Mohon tunggu...
Yanti Sriyulianti
Yanti Sriyulianti Mohon Tunggu... Relawan - Berbagilah Maka Kamu Abadi

Ibu dari 3 anak yang sudah beranjak dewasa, aktif menggiatkan kampanye dan advokasi Hak Atas Pendidikan dan Perlindungan Anak bersama Sigap Kerlip Indonesia, Gerakan Indonesia Pintar, Fasilitator Nasional Sekolah Ramah Anak, Kultur Metamorfosa, Sandi KerLiP Institute, Rumah KerLiP, dan Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan di Indonesia sejak 1999. Senang berjejaring di KPB, Planas PRB, Seknas SPAB, Sejajar, dan Semarak Indonesia Maju. Senang mengobrol dan menulis bersama perempuan tangguh di OPEreT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Adakah Isu yang Membuatmu Galau, Anakku?

25 Januari 2020   10:10 Diperbarui: 25 Januari 2020   10:15 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vision Board 2020 (dokpri)

Saya menjadikan pesan Mas Imam Prasodjo di facebook dan tayangan video yang menampilkan suara  bernas anak juara dari Gresik  yang menyampaikan penolakan tertulisnya terhadap sampah plastik dari luar sebagai pintu masuk untuk memulai obrolan pendidikan ramah anak melalui wa.  

Tiga dari 4 remaja putri yang saya kontak langsung menyampaikan isu yang meresahkan hati mereka dan menyodorkan gagasan unik untuk mengatasi kegalauan mereka.

Pertama, remaja putri dari Kabupaten Takalar. Ia menyampaikan tulisan yang menyentuh hati saya.

Keprihatinan saya bermula dari kebiasaan orang tua saya utamanya ibu saya yang begitu membebaskan penggunaan gawai untuk adik saya yang baru berusia 1 tahun. Di setiap kesempatan, ibu saya selalu memberikan gawai untuk menenangkan adik saya ketika rewel.

Mengapa tidak? Karena menurut saya penghunaan gawai untuk usia sedini itu begitu berbahaya. Dapat membuat adik saya kecanduan dan melupakan aktifitas bermain di luar rumah bersama teman sebanya nya yang sangat baik untuk tumbuh kembang dan kontak sosialnya.

Saya sangat prihatin dengan kondisi seperti ini serta sangat khawatir dengan psikologi adik saya jika masih dini sudah menggunakan gawai tuk bermain.
Seharusnya sejak dini seperti ini, adik saya mendapatkan perhatian orang tua, bukan lebih dekat dengan gawai tersebut yang begitu membahayakan.

Saya berinisiatif untuk mengubah semua kebiasaan buruk ini. Karena jika bukan sejak dini kita ubah, kapan lagi?

Dengan memberikan perhatian lebih kepada adik setiap saya pulang sekolah. Mengajaknya keluar rumah dan mengajaknya bermain. Memperkenalkan permainan tradisional yang dulunya saya mainkan. Tentu bukan cuman bersama adik saya, tetapi dengan mengajak teman sebayanya yang berada di sekitar rumah untuk bermain.

Dengan demikian, adik saya dapat bermain bersama temannya dan membangun kontak sosial dengan teman sebayanya.

Selain adik saya, tentu dengan ibu saya juga. Saya akan memberikan edukasi dan pemahan kepada beliau agar ibu saya lebih banyak waktunya untuk menemani dan mengawasi adik saya bermain di luar rumah bersama teman-temannya.

Tentu dengan membangun kebiasaan seperti ini, mereka akan melupakan atau setidaknya mengurangi penggunaan gawai dalam kehidupan sehari-hari.

Jika kebiasaan tersebut sudah terjalin, perubahan ini akan berlangsung lama. Setidaknya sampai adik saya dewasa nanti ketika penggunaan gawai untuk usianya sudah cocok dan memang sudah banyak menggunakan gawai dalam kebutuhan sekolah dan kehidupan sehari-hari.

Walau langkah ini kecil menurut beberapa orang, tapi saya optimis akan menghasilkan hasil yang besar!!!

Kejujuran dan semangat perubahan yang terpancar dari tulisannya, membuat saya berpikir berulang kali untuk meneruskan tulisannya. Saya yakin tulisan bernasnya akan menggugah kesadaran orangtua untuk mau belajar mengasuh lebih baik.

