Sebagai contoh, dalam bidang teknologi, negara-negara yang terbuka terhadap inovasi dan pengetahuan dari Barat telah mampu mengembangkan infrastruktur yang lebih maju, industri yang berkembang pesat, dan menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak. Sementara itu, negara-negara yang menolak pengetahuan luar sering kali menghadapi tantangan dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi dan teknologinya.
Kebenaran Harus Diukur dari Data dan Fakta, Bukan Identitas
Salah satu masalah mendasar yang sering terlihat adalah kecenderungan untuk menilai kebenaran berdasarkan siapa yang berbicara, bukan pada argumen atau fakta yang disampaikan. Dalam banyak diskusi di kalangan masyarakat, ketika seorang ulama atau tokoh agama berbicara, pendapatnya sering kali diterima tanpa pertanyaan, sedangkan jika seseorang dari luar tradisi Islam atau Barat memberikan pandangan yang serupa, pendapatnya cenderung ditolak.
Kebenaran, bagaimanapun, harus diukur berdasarkan data, fakta, dan argumen yang kuat, bukan identitas orang yang menyampaikannya. Dalam ilmu pengetahuan modern, kebenaran diuji melalui metode empiris dan rasional, bukan melalui kepercayaan personal.Â
Jika seorang ilmuwan, baik dari Barat, Timur, atau dunia Muslim, menyampaikan fakta atau pengetahuan yang didukung oleh bukti yang kuat, maka pengetahuan tersebut seharusnya diterima tanpa mempermasalahkan latar belakangnya.
Contoh kasus yang sering terjadi adalah ketika seorang pemikir atau ilmuwan kalah dalam debat atau diskusi, mereka sering kali tidak hanya dikritik, tetapi juga dihakimi secara pribadi.Â
Mereka dianggap sesat atau pemikirannya dianggap rusak sepenuhnya hanya karena satu kesalahan atau ketidaksepakatan dalam satu topik. Hal ini sangat tidak produktif, karena menutup pintu bagi dialog dan diskusi yang sehat.
Pentingnya Membuka Diri Terhadap Pengetahuan yang Lebih Luas