Entah mengapa
Di senja ini  engkau seakan hadir
Senja yang semakin memerah itu
Menghentakkan jiwaku
Mengingatkanku akan senyummu
Mungkinkah di sana engkau bahagia melihatku
Yang kian bijak menilai fakta
Melihat setiap sisi hidup
yang tak pernah menyerah, pasrah
Terus berharap akan keajaiban
Dengan langkah yang kadang sedikit ingin berlari
Menempuh sebuah perjalanan
Ayah...
Andaikan waktu bisa diputar kembali
Aku ingin pulang ke kemarin
dimana aku menemukanmu dalam senyum
Merasakan indahnya usia senja
Meski dunia dipenuhi dengan harap dan cemas
Ketika saling berhadapan
Engkau menatapku dengan linangan air mata harapan
Air mata kasih sayang dan kerinduan
Yang lama terpendam dalam bait-bait hidup
Yang tak seorang pun mengerti
mengapa engkau menangis ketika itu
Ayah...
Yang aku tahu saat ini aku di jalan menuju senja
Aku telah berada pada garis hidup yang semestinya aku ada
Dan rasa rindu ini megingatkanku
akan bait puisimu untukku:
"...Sekejap, lupakan kemelut hidup
Tuhan yang penuh kasih akan menyinari hidupmu
Seperti rembulan yang menghapus gelapnya malam..."
Terima kasih ayah
Dunia kita kini beda
Kita terpisah oleh dunia yang lain
Namun, cinta kasihmu
Selalu menguatkan
Kala kaki ini tak cukup kuat untuk melangkah
Cintamu telah menghadirkanku dalam duniaku
Dengan segala bahagia
Juga air mata yang meneguhkan jiwa
Terima kasih ayah
Atas cintamu yang selalu ada di sepanjang jalanku
Kini..., aku benar-benar merindukan sosokmu
Aku ingin menunjukkan kepadamu apa yang telah kugapai saat ini
Berharap dapat menemukanmu
Pada mentari yang memerah di senja ini
Bersama asap doa yang kian membubung
Semoga rapuh hati ini menemukan cinta dan sayangmu
Dalam setiap mimpi yang ingin kugapai
Waingapu, 16 Mei 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H