Selain itu, J.S. von Dacre menambahkan, tekanan dari lingkungan sekitar, trauma di masa lalu, pikiran negatif dan ekspektasi yang tinggi terhadap orang lain juga bertanggungjawab atas kondisi ini
Dalam sebuah penelitian psikologi terhadap puluhan peserta yang terdiri dari 50  orang laki laki dan perempuan dari berbagai latar belakang melakukan wawancara yang  dibuat sevariatif mungkin.
Para peserta ini dihadapkan oleh para pewawancara yang disetel memiliki  posisi dan jabatan yang berbeda beda yaitu lebih tinggi,  sama dan yang lebih rendah dari para peserta. Pewawancara diperkenalkan dan diberi setelan sesuai dengan posisinya masing masing. Pewawancara yang lebih dominan memiliki penampilan yang lebih mahal, titel yang banyak, dan pengalaman yang lebih beragam  dibandingkan peserta. Pewawancara yang netral memiliki penampilan yang sama, titel dan jabatan yang sepadan  dengan peserta, dan terakhir pewawancara yang lebih rendah dibuat dengan penampilan yang sederhana dan jabatan yang lebih rendah dari peserta.
Perbedaan yang muncul  ditemukan pada respon peserta, jika posisi peserta dirasa sama dengan pewawancara, maka peserta akan memberikan nada rendah. Peserta yang memiliki harga diri yang tinggi akan memberikan nada suara yang stabil atau konstan,  menyiratkan bahwa ada hubungan antara persepsi diri terhadap status sosial dan perilaku terhadap orang lain saat diwawancara.
Semakin seseorang menjadi dominan, semakin tidak perlu khawatir soal dominasi orang lain. Nada suara peserta bisa menjadi netral dan biasa saja. Jadi, peserta dapat  ngomong sesukanya. Di waktu yang sama, semakin peserta  merasa lebih tinggi dan dominan dari pewawancara, nada suara semakin rendah, semakin santai dan rileks,  yang membuat para peserta  beralasan orang-orang akan lebih memerhatikannya.
Ketika peserta diwawancara oleh orang yang  dominan , orang yang memiliki penampilan yang mahal, titel yang banyak dan jabatan yang lebih tinggi ,  suara peserta  menjadi lebih tinggi.
Diperoleh beberapa kesimpulan. Ternyata perbedaan nada suara disebabkan karena masalah dominasi  perbedaan status sosial peserta. Temuan-temuan lain seperti dengan pertanyaan yang intimidatif,  menunjukkan  peserta merubah  suara untuk menyesuaikan dengan konteks sosial yang dihadapi, seperti berbicara dengan pewawancara yang intimidatif, biasanya peserta otomatis meninggikan suara tanpa berpikir.
Nada suara  dan hal lainnya ternyata sangat mempengaruhi persepsi akan status sosial. Nada suara sama halnya dengan hal lainnya sangat   mempengaruhi cara kita dipandang. Seperti postur tubuh, bahasa yang kita gunakan, atau bentuk wajah dan ekspresi kita, suara-suara kita menjadi bagian dari sinyal yang memengaruhi persepsi akan status sosial..
Kesimpulan,  suara  tinggi  yang dikeluarkan oleh orang dengan karakteristik lebih tinggi  adalah untuk mengkamuflase atau menutupi karakter mereka yang sebenarnya. Hal ini dapat disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah keinginan diri untuk diperhitungkan oleh lawan bicara.
Faktor inilah yang mengakibatkan seseorang menaikkan lebih tinggi nada suaranya.
Mempelajari nada suara sesuai dengan kondisi yang diharapkan sebenarnya mudah. Menurut Shah, untuk belajar bicara lebih tinggi bisa dikuasai dengan  belajar teknik-teknik berbicara dan mengendalikan pernafasan dengan lebih efektif.