Lantunan adzan subuh membuat aku terbangun dan bergegas untuk membangunkan Broto yang masih tidur pulas dan kemudian kami persiapan untuk menuju destinasi melihat Arunika atau detik-detik munculnya sinar matahari atau sering disebut dengan sunrise. Perjalanan kami tempuh sekitar 10 menit dengan melewati jalan setapak berkelok-kelok di tengah ladang-ladang milik masyarakat sekitar. Kami bersama beberapa pemuda dari Desa Samiran. Bagi yang belum lihai dalam berkendara sangat disarankan untuk tidak sekali-kali mencoba jalan ini, karena memang perlu kewaspadaan yang ekstra. Tikungan demi tikungan kami lalui dengan sangat hati-hati mengingat masih gelap. Setelah hampir 20 an belokan kami sudah sampai di atas yaitu embung Manajar yang berada di ketinggian 1700 mdpl.
Arunika sang mentari perlahan mulai menampakkan dirinya, membuat langit bergradasi keorangean- orangean diantara hitamnya langit saat itu. Kami berkeliling untuk mencari spot yang dirasa pas untuk menyaksikan merekahnya arunika sang surya. Kursi dan meja portable kami susun kemudian kami mengeluarkan beberapa alat tempur seduh kopi sederhana. Keindahan alam, gunung Merapi, hamparan ladang-ladang pertanian, ditemani seduhan kopi begitu nikmat untuk menikmati goresan langit yang sedikit demi sedikit mulai didominasi oleh warna bias dari sang surya yang hendak nampak. Keindahan embung Manajar menjadi daya tarik dan destinasi yang wajib dikunjungi saat berwisata di Selo.Â
Berdasarkan perjalanan yang kami lakukan, pariwisata bukan tentang daya tarik yang dapat dirasakan oleh mata, namun terdapat banyak hal di dalamnya. Unsur kearifan lokal yang ditunjukkan oleh masyarakat dapat menjadi daya tarik yang berkesan bagi wisatawan. Nikmati setiap perjalanan yang dilakukan, bukan hanya soal mata namun tentang interaksi yang terjalin, maka perjalanan akan lebih berwarna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H