Jeritan batin seorang kakak perempuan mampu menyentuh kalbu perempuan-perempuan yang menjadi ibu dan membuatnya sadar akan pentingnya menjalankan pengasuhan positif. Terima kasih anakku. Kamu telah menjadi pelopor kebaikan sejati dengan mempercayakan kisah keseharianmu kepada ibu. 

Gagasan berikutnya masih tentang kasih sayang kakak perempuan kepada adik-adiknya. Gagasan unik ini ditulis remaja perempuan dari Bandung sesaat setelah menerima rangkaian pertanyaan dari saya melalui wa.

Sebagai seorang siswa, kita menghabiskan sebagian besar waktu di sekolah. Meskipun begitu, seringkali waktu tersebut tidak terasa menyenangkan. Salah satunya faktor yang menyebabkannya adalah hubungan kita dengan angkatan di atas (kakak kelas) atau di bawah (adik kelas). Ketika kita menjadi adik kelas, kita merasa bahwa kakak kelas tidak memperlakukan kita dengan adil. 

Rasanya mereka menuntut kita untuk menghormatinya dan melakukan hal-hal yang mereka minta sementara mereka sendiri tidak mau melakukan hal yang sama kepada kita. Contoh sederhananya adalah kebiasaan senyum, sapa, salam yang harus dilakukan adik kelas tapi tak masalah jika kakak kelas tidak melakukan hal yang sama untuk kita

Lalu akhirnya kita beranjak ke tingkat selanjutnya ketika kita sendiri menjadi kakak kelas. Bukannya belajar dari kesalahan, kita malah melakukan hal yang sama persis dengan apa yang dulu kakak kelas kita lakukan. Padahal, dulu kita sendiri yang merasa perlakuan seperti itu tidak adil. 

Pada kumpul tiga angkatan yang sering saya ikuti, hampir selalu kakak kelas melontarkan perkataan yang menyalahkan adik kelas. Bahkan ketika penyampaian visi misi calon ketua OSIS baru pun, selalu ada pertanyaan yang dilontarkan mengenai adik kelas seperti, "Bagaimana cara kalian mengatasi angkatan (bawah) yang tidak sopan kepada kakak kelas?"

Hal-hal yang saya amati ini membuat saya tidak nyaman. Mengapa kita harus mengulangi hal yang sama jika kita sendiri tahu bahwa hal itu tidak membuat hubungan kita semakin baik? Kenapa harus selalu adik kelas yang menyapa? Saya pribadi merasa bahwa rasa hormat tidak akan muncul dengan cara paksaan seperti ini. Rasa hormat muncul ketika kita saling menghargai dengan berbuat baik satu sama lain. 

Alhamdulillah saya alami hal ini di ekskul yang saya ikuti selama SMA. Angkatan yang berperan sebagai kakak tidak pernah meminta adiknya untuk menyapa tetapi hal tersebut muncul sendiri ketika kita saling bertemu, baik oleh adik kelas maupun kakak kelas. 

Oleh karena itu, muncullah ide S3asters yang merupakan singkatan dari senyum, sapa, salam adik kelas tersayang. Jika dibaca maka bunyinya mirip dengan kata "sisters" dalam bahasa Inggris yang berarti kita bersaudara.

S3asters ini awalnya ingin saya buat menjadi sebuah organisasi yang dimulai dari sekolah saya sendiri. Kegiatan-kegiatannya ingin saya fokuskan untuk membuat sekolah menyenangkan baik bagi adik kelas maupun kakak-kakaknya. Aksi-aksi kebaikan yang dilakukan oleh kakak kelas kepada adik kelas atau sebaliknya akan diapresiasi dengan cara menyematkan pin atau stiker pada selendang yang dimiliki setiap anggota dari organisasi ini. 

Aksi kebaikan tersebut contohnya memberikan tur sekolah yang ramah adik kelas, berbicara di depan umum mengenai konsep S3asters itu sendiri, membuka layanan untuk adik-adik yang tersesat di lingkungan sekolah barunya, menjadwalkan belajar bersama dengan adik kelas dimana mereka dapat bertanya mengenai hal-hal yang tidak dimengerti, dan lain-lain. 

Secara finansial, kegiatan-kegiatan ini akan dibantu oleh pengumpulan uang kas dari anggota-anggotanya. Tetapi sebelum itu kita harus mendiskusikan nominal yang sesuai kebutuhan tetapi tidak memberatkan bagi semua anggota di dalam organisasi ini. Mereka yang ingin membayar lebih dibolehkan dan mereka yang tidak mampu pun tidak akan dipaksa untuk membayar.

Tujuan dari S3asters sendiri seperti yang sudah disebutkan adalah membuat sekolah menyenangkan bagi adik kelas maupun kakak-kakaknya. Kita benar-benar menjadi "keluarga kedua" di "rumah kedua" yang saling membantu, menyayangi, dan menghormati satu sama lain. 

Jika di sekolah saya sendiri organisasi ini berhasil memberikan pandangan baru kepada siswa-siswinya mengenai hubungan antar angkatan maka pada jangka panjangnya saya juga ingin orang-orang di luar sekolah sendiri untuk mengenal konsep S3asters. Hal tersebut mungkin akan terwujud dengan memperbesar organisasi ini misalnya tingkat kelurahan, kemudian kecamatan, kota, dan seterusnya. 

Salah satu syarat menjadi anggota untuk yang tingkatnya lebih besar adalah membuat organisasi yang sama di sekolahnya sendiri. Mungkin kita juga dapat melakukan tur ke sekolah-sekolah atau lainnya untuk melakukan sosialisasi mengenai kegiatan yang kita lakukan.

Sayangnya, selama SMP dan SMA organisasi S3asters ini belum berhasil saya wujudkan. Saya sudah berusaha menyampaikan pandangan saya ini kepada teman-teman terdekat tetapi ternyata pada kenyataannya saya belum menemukan orang-orang yang memiliki concern yang sama. 

Antara mereka takut, tidak peduli sama sekali, peduli tetapi lebih memilih untuk tidak melakukan apapun, atau merasa adik kelas tidak perlu terlalu "dibaikin" karena nantinya mereka menganggap bahwa hal seperti ini hanya membuat adik kelas manja dan "ngelunjak".

Jadi, selama ini saya hanya sedikit demi sedikit memberikan pandangan saya mengenai masalah ini ketika muncul pembicaraannya. Saya berharap ke depannya saya sendiri bisa mewujudkan tujuan S3asters atau setidaknya berhasil menemukan adik kelas dengan concern yang sama dan meyakinkannya untuk mau melanjutkan ide yang saya miliki dengan caranya sendiri. 

Saya rasa bahwa S3asters ini sebenarnya bukan hal yang baru. Saya yakin bahwa pasti ada orang-orang yang merasakan hal yang sama. Melalui kegiatan-kegiatan S3asters diharapkan muncul perubahan pandangan mengenai adik kelas kepada kakaknya atau kakak kelas kepada adiknya sehingga kita menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman untuk satu sama lain. Hal ini in syaa Allaah akan terwujud meski dengan melakukan hal-hal kecil seperti yang saya contohkan.

Remaja perempuan yang kedua adalah anak bungsu dari 3 bersaudara. Ia sangat mencintai sekolahnya setelah beralih dari homeschooling pada usia 9 tahun. Rupanya kecintaan ini terhadap sekolah juga mendorong idenya untuk melakukan aksi baik menghentikan bulliying dengan cara sederhana yang sudah muncul sejak masih belajar di SMP. 

Nah, bagaimana dengan kamu? 

Ya, kamu anak-anakku di seluruh Indonesia. 

Jika ada sesuatu yang membuat hatimu galau, resah, dan gelisah, silakan sampaikan melalui wa ke nomor 081288301007 ya. Kakak-kakakmu dari Sandi Kerlip Institute akan memandumu dengan 12 pertanyaan berikut:

1. Apakah isu yang merdsahkan hatimu? 

2. Kapan kejadiannya?

3. Siapakah orang yang mengalami masalah itu?

4. Mengapa hal itu meresahkan hatimu?

5. Apakah kamu punya ide untukmengatasi masalah tersebut?

6. Bagaimana  ide tersebut kamu rancang untuk berkelanjutan secara kelembagaan?

7. Bagaimana keberlanjutannya secara finansial?

8. Apakah  tujuan jangka pendek idemu?

9. Apakah tujuan  jangka panjang idemu?

10. Apakah inisiatif yang kamu angkat dalam idemu cukup inovatif?

11. Apakah idemu cukup realistis untuk dilakukan?

12. Apakah dapat menginspirasi sesama kaum muda untuk membuat perubahan ke arah yang lebih baik lagi?

Ditunggu ya ide bernasmu.

100 Ide Bernas terpilih akan menjadi Lembaran Inspirasi Bagi Ragam Anak (LIBRA) 2020 buat para pelopor kebaikan penggerak Galura dan ayah penggerak Kiblat di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun