Mohon tunggu...
Yasir Arofah
Yasir Arofah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Tata Negara-Fakultas Syari'ah- Universitas Islam Negeri Salatiga

perkenalkan nama saya Yasir Arofah NCF Dengan NIM 33030220096 dari Program Studi Hukum Tata Negara,Fakultas Syari'ah Universitas Islam Negeri Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Darurat Perkawinan Anak yang Dibalut Dengan Dalih "Menikah Untuk Menghindari Maksiat"

16 Desember 2024   12:48 Diperbarui: 16 Desember 2024   14:09 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Nikah muda dan Perkawinan anak adalah dua kasus yang berbeda. Nikah muda merupakan pernikahan yang dilakukan oleh seseorang yang usianya sudah termasuk kedalam usia legal menurut peraturan perundang-undangan untuk melakukan pernikahan. Sedangkan perkawinan anak merupakan pernikahan yang dilakukan oleh seseorang yang usianya jauh di bawah batas legal menurut undang-undang.

Di Indonesia, praktik perkawinan anak bukanlah permasalahan yang baru lahir, praktik perkawinan anak sudah ada sejak dulu. Perkembang zaman serta mudahnya akses untuk menyaring banyaknya informasi seharusnya dapat memberi edukasi dan pengetahuan terhadap masyarakat terkait dampak negatif dari praktik perkawinan anak sehingga angka perkawinan anak akan berkurang.

Namun pada kenyataannya, saat ini masalah perkawinan anak masih eksis dan menjadi permasalahan yang cukup serius di Indonesia.

Banyak alasan yang menjadi faktor terjadinya praktik perkawinan anak. Selain faktor kurangnya edukasi dan pengetahuan terkait dampak dari perkawinan anak, alasan agama dan budaya juga menjadi salah satu faktor penyebab perkawinan anak. Praktik ini justru seringkali dibalut dengan dalih "Menghindari Perbuatan Maksiat".

Dampak Perkawinan Anak

Banyak masyarakat yang masih beranggapan bahwa perkawinan anak merupakan solusi yang tepat untuk menghindari maksiat. Padahal pada kenyataannya, perkawinan anak justru membawa dampak buruk bagi kesehatan fisik dan mental anak.

Perkawinan anak akan menghambat perkembangan mereka dari segi fisik maupun pendidikan karena dapat menyebabkan pendidikan anak berakhir. Selain itu, praktik perkawinan anak dapat memicu terjadinya eksploitasi seksual melalui kehamilan dan melahirkan dini, serta meningkatkan risiko kekerasan seksual lainnya.

Perkawinan anak, terutama pada anak perempuan, merupakan pelanggaran terhadap hak kemanusiaan. Angka putus sekolah yang cukup tinggi disebabkan oleh pernikahan dini serta tingkat kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh anak perempuan yang menikah dini menunjukkan bahwa perkawinan anak bukanlah solusi. Terutama bagi perempuan, dampak perkawinan anak selalu buruk. Dalam praktik perkawinan anak, perempuan akan lebih rentan menjadi korban daripada laki-laki.

Perkawinan anak memiliki banyak konsekuensi negatif, termasuk ketidaksetaraan gender yang disebabkan oleh perbedaan kualitas pendidikan. Akibatnya, perempuan akan dipandang lebih rendah dan dianggap sebagai beban.

Kurangnya pendidikan pada perempuan akan mengakibatkan perempuan rentan mengalami kemiskinan dan diskriminasi. Selain itu, dalam perkawinan anak juga rawan terjadi kekerasan dalam rumah tangga.

Upaya Pencegahan Perkawinan Anak

Kasus perkawinan anak harus dicegah, mengingat dampak buruk dari praktik tersebut. Untuk menghindari angka pernikahan dini yang tinggi, pemerintah juga harus turut berperan aktif dengan melihat bagaimana realita dari undang-undang nomor 16 tahun 2019 mengenai perkawinan, dan menegaskan sanksi bagi pihak yang melakukannya.

Selain pemerintah, setiap keluarga juga harus berperan aktif dalam pencegahan terjadinya praktik perkawinan anak. Keluarga merupakan pondasi terpenting dalam perkembangan anak agar mereka tidak terjerumus ke dalam hal yang nantinya mengakibatkan pernikahan usia dini.

Dengan demikian perkawinan anak dengan alasan untuk menghindari maksiat bukanlah solusi yang tepat. Hal ini justru akan menjadi bumerang bagi perempuan. Perkawinan anak akan berdampak negatif terutama untuk perempuan.

Alih-alih melindungi perempuan dari perbuatan maksiat, perkawinan anak justru merenggut hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh perempuan. Mereka akan kehilangan hak untuk melanjutkan pendidikan, hak untuk mengembangkan potensi diri, serta hak untuk memilih masa depan mereka sendiri.

Penting bagi kita untuk berfikir lebih maju dengan mengubah mindset tentang perkawinan anak dan memberikan dukungan lebih bagi perempuan untuk mencapai potensi penuh mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun