Meski begitu, ada juga yang melihat langkah ini dari sudut pandang yang berbeda. Mereka berpendapat bahwa Ridwan Kamil sedang mencoba untuk mematahkan stigma dan rivalitas yang selama ini ada antara pendukung Persib dan Persija. Dengan memakai jersey Persija, ia ingin menunjukkan bahwa rivalitas dalam sepak bola tidak perlu dibawa ke ranah sosial atau politik. Langkah ini, menurut pendukungnya, adalah upaya untuk mendamaikan dua kubu besar yang selama ini sering bersitegang.
Bagaimanapun juga, langkah Ridwan Kamil ini tidak bisa dipandang secara hitam putih. Di satu sisi, ia berhasil menarik perhatian publik dan menciptakan diskusi yang luas. Tapi di sisi lain, langkah ini juga membawa risiko besar, terutama terhadap citra dan kredibilitasnya sebagai politisi. Yang jelas, tindakan ini menunjukkan bahwa dalam politik, simbol dan gestur sering kali memiliki arti yang jauh lebih dalam daripada yang terlihat di permukaan.
Sekarang, yang menjadi pertanyaan besar adalah apakah langkah ini akan benar-benar memberikan dampak positif bagi Ridwan Kamil, atau justru menjadi bumerang yang merugikan dirinya sendiri. Waktu akan menjadi penentu apakah strategi ini berhasil atau tidak. Yang pasti, apa yang dilakukan Ridwan Kamil ini telah memberikan pelajaran penting bagi kita semua: di dunia politik, setiap langkah harus diambil dengan hati-hati, karena setiap tindakan akan selalu membawa konsekuensi.
Bagi sebagian orang, langkah Ridwan Kamil dianggap sebagai bentuk keberanian. Ia berani meninggalkan identitas lamanya sebagai pendukung Persib demi menunjukkan bahwa ia siap menjadi pemimpin yang mengakomodasi semua golongan. Tapi, bagi banyak lainnya, ini justru dinilai sebagai langkah yang manipulatif.
Sebelumnya, Ridwan Kamil pernah beberapa kali mengomentari Persija dengan nada bercanda, tapi terkesan meremehkan. Hal ini tentu masih diingat oleh banyak orang, terutama pendukung The Jakmania. Ketika kini ia memakai jersey Persija, sebagian besar publik merasa langkah itu sekadar upaya untuk mengambil hati para pendukung Persija menjelang Pilkada Jakarta.
Kritik semacam ini bukan hal baru di dunia politik. Pencitraan seperti ini sering kali dilakukan politisi untuk memperluas basis dukungan mereka. Namun, di era media sosial, di mana informasi dengan cepat menyebar dan jejak digital sulit dihapus, langkah seperti ini bisa jadi bumerang. Orang-orang dengan mudah membandingkan pernyataan atau sikap seseorang di masa lalu dengan tindakannya sekarang.
Peran Media Sosial dalam Pencitraan
Salah satu alasan kenapa langkah Ridwan Kamil ini jadi heboh adalah karena peran media sosial. Di era digital seperti sekarang, segala sesuatu yang dilakukan oleh seorang tokoh publik pasti akan menjadi sorotan. Ridwan Kamil, yang memang aktif di media sosial, memanfaatkan platform ini untuk membangun citranya sebagai pemimpin yang modern dan dekat dengan masyarakat.
Ketika foto dan video dirinya memakai jersey Persija tersebar di media sosial, banyak pendukungnya yang memuji langkah tersebut. Mereka melihat ini sebagai bukti bahwa Ridwan Kamil tidak takut untuk keluar dari zona nyaman dan mencoba merangkul semua golongan. Tapi di sisi lain, netizen juga nggak segan-segan mengkritik. Ada yang menyebut langkah ini sebagai "lucu-lucuan", ada juga yang terang-terangan bilang kalau ini adalah bentuk kemunafikan politik.
Media sosial juga jadi arena perdebatan antara pendukung Persib dan Persija. Pendukung Persib merasa "dikhianati" oleh langkah Ridwan Kamil, sementara pendukung Persija juga tidak serta-merta menerima dengan tangan terbuka. Mereka mengingatkan bahwa sikap seseorang tidak bisa berubah begitu saja hanya karena kampanye.
Pencitraan seperti yang dilakukan Ridwan Kamil ini memang punya risiko besar. Di satu sisi, ia berhasil menarik perhatian publik, terutama pendukung Persija yang selama ini mungkin merasa jauh dari sosoknya. Tapi di sisi lain, langkah ini juga berpotensi merusak kredibilitasnya.