Mohon tunggu...
Yaqub Walker
Yaqub Walker Mohon Tunggu... Petualang -

Seorang petualang alam dan pemikir yang kadang mencoba menulis sesuatu.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Anomalinya Umat di Negeriku

8 Agustus 2017   12:08 Diperbarui: 8 Agustus 2017   12:34 1428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya teringat tausiyah Prof. M. Quraish Shihab yang mengatakan, "Allah berpesan bahwa kendati sesuatu itu baik dan benar, tetapi kalau ada yang lebih baik dan lebih benar, jangan ambil hanya yang baik tapi carilah yang lebih benar. Orang-orang yang memiliki kecerdasan tinggi dinyatakan oleh al-Qur'an: mereka bersungguh-sungguh mendengarkan uraian-uraian yang benar, lalu mengikuti yang paling benar dan paling baik di antara apa yang didengarnya itu." Oleh sebab itu, kita harus bertambah semangat untuk banyak mencari informasi dari berbagai sumber yang terpercaya. Adapun buku yang belakangan ini saya baca, yakni "Bung Karno 'Menerjemahkan' Al-Quran" karya Mochamad Nur Arifin. 

Di buku itu tertulis bahwa Abdurrahman bin Abdul Karim mengisahkan ketika pertama kali Nabi Muhammad datang ke Yastrib (Madinah), beliau membangun masjid sebagai bagian dari rumahnya. Kemudian, beliau membuat fondasi sosial, bukan hanya untuk golongan Muhajirin (orang yang ikut berhijrah dengan Nabi) dan Anshar (kaum Muslim yang berasal dari Madinah), melainkan semua golongan yang ada di Madinah. Dibuatlah perjanjian damai dengan golongan Yahudi yang garis besarnya berisi tentang persamaan harkat dan martabat, kebebasan melaksanakan syariat agama masing-masing, dan yang paling urgentadalah kesepakatan untuk menjaga Madinah serta bersama-sama mempertahankan Madinah jika ada pihak luar yang menyerang. Perjanjian ini dikenal oleh ahli sejarah sebagai "Piagam Madinah".

Dalam Piagam Madinah, tidak ada ketentuan pembentukan sistem kenegaraan harus seperti khilafah, imamah, ataupun daulah (nation-state). Yang ada adalah suatu perjanjian perdamaian dan persatuan untuk saling menghargai, serta menjaga Madinah dari serangan musuh yang datang dari luar. Dengan arti lain, Piagam Madinah ialah suatu kesepakatan yang dilakukan oleh beberapa golongan agar hidup rukun, dan setiap golongan dijamin keamanannya dalam menjalankan keyakinan masing-masing selama tidak bertentangan dengan hukum yang telah disepakati. 

Nilai-nilai yang tertuang dalam Piagam Madinah itulah yang mengilhami terbentuknya Pancasila, dengan proses dan tujuan yang hampir sama yakni untuk menciptakan persatuan, keadilan, saling menghormati dan menghargai, menjunjung tinggi hak dan kewajiban setiap golongan, juga cinta terhadap tanah air sehingga akan saling bahu membahu menghadapi serangan musuh yang mengganggu terciptanya ketenteraman dan keamanan dalam negeri.

Jika diteliti secara seksama maka konsep Khilafah Islamiyah yang diusung oleh ISIS maupun "partai pembebasan" yang biasa disebut Hizbut Tahrir (HT) itu bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam dasar negara kita, Pancasila. Namun, anomali di beberapa kalangan masih saja terjadi. Adapun ustadz yang sangat merekomendasikan pendapat Buya Yahya, tetapi tidak berusaha memahami pendapat beliau tentang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Buya Yahya menyatakan, "HTI bukan Asy'ariyah akidahnya, bukan Ahlussunnah wal Jama'ah Asy'ariyah. Selagi mereka tidak mengikuti Asy'ariyah, ya jangan dong. Kita kan punya ilmu yang diajarkan oleh guru-guru, akidahnya harus kita dukung. Yang kita sebarkan, yang kita kukuhkan adalah akidahnya Ahlussunnati wal Jama'atil Asy'ariyatisama al-Maturidiyah.

 Jadi HTI tidak ikut Asy'ariyah. Bukan pengikut Asy'ariyah. Kalau tidak mengikuti akidah Ahlussunnah wal Jama'ah Asy'ariyah, jangan buang energi. Wong kelompok Asy'ari saja perlu dibesarkan, kenapa energi kita dibuang untuk yang lainnya?" Beliau melanjutkan, "Kemudian kenapa harus Asy'ariyah? Karena Asy'ariyah yang paling luwes. Kaidahnya Abu Hasan al-Asy'ari tidak mudah mengkafirkan, tidak mudah mencaci maki. Maka karena (HTI) bukan Asy'ari, kita tidak akan bergabung."

Kita perlu mendengar juga pendapat Prof. Mahfud MD tentang khilafah pada acara Indonesia Lawyers Club (ILC) dengan tema "ISIS Sudah di Kampung Melayu". Beliau mengatakan, "Ketidakpahaman orang Islam atau beberapa aktivisnya itu tentang ajaran Islam yang menganggap seolah-olah mendirikan negara Islam dalam bentuk tertentu itu hukumnya wajib, yang disebut khilafah itu. Saya sudah sering bicara yang seperti itu, lalu banyak yang membantah melalui media sosial, koran, televisi, katanya justru di Islam itu ada ajaran khilafah. Lalu disebutlah buku al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah dan macam-macam. 

Saya katakan, semakin dijelaskan bahwa di dalam Islam itu ada ajaran khilafah, semakin terbukti di Islam itu tidak ada ajaran khilafah. Karena ketika Anda menyebut al-Mawardi, juga ada orang lain yang bernama al-Maududi yang berbeda dengan al-Mawardi, yang juga mengatakan ini dari Islam. Lalu ada lagi al-Ghazali, ada al-Afghani, itu semua beda-beda tuh. Kalau memang Islam mewajibkan mesti sama, seperti shalat lima waktu itu sama. Kalau negara seperti (khilafah) ini tidak di dalam Islam. Di dalam Hadits tidak ada, di dalam Qur'an tidak ada. Semua orang bisa bentuk sendiri. Sekarang, negara yang tergabung di dalam OKI (Organisasi Kerjasama Islam) itu sebanyak 57 negara Islam, negara kaum Muslimin, bentuk negaranya beda-beda. Liga Arab, sekarang ada 22 negara, beda-beda sistem pemerintahannya. Jadi, semakin ingin mengatakan bahwa di Islam ada ajaran khilafah itu akan semakin jelas tidak ada."

Menurut saya, rencana penegakkan khilafah yang paling realistis adalah konsep perjuangan secara bertahap yang pernah dikatakan oleh Habib Rizieq Shihab, yang bisa kita simak di Youtube. Ia memaparkan, "Kita di Front Pembela Islam (FPI) menginginkan tesis soal khilafah yang sudah bagus, yang sudah luar biasa, di dalam pelaksanaan untuk mewujudkannya, jangan kita menolak kenyataan yang ada. Artinya begini, jangankan menyatukan seluruh dunia Islam di bawah satu khilafah, menyatukan Indonesia sama Malaysia saja 'setengah mati'. 

Coba kita pikirkan pakai logika saja, ini kerja mudah atau kerja sulit untuk menyatukan dua negara? Tidak gampang. Lalu bagaimana menyatukan 125 negara lebih? Dulu Mesir pernah disatukan dengan Libya, namanya Republik Persatuan Arab, satu jadi satu negara. Tapi di tengah perjalanan konflik, yang orang Mesir ingin memimpin, yang orang Libya ingin memimpin, pecah lagi. 

Ya sudah kalau begitu jalan masing-masing. Akhirnya Libya menjadi negara sendiri, Mesir menjadi negara sendiri. Jadi artinya, FPI mencoba untuk berpikir realistis. Di sini FPI mengajukan proposal khilafah, tesis khilafah. Anda bisa baca kalau Anda salah satu dari pada aktivis FPI, itu dituangkan di hasil Munas yang lalu. Bukan hasil Munas kemarin, Munas yang sebelumnya. Di sana ada sepuluh langkah untuk menuju Khilafah Islamiyah, antara lain, saya tidak sebutkan semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun