Mohon tunggu...
Indrayanti Pangastuti
Indrayanti Pangastuti Mohon Tunggu... Lainnya - ASN

Pekerja keras, pekerja keuangan, pemerhati lingkungan, penyuka kopi, suka melukis , menulis dan jalan jalan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan di Indonesia Membutuhkan Orang Pintar yang Digaji Besar

5 September 2023   15:11 Diperbarui: 12 September 2023   23:02 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : RDNE Stock project 

Suatu malam, di sebuah acara teve, tengah ditayangkan  lawakan tunggal yang  dibawakan seorang komedi perempuan, Kiki Saputri.

Kata Kiki Saputri dalam lawakannya, " Saya nih lulus kuliah  4 tahun, gelar saya sekarang SPd, Sarjana Percaya Diri. Gaji pertama honorer 600 ribu sebulan. Diangkat jadi guru Bahasa Indonesia gaji naik lumayan 1,8 juta"

Dan para penontonpun tertawa. Miris. Mungkin kalau gaji Kiki saat jadi guru honor sesuai standar Upah Minimum Provinsi sebesar 4,9 juta rupiah, Kiki gak akan mau jadi pelawak di acara Stand Up Comedy, dia  akan tetap menjadi guru Bahasa Indonesia.

Pendidikan di Indonesia memang sudah lama menjadi sebuah pemikiran yang memperihatinkan. Ada sebuah dilema dan anomali, dimana pendidikan di Indonesia tidak sebanding dengan peningkatan Ekonomi yang meningkat pesat.

Jika ada yang menyatakan bahwa terpuruknya Ekonomi dan Politik suatu bangsa disebabkan telah diabaikannya pendidikan. Tidak demikian yang terjadi di Negara kita.

Program for International Student Assessment (PISA), yang merupakan program untuk menilai peserta didik dari seluruh negara. Sejak bergabung, pada tahun 2000, Indonesia menempati urutan ke-39 dari total 41 negara. Tahun 2018 dari penilaian PISA, pendidikan di Indonesia menempati posisi ke-71 dari total 78 negara. Memprihatinkan.

Dalam teorinya pertumbuhan pendidikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi mempengaruhi petumbuhan pendidikan (Bowles dan Gintis 1976, Adiwikarta 1988, Saripudin 2005).

Ketiga lembaga penyelenggara pendidikan, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat, masing-masing melakukan peran yang berlainan tetapi saling melengkapi. Fungsi tiap lembaga tersebut pada masyarakat yang masih tradisional tentu berbeda pula pada masyarakat yang telah maju.

Fungsi ekonomi dalam dunia pendidikan adalah untuk menunjang kelancaran proses pendidikan. Bukan merupakan modal untuk dikembangkan, dan bukan untuk mendapatkan keuntungan, tetapi ekonomi dalam pendidikan berfungsi untuk sumber-sumber yang lain, seperti guru, kurikulum, alat peraga, dan lain sebagainya, untuk menyukseskan misi pendidikan yang semuanya bermuara pada perkembangan peserta didik.

Adanya hubungan yang sangat kuat antara tingkat ekonomi masyarakat dan mutu pendidikan Indonesia berawal dari tingkat ekonomi keluarga dalam wilayah tertentu. Misal tingkat ekonomi penduduk Jakarta sudah pasti akan berbeda jauh dengan tingkat ekonomi penduduk wilayah Papua.

Belum lagi, permasalahan yang ada secara sosio kultural dalam era milenial saat ini. Akan jauh berbeda dengan era masa masa sebelumnya. Mengapa banyak sekali anak anak sekarang lebih suka main game dibanding belajar. Mengapa banyak sekali anak anak yang lebih senang  liburan daripada  ke sekolah untuk belajar.

Anak anak yang tertekan dan tidak bahagia menjalani proses pendidikan juga menjadi fokus perhatian para pendidik dan orang tua pada umumnya.

Kurikulum Pendidikan Indonesia saat ini dianggap menjadi masalah besar di dunia pendidikan di Indonesia.

Masyarakat ekonomi kuat masih memiliki beberapa pilihan, mereka bisa memilih  pendidikan swasta ataupun pendidikan yang berstandar internasional. Bagaimana dengan anak anak yang berasal dari masyarakat ekonomi lemah?

Mutu para pendidik juga jadi masalah utama. Karena profesi para guru tidak ditentukan oleh kepandaian dan fasilitas yang memadai. Khususnya masalah gaji dan fasilitas lainnya yang tidak dipenuhi pemerintah.

Pendidikan dan ekonomi pada akhirnya menjadi bumerang dalam dunia pendidikan. Industri kapitalis yang seharusnya tidak menyentuh dunia pendidikan, pada akhirnya  begitu menguasai. Kemajuan ekonomi yang seharusnya bisa mendukung pendidikan, justru pendidikan yang menopang masalah perekonomian. Dunia sudah terbalik balik.

Tugas pemerintah dan para ahli ekonomi mencari jalan keluar dari benang kusut dilema pendidikan. Mana yang harus diutamakan. Karakter ataukah bisnis?

Fokus utama buat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, atau biasa dipanggil Mas Menteri, dalam membenahi system pendidikan di Indonesia, tidak bisa sendirian menentukan kemana arah pendidikan di Indonesia.

Mas Menteri membutuhkan orang orang atau anak anak pintar yang sejak dini harus sudah disiapkan untuk memikirkan dunia Pendidikan Indonesia.

Mereka adalah orang orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, psikologi perkembangan anak dan dewasa, teknologi pendidikan, pengusaha  dan  juga melibatkan Kementerian Keuangan dalam hal anggaran yang harus disediakan. Para professional ini dimasukkan dalam wadah  peneliti yang khusus memikirkan dunia pendidikan, dari sekolah usia dini sampai jenjang universitas termasuk sarana pendukungnya.

Mereka harus digaji besar dan hanya boleh memikirkan perbaikan system pendidikan Indonesia.  Gebrakan yang besar harus segera dilakukan dan genderang harus dibunyikan.

Perjalanan yang panjang, walau melelahkan tapi harus dilakukan. Demi masa depan bangsa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun