Di dunia nyata, data warehouse pasif hanya menyimpan data dan membiarkan pengguna atau analis yang harus repot mencari informasi dan mengambil keputusan sendiri. Namun, Active Data Warehouse mengubah permainan. Konsep ini menambahkan semacam "otak" ke data warehouse, sehingga ia bisa mengambil peran lebih aktif dalam membantu pengambilan keputusan.
Bagaimana caranya? Dengan menambahkan rules atau aturan yang otomatis aktif saat kondisi tertentu terpenuhi. Misalnya, Active Data Warehouse ini bisa mengirimkan peringatan otomatis kalau ada penurunan penjualan produk tertentu atau kalau ada lonjakan jumlah pelanggan dalam waktu singkat. Aturan-aturan ini menggunakan struktur ECA, yaitu Event-Condition-Action, atau peristiwa-kondisi-aksi. Misalnya, jika event tertentu terjadi (penurunan penjualan), lalu kondisi tertentu terpenuhi (penjualan turun di bawah target), maka action dilakukan (misalnya peringatan otomatis dikirim ke manajer pemasaran).
Jadi, Active Data Warehouse ini bisa dibilang seperti asisten digital yang tahu kapan harus mengingatkan kita tanpa perlu disuruh. Bahkan, ia bisa melakukan analisis sederhana sendiri sebelum memberi tahu hasilnya kepada tim. Bayangkan betapa hematnya waktu kalau tidak perlu menganalisis semuanya secara manual! Inilah yang membuat Active Data Warehouse sangat cocok untuk perusahaan yang punya alur data dan pengambilan keputusan yang kompleks.
Desain Konseptual, Normalisasi Multidimensi, dan Warehouse Aktif - Trio Masa Depan Data
Setelah mengenal ketiga pendekatan ini -- desain konseptual, normalisasi multidimensi, dan active data warehouse -- mari kita rangkum cara mereka bekerja bersama-sama. Bayangkan skenario berikut: Anda punya toko pakaian yang datanya menyimpan berbagai informasi pelanggan, penjualan, dan stok barang. Anda ingin menggunakan data ini untuk strategi pemasaran dan pengambilan keputusan, dan Anda tidak mau buang waktu berurusan dengan data yang tumpang tindih atau tidak teratur.
Desain Konseptual: Langkah pertama, kita menggunakan desain konseptual yang diusulkan Husemann dan tim untuk mengonversi data operasional menjadi data warehouse. Ini seperti menyusun rencana tata letak lemari dari awal -- memilih apakah akan menggunakan skema bintang atau skema kepingan salju, dan memastikan semua data dari berbagai sumber bisa masuk dalam satu pola yang logis.
Normalisasi Multidimensi: Setelah punya desain dasar, kita beralih ke teori multidimensional normal forms milik Lechtenbrger dan Vossen. Tujuannya adalah memastikan data diatur dengan baik tanpa redundansi, lengkap, dan dapat diringkas dengan mudah. Ibaratnya, ini adalah tahap di mana kita memastikan lemari sudah tertata sedemikian rupa sehingga bisa mengakomodasi tren musim baru tanpa perlu mengganti seluruh isi lemari.
Active Data Warehouse: Dengan struktur yang sudah rapi dan siap untuk diakses kapan pun, kita bisa menambahkan aturan-aturan aktif ala Thalhammer dkk. di dalamnya. Aturan ini memungkinkan data warehouse kita untuk memberi notifikasi dan membantu pengambilan keputusan secara otomatis saat kondisi tertentu terjadi.
Kombinasi dari ketiga pendekatan ini adalah masa depan yang ideal untuk data warehouse yang tidak hanya rapi dan fungsional, tapi juga cerdas dan interaktif. Data warehouse tak lagi sekadar penyimpanan data, melainkan bagian aktif dari tim pengambilan keputusan.
Menghadapi Tantangan dalam Desain Data Warehouse -- Harus Sabar dan Teliti!
Membuat data warehouse yang baik bukan sekadar "ambil data, masukkan, selesai!" Seperti yang telah dijelaskan oleh Husemann dan kawan-kawan, proses ini penuh tantangan. Ada berbagai keputusan yang harus diambil saat mendesain data warehouse: dari memilih model data multidimensi, hingga mengelola data yang beraneka ragam dari sumber yang berbeda-beda.