Mohon tunggu...
Yasir Arofah
Yasir Arofah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Tata Negara-Fakultas Syari'ah- Universitas Islam Negeri Salatiga

perkenalkan nama saya Yasir Arofah NCF Dengan NIM 33030220096 dari Program Studi Hukum Tata Negara,Fakultas Syari'ah Universitas Islam Negeri Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Darurat Perkawinan Anak yang Dibalut Dengan Dalih "Menikah Untuk Menghindari Maksiat"

16 Desember 2024   12:48 Diperbarui: 16 Desember 2024   14:09 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kasus perkawinan anak harus dicegah, mengingat dampak buruk dari praktik tersebut. Untuk menghindari angka pernikahan dini yang tinggi, pemerintah juga harus turut berperan aktif dengan melihat bagaimana realita dari undang-undang nomor 16 tahun 2019 mengenai perkawinan, dan menegaskan sanksi bagi pihak yang melakukannya.

Selain pemerintah, setiap keluarga juga harus berperan aktif dalam pencegahan terjadinya praktik perkawinan anak. Keluarga merupakan pondasi terpenting dalam perkembangan anak agar mereka tidak terjerumus ke dalam hal yang nantinya mengakibatkan pernikahan usia dini.

Dengan demikian perkawinan anak dengan alasan untuk menghindari maksiat bukanlah solusi yang tepat. Hal ini justru akan menjadi bumerang bagi perempuan. Perkawinan anak akan berdampak negatif terutama untuk perempuan.

Alih-alih melindungi perempuan dari perbuatan maksiat, perkawinan anak justru merenggut hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh perempuan. Mereka akan kehilangan hak untuk melanjutkan pendidikan, hak untuk mengembangkan potensi diri, serta hak untuk memilih masa depan mereka sendiri.

Penting bagi kita untuk berfikir lebih maju dengan mengubah mindset tentang perkawinan anak dan memberikan dukungan lebih bagi perempuan untuk mencapai potensi penuh mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun