Mohon tunggu...
Muhammad Ainul Yaqin
Muhammad Ainul Yaqin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Teknik Informatika Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Dosen Teknik Informatika yang menekuni bidang keahlian Rekayasa Perangkat Lunak, Sistem Informasi, Manajemen Proses Bisnis, Process Mining, dan Arsitektur Enterprise.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Dari Gerakan Tangan ke Digital: Serunya Teknologi Pengenalan Bahasa Isyarat

24 Januari 2025   12:00 Diperbarui: 24 Januari 2025   08:47 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.bing.com/images/create/an-illustration-showing-the-evolution-of-sign-lang/

Hei kamu, pernah nggak sih membayangkan dunia di mana komunikasi antara orang tuli dan orang dengar jadi semudah ngobrol di chat? Nah, itulah yang coba diwujudkan oleh teknologi pengenalan bahasa isyarat! Dalam artikel ini, kita bakal bahas berbagai metode pengenalan bahasa isyarat dengan gaya santai dan humoris. Plus, ada referensi dari penelitian keren buat kamu yang ingin mendalami. Yuk, mulai perjalanan kita!

Dari Gerak Tangan ke Bahasa: Pengenalan Dasar

Ketika kita bicara soal pengenalan bahasa isyarat (Sign Language Recognition, SLR), ini bukan cuma soal komputer yang ngerti gerakan tangan kita. Tapi juga soal bagaimana teknologi ini bisa membantu menciptakan jembatan komunikasi antar dunia. Seperti yang dijelaskan Cooper dkk. (2011), SLR nggak cuma fokus pada gestur manual, tapi juga elemen non-manual seperti ekspresi wajah. Iya, senyum atau alis mengerut juga punya arti loh dalam bahasa isyarat!

Metode dasar dalam SLR bisa dibagi dua: tracking dan non-tracking. Bayangkan kamera jadi "detektif" yang nge-track setiap gerakan jari kamu, atau sebaliknya, memanfaatkan model canggih buat mengenali pola tanpa ribet nge-track gerakannya. Keduanya sama-sama keren, tinggal pilih metode mana yang cocok untuk kebutuhan.

CNN: Bukan Channel TV, Tapi Otak Teknologi

Masuk ke metode modern, Pigou dkk. (2015) membawa teknologi Convolutional Neural Networks (CNN) ke arena SLR. Jadi, CNN ini kayak otak pintar yang bisa mempelajari pola gerakan tangan kamu tanpa perlu fitur buatan manusia. Bayangkan kamu ajarin AI 20 gestur bahasa isyarat Italia, dan dia bisa ngerti dengan akurasi 91,7%. Wow, bikin iri kan?

CNN bekerja dengan menggunakan data dari perangkat seperti Microsoft Kinect. Kalau ini dibuat jadi aplikasi, mungkin bisa jadi translator pribadi saat ngobrol sama teman dari komunitas tuli. Siapa tahu, kan? Tapi hati-hati, jangan salah ajarin gerakan isyarat, nanti si AI malah jadi "sotoy."

Arsitektur model deep learning (Sumber: https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-319-16178-5_40)
Arsitektur model deep learning (Sumber: https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-319-16178-5_40)

Transformers: Optimus Prime? Eh, Bukan!

Lanjut ke tahun 2020, ada inovasi dari Camgoz dkk. (2020) yang memperkenalkan Sign Language Transformers. Nggak, ini bukan robot yang berubah jadi truk, tapi model AI yang mampu melakukan dua hal sekaligus: pengenalan bahasa isyarat dan terjemahan. Hebat banget, kan?

Teknologi ini menggunakan sesuatu yang disebut Connectionist Temporal Classification (CTC), semacam "lem" yang menyatukan pengenalan dan penerjemahan menjadi satu sistem. Hasilnya? Model ini lebih pintar dan performanya meningkat drastis, terutama dalam dataset RWTH-PHOENIX-Weather-2014T. Jadi, kalau Transformers AI ini diibaratkan superhero, dia jelas pantas masuk tim Avengers AI!

Arsitektur Sign Language Transformer (Sumber: https://tinyurl.com/337chpwd)
Arsitektur Sign Language Transformer (Sumber: https://tinyurl.com/337chpwd)

Dari Audio ke Video: Inspirasi dari Pengenalan Suara

Dreuw dkk. (2007) punya ide cerdas dengan mengambil pelajaran dari teknologi pengenalan suara (ASR) untuk diterapkan pada SLR. Ini seperti bilang, "Eh, kalau AI bisa ngerti orang ngomong, kenapa nggak bisa ngerti bahasa isyarat?" Dengan menggunakan model bahasa dan pengucapan, mereka menciptakan sistem yang bisa memahami kalimat dalam bahasa isyarat terus menerus.

Tantangannya, sih, data video itu lebih kompleks dibanding audio. Tapi Dreuw dkk. berhasil membuktikan bahwa dengan kombinasi fitur dan model yang tepat, AI bisa melakukannya. Jadi, next time kamu lihat AI yang bisa ngerti bahasa isyarat, ingatlah bahwa itu semua berkat inspirasi dari teknologi pengenalan suara.

Tantangan dalam Pengenalan Bahasa Isyarat

Setiap teknologi pasti punya tantangannya, termasuk dalam SLR. Menurut Cooper dkk. (2011), salah satu masalah utama adalah variasi bahasa isyarat itu sendiri. Setiap negara punya versi bahasa isyaratnya, mirip kayak dialek dalam bahasa lisan. Misalnya, bahasa isyarat Inggris (BSL) beda banget dengan bahasa isyarat Amerika (ASL). Jadi, AI harus super fleksibel biar nggak salah terjemah.

Selain itu, ada masalah teknis seperti kondisi pencahayaan, perbedaan gaya gerakan antara satu orang dan orang lain, serta keakuratan pengenalan dalam lingkungan ramai. Bayangkan AI mencoba mengenali bahasa isyarat di konser musik---agak mustahil, kan? Tapi hei, teknologi berkembang, dan tantangan ini justru bikin para peneliti makin semangat buat ngulik.

Aplikasi Dunia Nyata: Translator di Saku?

Nah, setelah kita ngomongin teknologinya, mari kita bahas aplikasi nyatanya. Bayangkan kalau kita punya aplikasi di smartphone yang bisa jadi penerjemah bahasa isyarat instan. Misalnya, kamu lagi di restoran dan pelayan yang tuli mau menjelaskan menu spesial hari ini. Tinggal buka aplikasi, gerakan isyarat mereka langsung diterjemahkan ke teks atau suara. Gampang banget!

Teknologi berbasis CNN seperti yang dijelaskan Pigou dkk. (2015) bisa jadi pondasi aplikasi ini. Dengan bantuan perangkat seperti Kinect atau bahkan kamera ponsel biasa, aplikasi ini bisa mempermudah komunikasi di berbagai situasi. Tapi ya, jangan harap aplikasinya bisa ngerti bahasa isyarat kalau kameranya buram atau baterainya habis. Teknologi canggih, baterai boros tetap masalah klasik.

Kolaborasi: Manusia dan Mesin

Tapi ingat, teknologi bukan pengganti manusia, melainkan alat bantu. Seperti yang dijelaskan Camgoz dkk. (2020), model seperti Sign Language Transformers nggak hanya bertugas untuk menerjemahkan, tapi juga membantu mengedukasi orang tentang bahasa isyarat. Misalnya, aplikasi ini bisa digunakan di sekolah untuk mengajarkan bahasa isyarat kepada siswa, atau di tempat kerja untuk mendukung inklusi.

Selain itu, kolaborasi antara AI dan manusia juga penting untuk memastikan penerjemahan tetap akurat dan tidak kehilangan konteks. Bahasa isyarat punya banyak makna tergantung situasi, ekspresi, dan gerakan tambahan. Jadi, meskipun AI bisa bantu, peran manusia tetap nggak bisa digantikan sepenuhnya.

Masa Depan SLR: Mimpi atau Kenyataan?

Kalau bicara masa depan, teknologi SLR jelas punya potensi besar. Menurut Dreuw dkk. (2007), salah satu langkah selanjutnya adalah meningkatkan kemampuan AI dalam mengenali bahasa isyarat dalam situasi yang lebih kompleks. Bayangkan AI yang nggak cuma bisa memahami gerakan tangan, tapi juga ekspresi wajah, postur tubuh, dan bahkan konteks situasional.

Selain itu, integrasi dengan perangkat wearable seperti smart glasses juga jadi ide menarik. Kamu bisa pakai kacamata pintar yang langsung menerjemahkan bahasa isyarat ke dalam teks di layar. Atau mungkin AI bisa terhubung langsung ke otak kita suatu hari nanti? Hmm, terlalu futuristik, ya? Tapi siapa tahu!

Etika dan Tantangan Sosial: Jangan Lupakan Ini!

Teknologi pengenalan bahasa isyarat memang keren, tapi ada juga sisi etis dan sosial yang harus diperhatikan. Salah satu kekhawatiran adalah bagaimana data yang dikumpulkan untuk melatih AI ini digunakan dan disimpan. Jangan sampai, karena mengejar akurasi, privasi pengguna malah dikorbankan. Kita kan nggak mau video gerakan tangan kita tiba-tiba muncul di iklan pop-up, kan?

Selain itu, penting untuk memastikan bahwa teknologi ini tidak malah menggantikan interaksi langsung antara komunitas tuli dan pendengar. Bayangkan kalau orang jadi malas belajar bahasa isyarat karena merasa teknologi sudah cukup membantu. Itu malah menghambat inklusi sosial, bukan?

Peneliti seperti Camgoz dkk. (2020) menyarankan pendekatan kolaboratif, di mana teknologi digunakan untuk mendukung, bukan menggantikan, upaya komunikasi manusia. Jadi, teknologi ini harus dilihat sebagai alat bantu, bukan "shortcut" untuk menghindari belajar bahasa isyarat.

Apa Kata Para Peneliti?

Kita juga nggak boleh lupa bahwa penelitian di bidang ini terus berkembang. Cooper dkk. (2011) menyebutkan bahwa fokus utama SLR adalah mencapai pengenalan yang lebih natural, seperti komunikasi langsung antar manusia. Sementara itu, Pigou dkk. (2015) menyoroti pentingnya menggunakan teknologi seperti CNN untuk memecahkan tantangan teknis yang sebelumnya sulit diatasi.

Dreuw dkk. (2007) optimis bahwa dengan memanfaatkan pengalaman dari teknologi pengenalan suara, SLR bisa terus berkembang pesat. Hal ini menunjukkan bahwa bidang ini sebenarnya adalah hasil dari berbagai disiplin ilmu yang bekerja sama---mulai dari ilmu komputer, linguistik, hingga psikologi.

Dari Teknologi ke Harapan Baru

Jadi, teknologi pengenalan bahasa isyarat bukan cuma soal "gadget keren" atau "fitur AI masa depan." Ini adalah langkah besar menuju dunia yang lebih inklusif, di mana komunikasi tidak lagi menjadi hambatan. Dari model CNN yang simpel hingga Transformers yang super canggih, setiap inovasi membawa kita lebih dekat pada mimpi itu.

Tapi ingat, teknologi hanyalah alat. Komitmen kita untuk memahami dan menghormati bahasa isyarat tetap jadi kunci utama dalam menciptakan dunia yang benar-benar inklusif. Jadi, yuk, sambil menunggu AI makin pintar, kita belajar bahasa isyarat dulu. Siapa tahu, suatu hari nanti kamu bisa bilang "halo" dalam bahasa isyarat dengan sempurna!

Itu dia artikel kita, semoga kamu terhibur sekaligus terinspirasi! Kalau ada ide lain yang seru, kasih tahu aja, ya!

Referensi:

  • Cooper, H., Holt, B., & Bowden, R. (2011). Sign language recognition. In Visual Analysis of Humans: Looking at People (pp. 539-562). London: Springer London.
  • Pigou, L., Dieleman, S., Kindermans, P. J., & Schrauwen, B. (2015). Sign language recognition using convolutional neural networks. In Computer Vision-ECCV 2014 Workshops (pp. 572-578). Springer International Publishing.
  • Camgoz, N. C., Koller, O., Hadfield, S., & Bowden, R. (2020). Sign language transformers: Joint end-to-end sign language recognition and translation. In Proceedings of the IEEE/CVF conference on computer vision and pattern recognition (pp. 10023-10033).
  • Dreuw, P., Rybach, D., Deselaers, T., Zahedi, M., & Ney, H. (2007). Speech recognition techniques for a sign language recognition system. Hand, 60, 80.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun