"Oma, bilang ke ibu, bunuh saja aku, aku ini macam bukan anaknya lagi. Entah kenapa belakangan ibu terus saja memarahiku... Semua yang aku lakukan selalu salah," aku berusaha mengadu segala hal ke oma dalam isak yang tidak lagi aku tahan.
Ibuku terdiam hanya menatap ibunya yang sedang merawat kaki anaknya yang berdarah. Ibu bahkan tidak datang menghampiriku dan meminta maaf, tatapan matanya sarat penyesalan tapi ia hanya berdiri mematung, serbet berwarna biru dengan motif kotak-kotak ada di tangan kirinya.
Aku masuk ke kamar setelah lukaku selesai diperban oleh oma, tangisku masih berlanjut dan pecah di bawah bantal. Masih sempat kudengar beberapa kalimat antara ibuku dan ibu dari ibuku saling beradu sebelum aku jatuh tertidur. Aku terbangun dengan sebuah pemahaman baru dalam otakku, "jika ibu memanggil tidak peduli panggilannya berakhiran a pendek atau a panjang, tak ada alasan bagimu untuk menunggu, saat namamu dipanggil saat itu juga kau harus segera pergi menghampiri ibumu."
bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H