Mohon tunggu...
Yasintus Ariman
Yasintus Ariman Mohon Tunggu... Guru - Guru yang selalu ingin berbagi

Aktif di dua Blog Pribadi: gurukatolik.my.id dan recehan.my.id

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pilkada NTT Sebatas Formalitas

30 Mei 2018   16:12 Diperbarui: 30 Mei 2018   23:12 2482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi yang akan menggelar pilkada pada pada 27 Juni mendatang. Seperti pada proses pelaksanaan pilkada sebelumnya, baliho para calon bersiliweran di tampat umum nan strategis yang memungkin masyarakat bisa melihatnya secara jelas. Muncul pertanyaan sekedar guyonan, apakah masyarakat NTT antusias untuk mengikuti pilkada ini?

Sejauh pantauan penulis, antusiasme masyarakat lebih terasa pada pagelaran pemilihan bupati ketimbang pemilihan gubernur. Kadang ada yang berceloteh:

"Pemilihan gubernur tidak ada pengaruh apa-apa terhadap masyarakat ketimbang pemilihan bupati. Dari tahun ke tahun setelah pemilihan gubernur, tidak ada dampak signifikan terhadap kehidupan masyarakat. Semuanya stagnan, berjalan di tempat. Siapa pun gubernurnya keadaan ekonomi masyarakat NTT begitu-begitu saja."

Berbeda dengan pemilihan bupati, begitu jelas terlihat antusiasme masyarakat. Gesekan antar wilayah atau kampung kadang terjadi manakala ada kandidat yang berasal dari kampungnya masing-masing. Contoh yang paling konkret adalah pemilihan bupati di Kabupaten Sumba Barat Daya pada 2013 silam yang menimbulkan korban.

Daerah atau kabupaten lain pun di NTT juga terjadi gesekan antar kelompok kepentingan namun tidak separah yang pernah terjadi di Kabupaten Sumba Barat Daya. namun gesekan terjadi lebih sebagai akibat dari sentimen kesukuan dan bukan karena mendambakan pemimpin yang berkualitas.

Masyarakat NTT kurang antusias dalam pemilihan gubernur. Hal ini disebabkan mungkin karena NTT termasuk provinsi kepulauan dalam mana ada jarak yang cukup jauh antar pulau-pulau dengan pusat ibu kota propinsi. Ini tentu menyebabkan ruang kontrol publik sangat minim. Yang antusias hanyalah tim sukses masing-masing calon. Semuanya dilakukan karena ada kepentingan pribadi yang tersembunyi di balik yel-yel kepentingan rakyat banyak.

Gesekan justru hanya terjadi di antara para tim sukses. Fatalnya tim sukses masing-masing kandidat mencoba meraup suara secara instan dengan membawa isu agama dan suku. Sehingga tidaklah mengherankan jika polarisasi dalam hasil pilgub tidak dapat terhindarkan.

Hal ini juga benar-benar nyata pada pelaksanaan pilgup 2013 silam. Frans Lebu Raya yang beragama Katolik menang di setiap wilayah yang mayoritas penduduknya beragama katolik. Demikian juga Eston L. Foenay yang beragama Kristen Protestan menang di wilayah yang mayoritas penduduknya beragama Protestan.

Ini fakta yang benar-benar terjadi dan sepertinya tak terelakkan. Frans Lebu Raya sendiri mengakui hal ini. Bahkan beliau pernah bilang bahwa polarisasi itu merupakan hal yang biasa (poskupang.com, 8 Juni 2013).

Masyarakat NTT umumnya tidak menghendaki adanya polarisasi seperti ini. Karena memang ada sebuah ikatan kekerabatan yang kuat di antara warga. Dalam satu rumah misalnya ada yang menganut agama Katolik maupun agama Kristen Protestan bahkan ada yang beragama Islam. Hal ini dimungkinkan oleh adanya kawin mawin. Sehingga biarpun terjadi polarisasi dalam pilkada, hal itu sama sekali tidak mengendorkan semangat kekeluargaan di antara masyarakat.

Sejujurnya saya ingin mengoreksi cara kerja para tim sukses dari masing-masing calon yang mencoba menghalalkan segala cara untuk meraup suara terbanyak, ditambah lagi dengan rendahnya antusiasme masyarakat untuk memilih. Sesungguhnya, masyarakat pada umumnya memilih hanya sebatas formalitas belaka. Masyarakat NTT tahu dan sudah terbiasa bahwa habis pemilihan tidak ada dampak bagi kehidupannya secara ekonomi.

Baru ketika masyarakat menyaksikan bagaimana kiprah seorang gubernur DKI Jakarta era Jokowi-Ahok sampai pada Ahok-Jarot, masyarakat NTT sedikitnya terbuka pikirannya. Bahwa sesungguhnya seorang gubernur memiliki peran yang sangat berpengaruh dalam menyejahterakan masyarakatnya. Pilkada DKI Jakarta memang telah memberikan andil dalam mendidik dan menyadarakan masyarakat akan pentingnya keberadaan seorang gubernur.

Dalam konteks ini, Mayarakat NTT lambat sadar. Tetapi mau bilang apa. Tahun-tahun sudah berlalu. Kini masyarakat NTT akan memasuki babak baru dalam menentukan pemimpin yang benar-benar mau memajukan NTT dalam banyak segi. Dan segi yang paling utama adalah membawa masyarakat NTT keluar dari belenggu kemiskinan dan keterbelakangan.

Namun, apa daya masyarakat NTT sudah terbiasa dengan hasil pilkada pada tahun-tahun sebelum. Ada pesimisme yang masih merasuki hati dan pikiran. Dan hal itu hanya bisa diatasi jika ada kandidat yang nantinya sudah terpilih benar-benar menjalankan amanahnya, sekaligus membuka mata masyarakat akan pentingnya kehadiran seorang gubernur bagi rakyat banyak.

Jika hal ini tidak terjadi sesungguhnya rakyat NTT memilih gubernurnya hanya sebatas formaslitas, artinya memilih hanya sebagai bagian dari tanggung jawabnya sebagai warga negara yang baik.

Saat ini ada empat pasangan calon yang akan bertarung. Ini memang memanjakan masyarakat NTT untuk bebas menentukan pilihannya. Hemat saya secara pribadi, keempat pasangan calon ini adalah putera dan puteri terbaik di NTT. Di atas kertas mereka sudah teruji kemampuannya, entahlah dalam kehidupan nyata nanti setelah sah terpilih.

Namun masih ada pesimisme yang mengganjal dalam hati dan pikiran saya. Siapa pun yang terpilih pasti tidak lebih baik dari pola atau model kepemimpinan sebelumnya. Hmm, semoga hal itu tidak terjadi. Salam 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun