Mohon tunggu...
Yanuar Z. Arief
Yanuar Z. Arief Mohon Tunggu... Dosen - Warga Kalbar, bagian dari Komunitas Masyarakat Energi Terbarukan (KOMMET)

Warga Kalbar, bagian dari Komunitas Masyarakat Energi Terbarukan (KOMMET)

Selanjutnya

Tutup

Nature

PLTN Bukan Solusi

9 Februari 2020   18:01 Diperbarui: 9 Februari 2020   18:52 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Energi listrik yang dihasilkan dari PLTN secara ekonomis jatuh di pasar kelistrikan yang kini didominasi oleh pembangkit energi yang lebih kompetitif dari gas alam, angin, dan tenaga surya. Semakin banyak konservasi dan efisiensi penggunaan energi yang lebih besar di rumah, sektor bisnis, dan industri terus menurunkan permintaan terhadap listrik. Pada dasarnya PLTN yang beroperasi dewasa ini dalam kondisi “tua” (beroperasi di atas 30 tahun) menjadi berbahaya dan berpotensi menimbulkan kecelakaan yang tidak terduga akan terjadi. Akibatnya, PLTN memerlukan pemeriksaan yang lebih mahal, pemeliharaan, perbaikan, dan lain-lain, yang mendorong peningkatan biaya sehingga memaksa lebih banyak PLTN ditutup secara permanen.

Untuk Indonesia, selain perlunya komitmen pemerintah untuk mendorong pengembangan pembangkit listrik dari energi terbarukan melalui berbagai kebijakan insentif tanpa harus membebani konsumen listrik dengan kenaikan tarif listrik, industri dalam negeri juga perlu didorong untuk mampu memasok komponen teknologi pembangkitan listrik berbasis energi terbarukan sehingga bisa mengurangi ketergantungan terhadap impor teknologi. Melalui pengembangan industri dalam negeri ini diharapkan biaya investasi pada pembangkit listrik energi terbarukan akan dapat menurun dan pada akhirnya nilai biaya pembangkitan listrik akan turun.

UNTAN sebagai universitas negeri tertua dan ternama di Kalbar dengan deretan pakar-pakar di setiap fakultas yang ada sepatutnya lebih berperan aktif melakukan kajian kritis dan terkini (up to date) mencakup tekno-ekonomis dan juga dampak sosial serta lingkungan terhadap untung-rugi adanya PLTN di provinsi ini. Jangan sampai sebagai institusi pengajian tinggi yang selalu menjunjung nilai-nilai Tri Dharma perguruan tinggi, masyarakat melihat UNTAN hanya sekadar sebagai “juru bicara” BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) dan Pemprov Kalbar semata dengan hanya menonjolkan “keuntungan” pembangunan PLTN dan bukan membela kepentingan masyarakat luas di provinsi ini.

PLTN dan Mitos Negara Industri Maju

Klaim bahwa negara-negara industri maju di dunia menggunakan PLTN sebagi sumber produksinya tidak lah tepat. Menurut data World Energy Review 2017, antara tahun 2005 sehingga 2015 produksi global tenaga nuklir menurun sebesar 0,7%. Saat ini dapat dikatakan bahwa trend energi dunia menuju kepada sumber-sumber energi lestari (sustainable) dan ramah lingkungan sebagai antisipasi terhadap ancaman perubahan iklim. Negara-negara industri maju yang dulunya memilik PLTN secara bertahap mengurangi bahkan menutup sama sekali PLTN dan menggantikan dengan sumber-sumber energi lain yang lebih ramah lingkungan. Perubahan ini dikenal sebagai a nuclear power phase out atau penghentian penggunaan tenaga nuklir untuk produksi energi.

Amerika Serikat, sebagai akibat dari perubahan ini, setelah mencapai puncak produksi energi listrik dari PLTN pada tahun 2007, kapasitas nuklir AS telah mengalami pengurangan yang konstan setiap tahun. Menurut data dari Power Reactor Information System (PRIS) yang dikelola oleh IAEA (International Atomic Energy Agency), dari sebanyak 135 PLTN yang ada, 37 PLTN sudah ditutup secara permanen, 2 PLTN sedang dibangun, dan menyumbang sebesar 19,32% produksi listrik di negara ini.

Di Amerika Serikat, semasa pemerintahan Presiden Barack Obama, alokasi dana untuk pengembangan energi nuklir sangat berkurang. Pada tahun fiskal 2010, anggaran dana hanya sebesar USD 20 juta dibandingkan USD 177,5 juta pada tahun fiskal sebelumnya. Peningkatan utama dalam anggaran departemen energi AS adalah di bidang sumber energi alternatif, seperti angin, surya dan panas bumi, serta efisiensi dan konservasi energi.

Jerman secara permanen menutup delapan dari 17 reaktor nuklirnya dan bertekad untuk menutup sisanya pada akhir tahun 2022, menyusul bencana nuklir Fukushima pada Maret 2011. Pemerintah Jerman menetapkan perubahan signifikan dalam kebijakan energi mereka dari tahun 2010. Periode ini mencakup transisi ke pasokan energi yang rendah karbon, ramah lingkungan, andal, dan terjangkau. 

Setelah tragedi reaktor nuklir Fukushima, pemerintah Jerman menghapus penggunaan tenaga nuklir sebagai teknologi penghubung (bridging technology) dari kebijakan energi mereka. Kebijakan ini mulai membuahkan hasil, pada tahun 2018, sumber-sumber energi terbarukan menyumbang lebih dari 40 persen dari pembangkit listrik publik, yaitu bauran listrik yang disuplai ke dalam jaringan listrik publik (public power grid).

Perancis yang mengandalkan tenaga nuklir hampir 72 persen dari kebutuhan listriknya, namun saat ini pemerintahnya ingin mengurangi menjadi 50 persen pada tahun 2030 atau 2035, sebagai gantinya dengan mengembangkan sumber-sumber energi terbarukan. Presiden Emmanuel Macron mengatakan bahwa Perancis akan menutup 14 dari 58 reaktor nuklir negara itu yang sedang beroperasi pada 2035, yang mana empat sampai enam reaktor akan ditutup sebelum 2030.

Sedangkan di Jepang, sebelum tragedi Fukushima, mengoperasikan 54 reaktor nuklir, namun setelah pemerintah memberikan persyaratan standar keselamatan yang sangat ketat akibat tragedi Fukushima, sebanyak 21 reaktor nuklir telah di-nonaktifkan. Menteri Lingkungan Jepang yang baru, Shinjiro Koizumi menyerukan agar reaktor nuklir yang dioperasikan oleh pemerintah segera dihentikan dan dihancurkan untuk mencegah terulangnya bencana nuklir Fukushima (Republika, 12 Sep 2019).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun