Mohon tunggu...
Indrayanti Pangastuti
Indrayanti Pangastuti Mohon Tunggu... Lainnya - ASN

Pekerja keras, pekerja keuangan, pemerhati lingkungan, penyuka kopi, suka melukis , menulis dan jalan jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bukit Teletubbies yang Terbakar Demi Konten, Fotografer Kebanyakan Gaya Bukan Cuan Malah Musibah, Siapa yang Salah?

17 September 2023   17:38 Diperbarui: 17 September 2023   18:02 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.cnnindonesia.com/nasional

Kejadian terbakarnya Bukit Teletubbies baru baru ini menghenyakkan kita. Di saat  dunia tengah meributkan kondisi  pemanasan global,  berita kebakaran bukit yang fenomenal ini tentunya mengejutkan. Pikiran positif tentang terbakarnya karena panasnya matahari ternyata dipatahkan dengan berita penyebab kebakaran karena flare dari sesi foto  prewedding.  Gubrak, rasanya.

Kurang panas apa dunia ini? 

Foto prewedding mulai terkenal di era tahun 2000 an. Pada mulanya foto prewedding hanyalah foto sepasang laki-laki dan perempuan untuk dipajang dalam resepsi pernikahan. Dalam perkembangannya foto prewedding menjadi ajang dalam menampilkan identitas dari pasangan tersebut.

Konstruksi identitas pada foto prewedding menjadi fenomena bukan semata karena kepentingan pasangan tetapi juga pihak-pihak lain  seperti fotografer atau event organizer.

Perubahan signifikan ini dipicu oleh kemudahan dan ketersediaan akses terhadap internet. Teknologi media digital yang sebelumnya sulit diakses kini tersedia untuk banyak orang dan memungkinkan mereka untuk aktif berpartisipasi dalam kreasi konten, berbagi, dan berinteraksi hingga hal yang patut dijual di seluruh dunia.

Menurut laporan Smart Insights dari Inggris, pada awal 2022 ini 4,6 miliar orang di dunia menggunakan media sosial atau lebih dari separuh populasi dunia (58,4%) dan 424 juta dari angka tersebut adalah pengguna media sosial yang baru saja bergabung dalam 12 bulan terakhir. Rata-rata dari mereka menghabiskan waktu sekitar dua setengah jam setiap hari untuk mengkonsumsi media sosial.

Indonesia tercatat sebagai pengguna media sosial ke-4 terbesar setelah China, India dan Amerika pada tahun 2021. Lebih dari 193 juta warga Indonesia menggunakan berbagai platform media sosial untuk berkomunikasi, menurut data yang dikumpulkan oleh Statista, perusahaan Jerman yang bergerak dalam bidang statistik data konsumen dan pemasaran.

Netizen Indonesia merupakan pasar  paling empuk yang menjanjikan bagi  penggiat  bidang jasa maupun barang. 

Termasuk dalam jasa bidang fotografi, dari foto bayi, foto wisuda, foto acara keluarga sampai dengan foto perkawinan.  Maraknya foto jalan jalan dan foto prewedding, memudahkan buat konsumen yang ingin memiliki foto konten bak selebritis, tanpa perlu repot repot bawa kamera. Jadi konsumen lebih fokus di jalan jalannya, tinggal fotografer yang sibuk mengarahkan. Apalagi kalau fotografernya pengalaman, tinggal pasang gaya trus cekrek, sudah jadi foto yang layak tayang di media sosial. Enak kan.

Banyak penggemar fotografi yang berpikir bahwa menjadi fotografer profesional cukup dengan berlatih dan meningkatkan skill memotretnya saja. Ribuan jam mereka habiskan untuk mempelajari berbagai teknik dan trik yang diajarkan para fotografer senior. Kemudian mereka mencoba meniru dengan mempergunakan model dan mencoba gaya yang sama. Ditambah lagi dengan dihabiskannya ratusan jam lagi untuk belajar mengedit agar fotonya semakin memukau.

Tetapi, apakah setelah semua itu dilakukan, maka mereka langsung berubah menjadi fotografer profesional?

Jawabannya adalah tentu tidak.

Skill apa yang harus dimiliki selain memotret?

Sederhana saja. Karena intinya adalah profesi/pekerjaan, dan menghasilkan uang, maka untuk menjadi fotografer profesional, seseorang harus berpikiran ala pengusaha. Karena memang poinnya bersinggungan dengan dunia bisnis.

Selain teknik fotografi yang harus dikuasai, ada hal hal lain yang perlu diperoleh seorang fotografer, salah satunya adalah etika dan jam terbang.  Semakin banyak jam terbang  seorang fotografer, pastinya semakin beretika dan lebih profesional.

Dengan adanya batasan-batasan  di atas maka kita dapat mengetahui, kapan kita bisa melakukan pemotretan yang nantinya dapat kita siarkan kepada publik.

Gedung tertentu walaupun milik umum seperti gedung DPR ,MPR , Pemda dan Rumah sakit dengan pengecualian, juga untuk markas militer dan penjara juga tempat wisata seperti Bromo. Rumah sakit tentunya punya aturan khusus, kita dapat membuat berita bergambar tapi setelah itu haruslah dicek dulu apakah ada orang dalam gambar apakah mereka pasien apakah pasiennya teridentifikasi.

Ruang sidang DPR ataupun sidang MPR sudah pasti milik umum tapi di sana punya aturan khusus, misalnya kamera televisi boleh masuk tapi fotografer tidak diijinkan ikut sidang regular. Biasanya fotografer diizinkan pada sesi-sesi tertentu seperti pembukaan sidang.

Begitupun wilayah wisata terbuka untuk umum termasuk buat foto foto konten. Banyaknya pasangan yang memanfaatkan tempat wisata untuk  foto prewedding, beberapa tempat wisata memberlakukan ketentuan khusus seperti izin dan tarif yang cukup mahal. Dengan maraknya permintaan foto prewedding, hal seperti itu sudah sangat dimaklumi.  Sebagai pengguna atau sebagai  event organizer yang bijak, belajar tentang demografi  alam, udara panas, rumput yang kering, sepatutnya kita paham ada aturan yang tidak tertulis atas bahaya api. Tidak hanya berpikir tentang cuan, tapi juga keamanan dan keselamatan. 

Dalam ruang ruang publik, seringkali kita menemukan sebuah stiker pengumuman bergambar kamera yang disilang, yang artinya ada kebijakan untuk tidak memotret. Sudah selayaknya kita mematuhi larangan tersebut. 

Dalam sebuah artikel yang dibuat oleh Kartika Sari Yudaninggar, mengungkapkan beberapa etika dalam fotografi. Dalam artikelnya Kartika Sari Yudaninggar menuliskan, dalam dunia fotografi, etika masih menjadi bahan diskusi yang menarik. Para fotografer belum memiliki kode etik yang tertulis secara formal, kecuali bagi mereka yang berkecimpung sebagai  fotografer jurnalistik.   Namun, meski demikian setiap fotografer harus tetap memperhatikan dan menghormati nilai-nilai etika yang ada di tengah masyarakat. 

Tulis Kartika Sari pula, etika dalam foto jurnalistik secara internasional diatur dalam the National Press Photographers Association'sCode of Ethics, yang di dalamnya berisi mengenai petunjuk hal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam pengambilan gambar foto jurnalistik. Pengambilan foto di beberapa area tertentu harus memperhatikan aturan dan etika yang berlaku.

Jadi, menjadi seorang fotografer yang profesional, apalagi untuk foto prewedding, sang fotografer maupun event organizer setidaknya harus mempersiapkan 3 ( tiga ) dokumen yang harus diserahkan kepada klien. Satu surat izin dari pihak event organizer ke manajemen lokasi foto. Surat izin dari klien ke manajemen lokasi foto, dan itu harus ditandatangani dan rangkap dua. Dan satu berkas berisi  surat perjanjian antara fotografer  dan klien yang wajib diketahui oleh penanggung  jawab lokasi foto.

Surat perjanjian dan ketentuan tersebut sudah menjadi hal yang biasa dilakukan dalam bisnis, terutama bisnis jasa . Bisnis pesan kirim kue ulang tahun saja ada perjanjian ketentuan yang berlaku kok, masa ini tidak ?

Surat surat tersebut harus berisi hak dan kewajiban pengelola, event organizer dan klien, termasuk di dalamnya kewajiban fotografer untuk menjunjung tinggi kerahasiaan dan hak foto yang dimiliki oleh klien.

Itulah fotografer profesional, setidaknya menurut saya. Bukan sekedar bisa memotret dengan baik dan menghasilkan foto yang bagus saja. Jelas juga bukan karena merek atau harga kamera atau lensanya saja. Juga bukan sekedar mencari cuan atau konten semata.

Butuh lebih dari itu untuk bisa menjadi fotografer profesional.

Seorang fotografer yang profesional, sama seperti profesi lainnya yang terikat perjanjian kode etik. 

Semoga tidak terulang lagi tragedi Bukit Teletubbies atau lokasi lain yang terbakar karena lalainya seorang fotografer.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun