Mohon tunggu...
Antonetta Maryanti
Antonetta Maryanti Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga -

Seorang Ibu Rumah Tangga yang tak pernah berhenti belajar dan suka menulis. "Orang-orang terdidik adalah orang-orang yang senantiasa mendidik dirinya sendiri."

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Akhiran "a" Panjang dan Akhiran "a" Pendek

15 Oktober 2017   11:13 Diperbarui: 15 Oktober 2017   11:47 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://itemku.com/

Dan jika ibu memanggilku dengan akhiran a yang sangat panjang disertai gelombang kepanikan, sebaiknya aku segera menjawabnya dengan lantang dan berlari menuju ibu, meskipun otakku sekalipun sedang terdesak menghitung sisi terpendek dari segitiga siku-siku, yang juga tak ingin dijeda.

Siang itu langit biru yang jauh diatas sedang cerah-cerahnya. Langit musim kemarau dan matahari yang bertengger manis persis di atas garis khatulistiwa, membuat gerah tubuh sepertinya juga ikut membuat pendek gelombang sabar milik ibu.

Aku baru saja memasuki pintu rumah setiba dari sekolah, "Cinthya, kaukah itu," panggil ibu pelan.

"Iya, ibu."

"Kemarilah cepat," tak ada gelombang kepanikan dalam nada suaranya.

Tanpa menjawab aku terus masuk ke dalam kamar, lalu membaringkan tubuh di kasur empuk, setelah berjalan kaki bersama teman-teman sejauh kurang lebih enak kilometer dibawah terik matahari.

"Cinthya, apa kau tak mendengarkan ibu, cepat kemari?" ulang ibu memanggilku dan nada ketidaksabaran mulai terbaca di suaranya.

Aku baru saja hendak bangkit dan gerakanku terhenti seketika, "buat apa saja kau disitu, apa kau tak mendengar panggilan ibu," suara ibu bagaikan halilintar, matanya membelalak marah terbakar amarah yang tersulut ketidaksabaran, tangannya penuh adonan basah terigu, "cepat ke dapur, bantu ibu tuangkan bibit roti, ibu lupa menaruhnya tadi, entah apakah roti ini masih bisa naik kah tidak, jika tidak ibu bisa mengalami kerugian tujuh puluh ribu," aku mengikuti ibu ke dapur sambil terus mendengarkan celoteh ibu dalam nada suara yang lebih lembut kini. Dan aku beruntung tangan ibu tadi terbalut penuh adonan, jika tadi ibu memanggilku untuk perihal lain yang mendesak, dan ia harus menjemputku ke kamar sudah pasti cubitan atau lecutan hanger di paha harus aku terima.

Pernah suatu siang sepulang sekolah, entah ibu sedang dilanda emosi apa, aku disambut dengan perintah yang menurut ibu harus segera aku laksanakan. Suhu tubuh yang masih panas, disertai kaki yang lelah setelah berjalan jauh membuatku spontan menjawab, "Ibu, tidak bisakah sedikit bersabar? aku baru saja tiba, belum juga bertukar pakaian, belum juga makan siang, bisa tuh langsung suruh mencuci pakaian," dengan nada suara yang sedikit tinggi terpicu emosi.

Aku baru saja meletakkan tas dan ke kamar kecil yang letaknya dipisahkan tembok setengah bata dengan dapur ibu yang cukup luas, ketika hendak kembali ke kamar, ibu melempar sebuah irus kayu, seketika aku melompat serta melengking sejadi-jadinya karena sakit dan juga marah terlebih ketika aku dapati kakiku sudah berlumur darah. Aku marah sejadi-jadinya dan meraih sebuah pisau dapur, "sekalian pakai pisau ini saja ibu, tikam disini," kataku sambil memegang pisau dengan ujungnya mengarah ke dadaku, air mata mengalir deras membasahi kedua pipiku.

Omaku yang baru saja tiba untuk mengunjungi kami, melepaskan tasnya di ruang tamu lalu berlari ke dapur, "Cynthia lepaskan pisau itu, cepat," kata Oma yang langsung meraih pisau di tanganku dan meletakannya kembali di atas meja, "Tuhan, apa yang terjadi dengan kakimu," tanpa menunggu lama oma mendudukan aku di kursi, dan mulai menekan daerah kakiku yang berdarah untuk menghentikan pendarahan. "Apa kau sudah gila, Sonya. Kaki Cinthya sampai berdarah begini, apa yang ada di otakmu?" oma terus mengomeli sambil tangannya terus mengobati luka di kakiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun