Berbicara tentang Pulau Sumba berarti kita berbicara tentang destinasi fanorama alamnya yang begitu indah. Pulau sumba merupakan salah satu pulau yang terbentang luas di Selatan Indonesia tepatnya di Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Keindahan pulau sumba sudah tercatat dalam sejarah dunia, dimana di Tahun 2019 Pulau sumba terpilih menjadi pulau terindah nomor satu di dunia menurut majalah Jerman. Bukan hanya itu keunikan lain yang tak habis di pikir ternyata hotel termahal di dunia ada juga di pulau Marapu ini yaitu hotel Nihi Watu yang harganya semalam aja paling murah Rp 75.000.000. Woow bagi saya Rp 75 juta ini sudah membangun satu rumah lho. Hehehe
Pulau di timur Indonesia yang di juluki dengan negeri sandelwood ini dikenal akan keindahan alamnya, tidak hanya pantai tapi pulau Sumba memiliki keunikan alam meliputi air terjun, padang savana dan perbukitan. Keindahan alamnya, Sumba sudah dikenal oleh para wisatawan . Di sini, hamparan padang rumput dan perbukitan batu kapur memberi nuansa tersendiri.
Untuk ke sumba ada dua jalur penghubung yaitu udara dan laut, Â kalau lewat udara ada dua bandara penghubung yaitu bandar udara tambokaka dan bandar udara waingapu. Kalau lewat laut pelabuhan penghubung yaitu pelabuhan waingapu dan pelabuhan waikelo.
Sejak itu, kami berempat , yaitu saya sendiri, Brayan, Zyainul, dan bung Irwan,  hendak ke sumba dari pelabuhan surabaya dengan kapal egon tujuan waingapu. Dua hari dua malam  kami bersama dalam kapal dengan banyak cerita tentang Pulau Sumba,  ke dua teman kami asal jawa sungguh tidak sabar lagi secepatnya tiba di pulau sumba untuk menikmati destinasi alam sumba yang selama ini mereka lihat di sosial media, setiba di pulau sumba pada tanggal 21 Februari 2020 pukul 16.58 wita kami langsung beranjak lagi ke penginapan karena hari sudah malam.
Keesokan harinya tepat di jam 10.00 wita kami berajak ke pantai walakiri -Waingapu Sumba Timur untuk berfoto namun hasilnya tidak sesuai dengan harapan karena airnya lagi naik dan tempat berfotopun tergenang oleh air laut, sedikit tidaknya kami kecewa tetapi sebenarnya waktu sorelah yang pas untuk berfoto di pantai ini, Â dimana airnya sudah surut dan sunset pun tiba, kami salah waktu lho... Hehehe
namun bukan hanya itu saja ternyata masih ada tempat yang searah dengan pantai walakiri yaitu bukit tanau sekitaran memakan waktu kurang lebih 30 menit dari walakiri
 Setibanya di bukit tenau kami sedang berfoto ria beberapa menit saja kami di landa hujan. Wah wah, ini adalah hari yang kurang bersahabat, tetapi tenang saja walaupun begitu kami tetap senang menikmati destinasi bukit tenau yang membuat kami ingin berama-lama untuk berfoto,  anginnya yang begitu kencang dan rumputnya yang hijau membuat bukit tersebuat menarik perhatin para wisatawan . Oke, Lanjut pada perjalanan kami di seputar bukit tanau.Â
Profil Bukit Tanau baru saya kenal ketika bersama tiga sahabat di antarnya dua teman yang di kenal pertama kali waktu di pelabuhan Surabaya yang hendak berliburan ke pulau sumba, dan teman lain yang satunya merupakan teman saya dari Anakalang tidak ada lain lagi dia adalah teman GMKI Cabang Tambolaka . Ini adalah hari yang sangat menyenangkan bagiku. Â
Jam 12.45 wita pun kami kembali ke penginapan di waingapu untuk bergegas barang bawaan kami karena pada jam 04.00 sore kami pun akan beranjak lagi ke sumba barat daya untuk keesokannya jalan-jalan lagi ke beberapa tempat wisata yang ada di  kabupaten Sumba barat daya.
Masih di seputaran Sumba Timur, lagi-lagi dalam perjalanan ke Sumba Barat Daya yang di selubungi awan hitam dan rintikan hujan yang sedikit menganggu konsentrasi kami namun sebuah momen yang tidak ingin kami lewatkan adalah meluangkan sedikit waktu untuk berhenti sejenak di Bukit padang Savana yang di kenal dengan nama Bukit Wairinding untuk berfoto ria, wah ternyata bukit Wairinding ini begitu menampilkan keindah rerumputan yang hijau ibarat sosok seorang bidadari yang jatuh dari surga, tak salah lagi kalau banyak wisatawan yang datang ke sini karena keindahan Bukit Warinding mempunyai pesona yang tidak diragukan lagi ,dan mempunyai  hamparan padang savana yang memanjakan mata.  Tepat pada jam 11.47 malam kami pun tiba di Poma, Kabupaten Sumba Bara Daya,  di sini tempat kami beristrahat dan tidur.
Minggu, Â 24 Februari 2020, jam 10.19 pagi pun kami melanjutkan perjalanan menjelajah wisata yang ada di sumba barat daya namun kami tidak luput dari hujan, Â untungnya kami dengan hmobil jadi perjalanannyapun aman dan nyaman. Cerita di hari minggu ini di awali dari Danau weekuri.Â
Danau Weekuri  merupakan danau yang sangat unik dibandingkan dengan danau-danau yang lain, karena kandungan air pada Danau Weekuri ini  asin. Hal ini disebabkan karena danau ini terbentuk dari percikan air laut yang menembus batu karang sehingga membentuk sebuah keunikan tersendiri. Rupanya nama Weekuri sendiri berasal dari bahasa Sumba yang artinya air percikan.
Danau ini di batasi oleh tebing karang dengan lautan lepas, hal  ini yang membuat danau ini semakin terlihat seperti sebuah kolam raksasa, dengan bibir danau yang dihiasi hamparan pasir putih serta batuan dan tumbuhan hijau pun turut mempercantik pemandangannya. Keindahan danau weekuri ini bagaikan surga kecil orang sumba. Selain keindahan pantai dan danau Weekuri juga merupakan pusat ole-ole dimana pengunjung bisa melihat dan memilih langsung tenunan asli Sumba yang meliputi kain, sarung dan selendang yang bisa dijadikan bahan pakaian dan juga sebagai souvenir bagi keluarga dan atau orang special.
Perjalanan pun di lanjutkan ke Kampung Adat Rategaro. Rategaro berasal dari bahasa kodi  "Rate" berarti kuburan dan "Garo" merupakan penduduk awal yang menempati tempat ini. Nama tersebut bukanlah nama biasa tetapi nama tersebut lahir karena terjadi perang suku pada jaman dulu jadi saat perang antar suku, kampung ini berhasil direbut dari suku Garo dan korban yang kalah perang dikubur di kubur batu, maka kampung ini hingga saat ini di sebut kampung rategaro. Rupanya  kampung Adat Rategaro ini terletak di pinggir pantai dengan pasir putih yang sangat indah dan air laut yang biru yang sangat jernih dan tempatnyapun  tenang dengan ombaknya yang aduhai membuat kami seakan lupa waktu pulang..heheehe . Selain itu orang Sumba yang notabennya asli orang situ sudah menyiapkan kuda untuk di naik di pinggir pantai, bagi pengunjung yang ingin tunggang kuda,  sekali naik bayar Rp.  10.000 untuk foto yang latarnya rumah adat dan pasir putih yang di sertai air laut..  Wah wah unik nggak menurut kalian ....?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H