Mohon tunggu...
Muhammad Ainul Yaqin
Muhammad Ainul Yaqin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Teknik Informatika Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Dosen Teknik Informatika yang menekuni Bidang keahlian Rekayasa Perangkat Lunak, Sistem Informasi, Manajemen Proses Bisnis, Process Mining, dan Arsitektur Enterprise.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Pelanggaran Proses Bisnis: Ketika SOP Dilanggar Demi Kebahagiaan Pelanggan (atau Demi Kopi Gratis)

2 Desember 2024   06:00 Diperbarui: 2 Desember 2024   06:06 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.bing.com/images/create/

Kalian pasti pernah dengar istilah SOP alias Standard Operating Procedure. Itu lho, panduan sakti yang katanya kalau diikuti akan membawa bisnis ke level dewa. Tapi, pernah nggak sih kalian perhatiin, ada aja momen di mana karyawan nekat improvisasi, entah karena situasi darurat atau cuma karena bos lagi nggak di kantor? Nah, fenomena ini disebut pelanggaran proses bisnis. Eits, jangan keburu negatif dulu. Kadang pelanggaran ini bisa jadi pahlawan dalam situasi tertentu. Yuk, kita bahas lebih lanjut!

Penyimpangan: Antara Inovasi dan Petaka

Kebayang nggak kalau semua orang di dunia ini selalu taat aturan? Bosan banget, kan? Nah, dalam bisnis, penyimpangan itu ibarat bumbu penyedap. Karyawan mungkin menemukan cara lebih cepat, lebih murah, atau bahkan lebih menyenangkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Contohnya, pelayan restoran yang bikin lelucon buat pelanggan biar mereka lupa soal makanan yang telat datang. Efeknya? Pelanggan senyum-senyum, bahkan kasih tip lebih besar.

Tapi ingat, nggak semua penyimpangan itu membahagiakan. Kadang, improvisasi ini malah bikin celaka. Contohnya, kasir yang melompati proses verifikasi kartu kredit. Bisa cepat, sih, tapi begitu ada transaksi mencurigakan? Siap-siap deh, masuk meeting darurat dengan CFO. Dunzer dkk. (2024) menyebut inilah titik di mana penyimpangan berubah jadi pelanggaran. Jadi, pelanggaran itu bukan sekadar improvisasi yang gagal, tapi tindakan yang melanggar aturan krusial atau bahkan hukum.

Anti-Pattern: Penjahat dalam Proses Bisnis

Awad dkk. (2009) mengusulkan konsep anti-pattern, atau pola-pola kesalahan yang sering terjadi dalam proses bisnis. Mereka ini semacam penjahat kambuhan yang selalu ada di tiap proses, dan tugas kita adalah mendeteksinya secepat mungkin. Kalau di film superhero, anti-pattern ini semacam Loki yang selalu bikin onar. Di bisnis, contohnya bisa berupa karyawan yang selalu lupa memasukkan data penting ke sistem.

Menariknya, mereka menciptakan alat untuk mendeteksi anti-pattern ini secara otomatis dalam model proses bisnis. Jadi, ibarat punya detektor asap yang bisa nge-scan tiap sudut dapur, memastikan nggak ada kebakaran sebelum sempat nyala. Kalau deteksi berhasil? Violation detected!

Compliance Checking: Jadi Polisi dalam Dunia Bisnis

Pelanggaran ini nggak cuma soal aturan internal, tapi juga regulasi eksternal. Bayangin, kalau kalian adalah pemilik bisnis, pelanggaran regulasi bisa bikin mimpi buruk. Bisa kena denda, reputasi hancur, atau bahkan ditutup. Compliance checking jadi solusinya. Alat ini semacam polisi yang siap mengecek apakah bisnis kalian taat hukum atau nggak.

Menurut Awad dkk. (2015), teknologi canggih seperti Complex Event Processing (CEP) bisa memonitor kepatuhan proses bisnis secara real-time. Jadi, nggak perlu nunggu auditor datang baru ketahuan ada masalah. Kalau ada pelanggaran? Langsung muncul notifikasi. Zaman sekarang, bahkan algoritma lebih rajin dibanding karyawan, ya?

Ketika Proses Bisnis Bikin Masalah: Drama Penyimpangan yang Jadi Pelanggaran

Sekarang kita sudah ngobrolin soal kenapa penyimpangan bisa jadi masalah besar, tapi juga bisa jadi life saver (kayak, "wow, karyawan bisa kreatif juga ya!"). Sekarang mari kita bahas gimana perusahaan bisa ngatasi hal ini. Ingat kan, kita tadi nyebut-nyebut model konseptual? Yuk kita bahas lebih dalam!

Mengatasi Penyimpangan: Model Konseptual ala Dunzer dkk.

Para penulis artikel utama, Dunzer dan kawan-kawan, tidak hanya sekadar membahas teori. Mereka juga mengembangkan model konseptual yang super canggih! Ini kayak panduan untuk menghubungkan pelanggaran proses bisnis dengan definisi proses dan kondisi organisasi.

Bayangkan ini seperti punya 10 kotak besar, masing-masing kotak adalah dimensi pelanggaran. Jadi, setiap kali ada penyimpangan, tinggal dicocokin aja ke kotak yang mana nih? Kalau sering banget terjadi di satu kotak, mungkin perlu dicek, "Ini pelanggaran serius nggak ya?"

Contohnya, di MonCorp (perusahaan fiktif yang dijadikan studi kasus), mereka pakai model ini untuk mendeteksi pelanggaran yang sering terjadi. Hasilnya? Mereka bisa mengkonfigurasi ulang sistem untuk mencegah pelanggaran yang sama terjadi lagi. Gokil kan?

Anti-Pattern: Pelanggaran yang Terstruktur

Kita sekarang masuk ke artikel pendukung pertama, Awad & Weske (2009). Mereka membahas anti-pattern, yaitu pola pelanggaran yang sering banget muncul. Bayangin gini:

Kamu punya kebiasaan buruk, misalnya tidur malam terus telat bangun pagi. Itu anti-pattern dalam hidup kamu.

Nah, dalam proses bisnis, anti-pattern ini bikin eksekusi proses nggak sesuai aturan. Awad & Weske punya trik keren: mereka pakai BPMN-Q queries untuk mendeteksi di mana sih anti-pattern itu terjadi. Dan bagian yang melanggar bakal langsung dikasih tahu ke user.

Ini kayak teman yang langsung bilang, "Eh, lo salah jalan tuh, balik lagi ke rute yang bener!"

Menangani Penyimpangan secara Otomatis

Selain mendeteksi pelanggaran, ada artikel pendukung kedua dari Awad, Smirnov, & Weske (2009). Mereka nggak cuma fokus mendeteksi, tapi juga bagaimana cara menyelesaikan pelanggaran secara otomatis. Wah, keren banget, kan? Mereka mengelompokkan pelanggaran ke dalam berbagai tipe dan menawarkan strategi resolusi berdasarkan konteks.

Jadi, misalnya:

  • Pelanggaran Ringan: Solusi sederhana, kayak "tambah satu langkah di proses."
  • Pelanggaran Berat: Mungkin butuh intervensi manusia, atau bahkan perombakan besar-besaran.

Intinya, nggak semua penyimpangan harus dianggap serius, ada yang bisa di-fix otomatis.

Runtime Compliance Monitoring: Si Penjaga Malam Digital

Kita lanjut ke artikel pendukung ketiga, Awad dkk. (2015), yang ngebahas runtime compliance monitoring. Ini kayak security guard digital yang ngecek proses bisnis real-time. Jadi kalau ada pelanggaran, mereka langsung kasih tahu.

Mereka pakai teknologi keren bernama Complex Event Processing (CEP) yang bikin sistem langsung bereaksi kalau ada yang salah.

Bayangin aja, misalnya, ada karyawan yang coba ngelakuin proses nggak sesuai SOP. Sistem langsung kasih alarm, "Hei, ada yang nggak bener nih!"

Oke, sampai di sini dulu ya. Santai dulu, ngopi-ngopi, lalu kita lanjut lagi ngobrolin bagaimana sistem ini membantu perusahaan untuk tetap patuh tapi tetap fleksibel.

Mengubah Penyimpangan Menjadi Keunggulan Kompetitif

Setelah kita ngobrolin soal mendeteksi dan memperbaiki pelanggaran, sekarang saatnya bahas bagaimana penyimpangan bisa dimanfaatkan untuk menciptakan keunggulan kompetitif. Jangan cuma fokus sama kepatuhan aja, tapi lihat juga peluang kreatif di dalam penyimpangan!

Penyimpangan Kreatif: Kapan Melanggar Justru Jadi Inovasi?

Bayangkan kamu adalah manajer di sebuah perusahaan logistik. Suatu hari, salah satu tim lapangan memutuskan untuk memodifikasi rute pengiriman karena jalan utama macet. Secara teknis, mereka melanggar SOP. Tapi ternyata, keputusan itu bikin pengiriman jadi lebih cepat!

Inilah yang disebut sebagai penyimpangan kreatif. Ada kalanya penyimpangan yang dilakukan dengan tujuan baik bisa menghasilkan:

  • Efisiensi yang lebih tinggi
  • Pengalaman pelanggan yang lebih baik
  • Inovasi proses bisnis

Di sini, perusahaan bisa menerapkan strategi yang disebut Double-Loop Learning. Alih-alih langsung memperbaiki pelanggaran, mereka bertanya:

"Kenapa pelanggaran ini terjadi? Apakah ini menunjukkan bahwa SOP kita sudah ketinggalan zaman?"

Transformasi Melalui Continuous Improvement

Artikel utama Dunzer dkk. menyebutkan bahwa perusahaan yang ingin bertahan di era digital perlu melakukan transformasi digital yang berkelanjutan. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan insight dari penyimpangan untuk terus meningkatkan proses bisnis.

Contoh nyata:

  • Amazon awalnya punya SOP yang sangat ketat dalam pengiriman. Tapi mereka juga mengadopsi penyimpangan kreatif dari para kurir untuk memperbaiki sistem logistik mereka.
  • Netflix sering mengabaikan aturan lama dalam distribusi konten, yang akhirnya memungkinkan mereka mendominasi industri streaming.

Jadi, jangan buru-buru menghapus penyimpangan. Analisis dulu, siapa tahu itu adalah peluang emas untuk inovasi!

Sistem Adaptif: Memadukan Kepatuhan dan Fleksibilitas

Gimana caranya perusahaan bisa tetap patuh pada aturan, tapi tetap fleksibel menghadapi perubahan? Jawabannya adalah dengan membangun sistem adaptif. Sistem ini dirancang untuk:

  1. Mendeteksi pelanggaran secara otomatis.
  2. Menganalisis konteks pelanggaran.
  3. Memutuskan apakah pelanggaran tersebut perlu diperbaiki atau diadopsi sebagai inovasi.

Teknologi yang Mendukung Sistem Adaptif

Beberapa teknologi yang bisa mendukung sistem ini antara lain:

  • Machine Learning: Untuk mempelajari pola pelanggaran dan memberikan rekomendasi otomatis.
  • Business Process Management (BPM): Untuk memodifikasi proses bisnis secara cepat dan efisien.
  • Complex Event Processing (CEP): Untuk memantau pelanggaran secara real-time.

Dengan kombinasi teknologi ini, perusahaan bisa punya sistem yang bukan cuma memantau dan memperbaiki, tapi juga beradaptasi secara otomatis.

Pelanggaran Itu Tak Selalu Buruk

Penyimpangan dalam proses bisnis memang sering dianggap sebagai ancaman, tapi kalau kita bisa melihatnya dari perspektif yang berbeda, penyimpangan bisa menjadi peluang untuk inovasi. Kuncinya adalah:

  1. Identifikasi penyimpangan dengan cepat.
  2. Analisis apakah penyimpangan tersebut memberikan nilai tambah.
  3. Adopsi atau perbaiki sistem sesuai kebutuhan.

Perusahaan yang bisa mengelola penyimpangan dengan baik bukan hanya akan menjadi lebih efisien, tapi juga lebih kompetitif di pasar.

Sekarang saatnya kamu mempraktikkan ini di perusahaanmu atau dalam penelitianmu!
Punya pertanyaan lagi? Atau butuh penjelasan lebih lanjut tentang model ini?

Referensi:

Artikel utama:

Dunzer, S., Liessmann, A., Stierle, M., & Matzner, M. (2024). Conceptualizing business process violations.

Artikel pendukung:

Awad, A., & Weske, M. (2009, September). Visualization of compliance violation in business process models. In International Conference on Business Process Management (pp. 182-193). Berlin, Heidelberg: Springer Berlin Heidelberg.

Awad, A., Smirnov, S., & Weske, M. (2009). Towards resolving compliance violations in business process models. GRCIS. ceur-ws. org.

Awad, A., Barnawi, A., Elgammal, A., Elshawi, R., Almalaise, A., & Sakr, S. (2015, April). Runtime detection of business process compliance violations: an approach based on anti patterns. In Proceedings of the 30th Annual ACM Symposium on Applied Computing (pp. 1203-1210).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun