Mohon tunggu...
Indrayanti Pangastuti
Indrayanti Pangastuti Mohon Tunggu... Lainnya - ASN

Pekerja keras, pekerja keuangan, pemerhati lingkungan, penyuka kopi, suka melukis , menulis dan jalan jalan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Transformasi KAI Commuter: Dulu, Kini, dan Nanti

5 September 2023   13:47 Diperbarui: 6 September 2023   00:15 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Naik kereta api... Tut tut.tut... Siapa hendak turut? Ke Bandung.. Surabaya... Bolehlah naik dengan percuma.. "

Begitulah lagu Naik Kereta Api yang diciptakan Ibu Sud, lagu abadi yang saya hapal sejak masih ingusan, dan masih saya hapal sampai sekarang. Setahu saya, hidup saya tidak jauh dari dunia perkeretaapian.

Bapak Ibu saya sekeluarga pengguna kereta  dan KAI commuter yang setia. Sejak jaman kecil, saya sudah menikmati naik kereta api bersama orang tua pulang mudik ke Madiun Jawa Timur di era 1970 an.

Waktu itu dunia perkeretaapian masih kuno, sekuno gedung stasiunnya. Petugasnya banyak yang sepuh. Pelayanannya masih tradisional dan manual. Masih terngiang di telinga kecil saya suara peluit masinis saat meninggalkan peron stasiun.

Saat saya lahir sampai dengan usia 5 tahun, kami  sekeluarga tinggal berseberangan depan rel kereta api. Kami tinggal  di komplek Lakespra Saryanto, Cikoko Pengadegan, Jakarta Selatan, tepatnya di gedung Menara Saidah berdiri sekarang. Dulu, Menara Saidah belum ada.

Bapak saya TNI AU, tinggal di lingkungan rumah yang berdekatan dengan pemukiman kampung Betawi, memiliki halaman yang luas. Halaman yang bisa digunakan permainan gobak sodor, lempar batu, dan bersepeda, tidak jauh dengan rel kereta  yang waktu itu masih satu jalur.

Cikoko Pengadegan tahun 70 an masih sepi dan lengang. Kereta  juga belum banyak yang lewat. Suara lengkingan dan jugijag gijug mesin kereta  masih terdengar merdu saat itu. Apalagi kalau suara lokomotif warna hitam lewat depan rumah, suara peluit kereta  sambil mengepulkan asapnya, menambah kenangan yang tak terlupakan.  Masih teringat saat kecil, kami bersaudara berangkat sekolah melalui terowongan cawang yang waktu itu belum bisa dilalui kendaraan bermotor, masih bebatuan dan gelap.

Sayangnya setelah usia 5 tahun, kami sekeluarga pindah ke Tebet dan sudah tidak pernah lagi mendengar suara kereta.

Mungkin saya ditakdirkan tidak boleh jauh dari perkeretaapian. Waktu SMU, lingkungan sekolah saya berada di komplek  perumahan PJKA yang berubah nama menjadi perumka Bukit Duri.

Saat saya dewasa dan bekerja, kami tinggal di Bogor. Dan karena lokasi pekerjaan di jalan Medan Merdeka Jakarta, saya memilih transportasi paling mudah, juga transportasi paling cepat dan aman saat itu, ya  KAI commuter, Kereta  Pakuan namanya.

Suka duka Kereta  Pakuan menambah deretan kenangan tak terlupakan dalam memori saya. Kursi lipat untuk duduk di gerbong, pedagang asongan di kereta   ekonomi, berdesakan saat pergi dan pulang, mengejar kereta  istilah para pegawai kantor sebagai alasan harus pulang tenggo, maupun istilah roker buat pengguna kereta , dari kepanjangan rombongan kereta .

Pakuan Bogor menjadi bagian hari hari saya melaju Jakarta Bogor  dan sebaliknya, hanya dengan waktu 55 menit saja saya sudah tiba di kantor yang berlokasi di jalan Medan Merdeka. Jasa KAI membuat saya lolos dari potongan tukin karena datang terlambat. Juga membuat dompet saya aman sejahtera karena ongkos yang murah. Tarif Kereta  Pakuan waktu itu seharga 11 ribu rupiah sekali jalan dan masih menggunakan karcis kertas.

Saya mulai berpaling  dari  commuter  saat Pakuan Bogor beralih jadi  commuter line yang berhenti di setiap stasiun. Masalah waktu tidak lagi efisien buat emak emak seperti saya. Waktu 55 menit mulai molor jadi 1,5 jam, bahkan 2 jam. Karena commuter harus mengalah saat kereta   Jawa melintas. Commuter tidak lagi berhenti di stasiun Gambir, saya harus turun di stasiun sebelumnya.

Sistem KAI commuter yang baru  sebenarnya memudahkan dan lebih aman. Pembenahan manajemen ditambah perubahan sistem yang terintegrasi dalam perkeretaapian. Pemberlakuan satu tarif sangat membantu pengguna kereta ekonomi sebelumnya, karena kereta ekonomi dihapus. Sistem keamanan jadi lebih bagus. Tidak ada lagi pedagang asongan dalam stasiun dan gerbong kereta , membuat penumpang commuter line  lebih nyaman dan tenang. Petugas kereta  banyak yang berusia muda dan sigap. Pencopet mulai menghilang. Pintu masuk stasiun lebih ketat.

Pemberlakuan gerbong perempuan  saat di Kereta Pakuan bertambah menjadi 2 gerbong di  commuter line dengan cerita suka dukanya.  Dan yang membuat saya kagum, commuter line sangat tepat waktu, walaupun menjadi lebih lama dibandingkan Kereta  Pakuan yang akhirnya juga ditiadakan. Pembenahan stasiun menjadi lebih rapi karena penggunaan kartu KAI, yang kemudian beralih menjadi kartu emoney.

Kemajuan perkeretaapian sejauh ini sudah sangat menakjubkan buat saya, sebagai saksi sejarah perkembangannya, tentu tidak bisa serta merta membandingkan commuter line  di negeri sendiri dengan commuter  di luar negeri. Apalagi dengan Jepang dengan shinkansennya.

Perkembangan perkeretaapian yang begitu baik, tentunya tak mungkin berhenti dalam inovasi. Kebutuhan masyarakat akan transportasi umum yang cepat murah dan aman tentunya harus terus dipikirkan.

Kini teknologi KAI meluncurkan LRT, membuat saya begitu terharu. Pengalaman naik Kereta Api sejak kecil yang kemudian ditambah pengalaman naik commuter  di Singapura dan Jepang beberapa tahun lalu, membuat saya bangga. Akhirnya saya bisa merasakan commuter  cepat  di negeri sendiri.

Kemajuan dan perbaikan KAI kearah yang lebih baik tentunya sangat membanggakan dan sangat saya rasakan. Sebagai orang yang tidak pernah jauh dari perkeretaapian, saya mengikuti semua perubahan dan prosesnya. Transformasi KAI  dulu, kini dan nanti.  Menjadi lebih muda, lebih bagus dan lebih keren. Semoga KAI bisa menyediakan jadwal LRT lebih banyak dengan penambahan jadwal dan penambahan stasiun LRT, juga selalu tepat waktu.

Kapan kita punya KAI commuter cepat Jakarta Surabaya seperti shinkansen yang dapat ditempuh dalam dua jam?

Semoga secepatnya, seperti proses inovasi KAI yang selalu cepat dan terarah.

Terima kasih KAI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun