Mohon tunggu...
Yasir Husain
Yasir Husain Mohon Tunggu... Guru - Guru

Teacher; Penulis Buku Nasihat Cinta dari Alam, Surga Menantimu, SETIA (Selagi Engkau Taat & Ingat Allah)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jika dengan Bercermin Belum Bisa, Gunakan Kamera!

29 Desember 2018   12:14 Diperbarui: 29 Desember 2018   12:19 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Umumnya, menilai orang lain lebih mudah dilakukan daripada menilai diri sendiri. Terkadang kita merasa orang lain jauh lebih baik dari kita, padahal bisa jadi sebaliknya. Atau kita yang menilai diri kita lebih baik, sementara kenyataannya orang lainlah yang lebih baik.

Kita sering mendengar istilah, bercermin dulu sebelum menilai orang lain. Bercermin dalam hal ini bermakna kiasan, sebagai tindakan untuk menilai diri sendiri dari segala hal. Sering juga diistilahkan dengan ungkapan, 'ngaca dulu'.

Bercermin sendiri dalam makna sesungguhnya adalah melihat diri sendiri pada cermin. Dengan demikian, bercermin dalam makna kiasan, berarti menilai diri sendiri dari segala hal.

Dalam menilai diri sendiri, ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Kita bisa saja menganggap diri kita serba kekurangan, biasa-biasa saja, atau malah membanggakan diri sendiri. Itu karena penilaian dalam bercermin mutlak hak kita.

Yang perlu diperhatikan dalam bercermin adalah kualitas cermin itu sendiri. Kalau cerminnya bening, bersih dan tidak rusak, tentu bayangan yang ditampakkan juga akan kelihatan jelas. Dalam mengevaluasi diri, cerminnya adalah ilmu, ilmu tentang akhlak dan tatakrama. Semakin baik ilmu yg kita miliki, maka semakin objektif penilaian yang kita lakukan.

Jadi jelas, kunci dalam menilai diri sendiri adalah ilmu sebagai cermin kehidupan. Jangan pernah bosan untuk selalu menambah dan memperbaharui ilmu itu, agar penilaian yang kita lakukan terhadap diri kita selalu tepat.

Ilmu yang bermanfaat akan selalu menjadi cermin yang baik, dan menjadikan pemiliknya selalu berhati-hati dalam bertindak. Namun demikian, tak semua orang dianegurahi kelebihan dalam ilmu. Maka yang terjadi, tidak semua orang bisa menilai dirinya sendiri dengan baik dan tepat.

Perlu diingat, cermin itu memiliki tipuan yang sangat halus, yaitu merubah semua yang kanan menjadi kiri dan sebaliknya. Sebaik apapun bayangan yang ditampilkan, tetap saja yang kanan telah berubah menjadi kiri. Jika kita menyadari hal ini, tidak akan menjadi masalah.

Begitupun dalam menilai diri sendiri, kita harus sadar bahwa kita bisa saja tertipu dengan penilaian yang kita berikan. Bisa jadi efek selalu merasa benar, menjadikan penilaian yang kita berikan selalu subjektif. Akhirnya yang tidak baik dianggap baik, seperti cermin yang merubah kiri menjadi kanan.

Jika dalam bercermin belum mampu membuat kita memberi penilaian yang benar dan tepat untuk diri kita, cobalah pakai kamera. Bisa dengan kamera foto atau kamera video.

Dengan gambar yang dihasilkan kamera, kita bisa leluasa dan lebih teliti lagi melihat diri kita. Tidak seperti cermin, dimana kita harus memperhatikan diri kita dan bayangannya sekaligus dalam satu momen. Selain itu, gambar kamera juga jujur, dimana kanan dan kiri tetap pada posisinya masing-masing.

Analogi dari penilaian kamera itu, adalah penilaian yang diberikan oleh orang selain diri kita sendiri. Tanyakan kepada orang-orang terdekat kita, entah itu keluarga, sahabat, guru, dan siapapun itu selama mereka menginginkan kebaikan untuk kita. Tanyakan bagaimana sebenarnya diri kita.

Ingat, jika kita butuh ilmu dalam menilai diri kita sendiri, maka orang lain pun yang akan menilai diri kita haruslah orang-orang berilmu. 

Ilmu yang bermanfaat akan selalu menjadi alat dalam memberi penilaian, entah itu dilakukan oleh orang lain ataupun diri kita sendiri. Seperti saat melihat bayangan dalam cermin, atau gambar dari kamera; cermin dan kameranya haruslah yang benar-benar berkualitas dan tidak rusak.

Tindakan untuk selalu mengoreksi diri, adalah perbuatan yang akan selalu menuntun kita, agar tak terjerumus ke dalam perbuatan yang merugikan.

Diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab, beliau mengatakan:

"Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah (dengan amal shalih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)." (HR. Tirmidzi)

Riwayat lain dari Maimun bin Mihran, beliau berkata:

"Hamba tidak dikatakan bertakwa hingga dia mengoreksi dirinya sebagaimana dia mengoreksi rekannya." (HR. Tirmidzi)

Apakah diri kita sudah baik atau malah buruk? Apakah kita lebih baik dari orang lain, atau orang lain lebih baik dari kita? Apakah tindakan kita sudah benar atau salah? Tidak usah berpikir dan berkesimpulan tentang semua itu.

Yang perlu kita lakukan adalah mengoreksi diri dan berpikir sebelum bertindak. Teruslah menuntut ilmu yang bermanfaat, lalu jadikan ilmu itu sebagai cermin kehidupan untuk menilai diri sendiri.

Jika itu belum cukup, bergaullah dengan orang shaleh dan berilmu. Bergurulah kepada mereka, agar kita bisa menjadikan ilmu mereka sebagai kamera kehidupan, yang akan memudahkan kita memuhasabah diri, melihat segala kesalahan yang kita perbuat. Semoga selanjutnya bisa lebih baik, dan semakin baik lagi. Wallahu A'lam.

Yasir Husain, Penulis Buku SETIA (Selagi Engkau Taat & Ingat Allah)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun