Diskursus Voluntarisme
Wilson dan Musick mendefinisikan relawan sebagai seseorang yang menyumbangkan tenaga, waktu, dan lainnya tanpa berpikir untuk mendapatkan keuntungan finansial dari kegiatan tersebut (Musick&Wilson, 2008). Dalam pengertian yang lebih lengkap kerelawanan disebut juga sebagai aktivitas yang tentunya sukarela, berkelanjutan, terencana, perilaku yang meningkatkan kesejahteraan orang asing, tidak menerima kompensasi finansial, dan biasanya terkait dengan organisasi.
Pada waktu diperingati sebagai tahun kesukarelawanan di 2001, PBB mengeluarkan indikator untuk mendefinisikan kerelawanan. Indikator tersebut adalah pertama dilakukan atas kemauan sendiri, kedua, tidak dilakukan untuk keuntungan finansial, dan ketiga, membawa manfaat untuk pihak ketiga (Dingle, 2001: 11). Dalam hal ini relawan yang dibayar sebagai ganti rugi (reimbersmen) tetap masuk relawan, asalkan hal tersebut bukan merupakan paksaan.
Gerakan Perempuan seperti Jakarta Feminis sendiri memberikan reimbursemen pada relawan yang bekerja ataupun ditugaskan ke daerah-daerah  pelosok dan terpencil. Meski mendapat reimbursemen, mereka bukanlah pekerja sosial.Â
Konsepnya berbeda, pekerja sosial adalah orang yang memang melakukan pekerjaan sebagai relawan dengan motif bekerja misalnya mendapatkan uang, tetapi relawan tidak demikian, ketulusan mereka dalam membantu seringkali dianggap sebagai pembeda diantara keduanya.Â
Seperti yang disampaikan oleh Cuskelly, McIntyre dan Boag bahwa relawan berbeda dengan karyawan, meski sama-sama memiliki tanggung jawab pada organisasi, perbedaan tersebut adalah dari nilai yang menjadi motif  relawan tersebut, nilai akan membentuk komitmen relawan lebih tinggi dibanding karyawan (Cuskelly&Boag, 1998).
Gerakan Perempuan
Gerakan perempuan menginginkan perubahan pada sistem sosial yakni gender equality dan merubah kultur patriarki. Sebagian ilmuwan sosial juga melihat bahwa relawan adalah aktivis, karena misalnya di dalam Gerakan Perempuan, kerelawanan mereka adalah melakukan sosialisasi gender mainstreaming, penyadaran  dan gender equality dan penghapusan sistem budaya patriarki. Aktivis perempuan juga dapat melakukan advokasi atau pendampingan dalam hal kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan fisik, bullying , body shaming dan kekerasan simbolik.
Berkembangnya Gerakan perempuan ataupun aktivis perempuan dilatarbelakangi oleh konteks absen atau kurangnya peran pemerintah dalam melakukan tugasnya, sehingga perlu bantuan masyarakat sipil. Â
Dalam hal ini Gerakan Perempuan tidak memiliki tujuan politik praktis, seperti memenangkan pemilu---tetapi dalam jangka panjang gerakan ini juga tidak menolak bahwasannya kedepan, relawan yang menjadi alumni bekerja di pemerintahan atau bahkan pemimpin bangsa. Mereka pun mengkhendaki perubahan besar di dalam sistem pememerintahan terutama terkait kebijakan yang ramah gender.
Pada masa pandemic covid-19, Gerakan perempuan juga lebih menekankan pada program yg bersifat memberikan bantuan pelayanan, baik di bidang kesehatan, ekonomi dan pendidikan bagi kaum perempuan pencari nafkah yg terimbas dampak dari pandemi. Perempuan pencari nafkah ini salah satunya adalah driver online yang sangat terkena dampak dari pandemic covid-19.Â