Menimbang bahwa dalam Undang-undang Merek tidak memberikan penjelasan tentang siapa yang dimaksud oleh pihak ketiga yang berkepentingan tersebut, namun menurut hemat majelis yang dimaksudkan dengan pihak ketiga yang berkepentingan adalah pihak-pihak yang apabila merek yang telah terdaftar tidak digunakan menjadi dirugikan/menutup haknya untuk menggunakan merek tersebut;
Khusus di Indonesia, menurut Pasal 74 ayat (1), merek terdaftar yang tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir, maka merek tersebut dapat dihapus;
Prinsip dan ketentuan hukum yang berlaku di atas menunjukkan bahwa hak atas suatu merek tidak bersifat reservasi, dalam arti tidak sekedar terdaftar hanya karena memenuhi syarat dan ketentuan untuk didaftar. Setelah terdaftar, suatu merek harus secara nyata dipergunakan dalam kegiatan perdagangan barang/jasa. Apabila tidak, merek demikian berisiko dapat digugat untuk dihapus;
Ketentuan 3 (tiga) tahun memberi kesempatan bagi pemilik merek untuk menggunakan mereknya dalam perdagangan barang dan/atau jasa sesuai dengan tujuan pada saat pengajuan pendaftaran mereknya. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis :
- "Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik Merek yang terdaftar untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri mereknya atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.".
Selain untuk melindungi kepentingan pemohon yang memiliki itikad baik, prinsip merek terdaftar wajib digunakan juga untuk menghindari pengajuan pendaftaran yang bertujuan menghalangi pihak yang berkepentingan untuk mendaftarkan suatu merek agar dapat menggunakannya dalam perdagangan barang dan/atau jasa.
Yang dimaksud dengan "pemakaian terakhir" atau "penggunaan terakhir", menurut Prof. Rahmi Jened dalam bukunya Hukum Merek (Trademark law): Dalam Era Global dan Integrasi Ekonomi, hal. 305 menyatakan bahwa: "seharusnya "non-use" harus dihitung 3 (tiga) tahun dari pemakaian terakhir penggunaan merek dalam perdagangan barang dan/atau jasa. Namun dalam praktek hal ini tidak dipahami secara benar oleh penegak hukum";
Pembuktian tentang "pemakaian terakhir" atau "penggunaan terakhir", tidak diatur mekanisme dalam UU Merek DIG No. 20 Tahun 2016, dan hal ini diserahkan kepada praktek peradilan melalui Putusan_Putusan pada tingkat Pengadilan Niaga atau Mahkamah Agung R.I. Dan Mahkamah Agung R.I. dalam Putusannya  No. 646 K/Pdt.Sus-HKI/2021, Tanggal 07 Juni 2021, mensyaratkan dalam Gugatan Penghapusan haruslah disertai dengan Survey yang dilakukan oleh Lembaga Survey yang valid dan dapat dipercaya, selengkapnya kaidah hukum dimaksud dikutip sebagai berikut:
Bahwa Penggugat dalam gugatannya mendalilkan, bahwa secara faktual Tergugat tidak pernah menggunakan merek terdaftar milik Tergugat tersebut untuk suatu barang dan/atau memproduksi dan/atau memperdagangkan/menjual produkproduk dengan menggunakan merek terdaftar milik Tergugat selama 3 (tiga) tahun berturut-turut atau lebih dalam perdagangan barang dan/atau jasa yakni sejak tanggal pendaftaran (in casu tanggal 27 April 2016) hingga gugatan aquo diajukan dan didaftarkan oleh Penggugat ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (in casu tanggal 21 September 2020);
Bahwa akan tetapi Penggugat tidak mendukung dalilnya dengan bukti dan hasil investigasi Penggugat berupa hasil survey yang membuktikan bahwa merek tersebut tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau sejak pemakaian terakhir dari beberapa kota di Indonesia dan dari lembaga survey yang valid dan dapat dipercaya, serta hasil investigasi Penggugat haruslah dapat dibuktikan secara nyata di dalam persidangan;
Dengan demikian kehadiran lembaga survey sangat dibutuhkan oleh pihak-pihak yang ingin mengajukan Gugatan Penghapusan oleh Pihak Ketiga yang berkepentingan , dengan persyaratan antara lain bergerak di bidang perusahaan penyedia jasa investigasi, survey pasar dan semacamnya yang menyediakan layanan investigasi dan pemantauan produk untuk menentukan ada tidaknya produk yang akan dihapus di pasaran Indonesia. PT. Integrity Indonesia (https://www.integrity-indonesia.com/), telah hadir memberikan solusi untuk kebutuhan survey pasar, ini tercermin dalam Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 62/Pdt.Sus-Merek/2022/PN.Niaga.Jkt.Pst, tanggal 01 November 2022 yang telah berkekuatan hukum tetap (merek KYEC) maupun dalam Putusan Pengadilan Niaga Surabaya No. No. 1/Pdt.Sus-HKI/Merek/2023/PN. Niaga.Sby.tertanggal 21 Agustus 2023 yang telah berkekuatan hukum tetap (merek BABON).
Gugatan penghapusan merek terdaftar dapat dilakukan oleh pemilik merek, Menteri dan juga pihak ketiga. Kualifikasi pihak ketiga yang dapat mengajukan gugatan penghapusan merek adalah pihak-pihak lain selain pemilik merek atau Menteri, baik perseorangan, beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum yang memiliki kepentingan langsung yang diakui secara hukum, bukan hanya sekedar kemungkinan manfaat yang berhubungan dengan uang. Selain mempunyai suatu kepentingan, pihak ketiga juga harus beritikad baik yang berarti tidak meniru, tidak menjiplak atau tidak mengikuti merek pihak lain yang akan dihapuskan demi kepentingan usahanya sehingga akan mengakibatkan kondisi persaingan sehat, tidak mengecoh, atau tidak menyesatkan konsumen nantinya.