Salah satu penyebab mengapa peradaban Islam mengalami kemunduran di berbagai bidang, termasuk teknologi, sains, dan inovasi, adalah pemikiran hitam-putih yang semakin meluas. Pemikiran ini tidak hanya membatasi ruang gerak intelektual, tetapi juga menutup pintu bagi umat Islam untuk berkontribusi dalam perkembangan dunia modern. Dalam sejarahnya, peradaban Islam pernah menjadi pusat ilmu pengetahuan dan inovasi. Namun, semakin banyak umat yang terjebak dalam pola pikir sempit, Islam menjadi semakin tertinggal.
Mengapa Pemikiran Hitam-Putih Menghambat Kemajuan Peradaban?
1. Menolak Ilmu dari Sumber Lain
Ketika umat Islam hanya fokus pada pandangan kelompok mereka sendiri, mereka kehilangan kesempatan untuk belajar dari berbagai sumber. Sejarah membuktikan bahwa pada masa kejayaan peradaban Islam, para ilmuwan Muslim tidak segan untuk mengambil pengetahuan dari Yunani, Persia, India, dan Cina. Namun, saat ini banyak yang berpikir bahwa mempelajari ilmu dari luar kelompok Islam dianggap menyimpang. Akibatnya, mereka tidak mampu bersaing dalam ranah teknologi, sains, atau inovasi.
Di dunia modern, ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang pesat, dan kontribusi umat Islam dalam bidang ini semakin sedikit. Hal ini sebagian besar karena mereka menolak menerima ilmu dari sumber-sumber yang berbeda, termasuk dari dunia Barat, yang sering dianggap musuh atau "penyimpang."
2. Fanatisme Menghambat Kolaborasi
Kemajuan peradaban membutuhkan kolaborasi dan kerja sama lintas budaya dan agama. Namun, dengan pemikiran hitam-putih, umat Islam cenderung memisahkan diri dan menghindari berkolaborasi dengan kelompok yang berbeda. Padahal, dalam sejarah, kolaborasi antara ilmuwan Muslim dengan ilmuwan dari berbagai agama dan budaya adalah salah satu alasan utama mengapa peradaban Islam dulu maju.
Sayangnya, hari ini banyak umat yang lebih fokus pada membatasi diri dalam lingkungan yang homogen dan menolak segala bentuk kolaborasi, termasuk dengan umat agama lain atau bahkan sesama Muslim yang berbeda pandangan. Fanatisme semacam ini jelas menghalangi pembangunan infrastruktur, pengembangan teknologi, dan penciptaan inovasi.
3. Kehilangan Peran di Kancah Internasional
Di masa lalu, dunia Islam memimpin dalam sains, filsafat, matematika, dan kedokteran. Namun saat ini, kontribusi umat Islam dalam bidang-bidang tersebut jauh tertinggal dibandingkan negara-negara lain. Misalnya, sementara negara-negara maju terus berinovasi dalam teknologi, energi terbarukan, dan eksplorasi ruang angkasa, banyak negara mayoritas Muslim justru sibuk dengan perdebatan internal yang tidak produktif, seperti membedakan mana yang "benar" dan mana yang "salah" secara absolut tanpa mempertimbangkan konteks dan kemajuan zaman.
Negara-negara Barat dan Asia, seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan Cina, terus melesat dalam pengembangan teknologi dan sains, sementara dunia Islam lebih banyak terfokus pada konflik ideologis yang tidak memberi kontribusi nyata bagi kemajuan peradaban.
Solusi: Meninggalkan Pemikiran Hitam-Putih untuk Maju
Jika umat Islam ingin kembali berperan penting dalam kemajuan dunia, pemikiran hitam-putih harus ditinggalkan. Dunia tidak terbagi hanya menjadi benar dan salah, baik dan buruk, kami dan mereka. Sebaliknya, umat Islam harus kembali membuka diri terhadap ilmu pengetahuan dari berbagai sumber, memperluas kolaborasi dengan berbagai pihak, dan belajar dari sejarah bagaimana kemajuan diraih dengan cara berpikir yang inklusif dan kritis.
Umat Islam perlu menyadari bahwa peradaban tidak dibangun dengan fanatisme, tetapi dengan pengetahuan, inovasi, dan kerja sama. Peradaban Islam dahulu berkembang pesat ketika umatnya terbuka terhadap berbagai pemikiran dan ide dari berbagai budaya dan peradaban. Untuk mengembalikan kejayaan itu, dibutuhkan sikap yang lebih fleksibel, rasional, dan mau belajar dari siapa pun, termasuk dari mereka yang berbeda pandangan.
Kesimpulan
Pemikiran hitam-putih adalah salah satu faktor yang menyebabkan stagnasi dalam peradaban Islam saat ini. Umat Islam semakin tertinggal karena terlalu fokus pada perbedaan ideologi dan menolak ilmu dari luar kelompok mereka. Untuk kembali maju, umat Islam harus meninggalkan pola pikir sempit ini dan kembali terbuka terhadap pengetahuan dan inovasi dari berbagai sumber. Sejarah telah membuktikan bahwa keterbukaan dan kolaborasi adalah kunci keberhasilan, dan hanya dengan cara itulah peradaban Islam bisa kembali memberikan kontribusi besar bagi dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H