"Hari ini saya ngajar di kelas digital bu. Rencananya ada persembahan lagi tentang siklus menstruasi. Sudah direncanakan di minggu sebelumnya, siapa yang akan bernyanyi, dan alat musik apa yang akan digunakan. Semoga hasilnya sesuai yang diharapkan...
jadi ingin segera pagi bu "
Sebenarnya saya risi saat mengetahui sekolah tempat bu Nia bekerja membuka kelas digital dan menarik sumbangan dari orangtua/wali. Rasanya bertentangan dengan upaya menuju Sekolah Ramah Anak. Pesan di atas adalah salah satu alasan saya untuk bersabar menyaksikan perjalanan Bu Nia, pendidik inklusif dan ramah anak, membimbing anak-anak di kelas digital menjadi komunitas pembelajar yang inklusif dan keranjingan berprestasi.
"Ternyata, anak2 juga hampir sama perasaannya, tidak sabar ingin segera belajar biologi, semua menunggu kejutan yang mengasyikkan".
Nah, kalau sudah begini, saya angkat topi tinggi-tinggi kepada bu Nia.
Bagaimana Cara Bu Nia Mengubah Kelas Eksklusif jadi Inklusif
Sebenarnya model pembelajarannya sama, Bu Nia mengajarkan pembuatan mind mapsesuai ketentuan berlaku, agar hasil belajarnya bisa terukur dengan kelas.Â
Keuntungan membuat mind map sangat banyak,
1. Bagi guru: mudah mengukur ketercapaian penguasaan konsep, Bu Nia membuat kelompok tumbuh, kembang, Â dan mandiri dengan batasan yang jelas;
2. Bagi peserta didik: belajar membuat catatan dengan cara yang asyik dan menarik. Biasanya dari pengalaman sebelumnya, anak jadi penasaran dan ingin tahu informasi.lebih banyak tentang materi yang sedang dipelajari.
Lebih mengasyikkan jika kita menyimak catatan Bu Nia mendidik anak autis sebut saja ABK di kelasÂ
BERBEDA ITU BUKAN MASALAH...
Bisa berkomunikasi dengan ABK agak lama dengan kalimat yang panjang itu sesuatu banget lah...ditambah lagi, bisa membuatnya betah ada di kelas selama 3 jam pelajaran dengan mencatat itu juga pencapaian terhebat yang bisa saya lakukan. Karena biasanya ABK mampu bertahan di kelas tidak lebih dari setengah jam saja.
Ini terjadi hari ini, selasa 27 Agustus 2019 jam pelajaran ke.5 - 7. Pada saat saya di kelas mengajak anak2 kelas 9E memahami siklus menstruasi dengan membuat mind map bersama-sama.Â
Pas masuk kelas, tampak ABK masih menghabiskan sisa makanan yang dibuatkan ibunya. Saya dekati dan bilang padanya, "sok  habiskan saja makanannya". Sambil mengecek kebersihan kelas, pemilahan sampah, dan kehadiran siswa, saya tetap membiarkan ABK menghabiskan makanan dan minumannya. Saya sempat melirik menunya,ternyata nasi, kentang goreng, naget dan saus sambal. Setelah bekalnya habis, ABK nyelonong saja keluar kelas, tapi saya kejar dan bilang padanya, "kalau ABK mau keluar harus ijin dulu ke ibu yaaa..kalau kamu mau masuk kembali ke kelas harus ketok pintu dan ucapkan salam. ABK mengangguk.
Benar saja, saat dia masuk, ternyata ketuk pintu tapi salam nya lupa diucapkan. Saya meminta dia keluar lagi dan memintanya mengulangi kembali. ABK harus mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Â
Eh, ternyata dia mau melakukannya, walaupun dengan ketukan dan ucapan salam yang sangat pelan....
wah, saya senang banget.
Lalu saya mulai membimbing membuat mind map sambil melakukan kuis dan tanya jawab. Saya memberikan reward 100 bagi yang bersedia menjawab dan menyampaikan pendapatnya. Terlihat anak-anak asyik melakukannya, tapi ABK tidak bisa ikut terlibat, dia tampak kesulitan mengikutinya. Berkali-kali dia bertanya, "itu apa tulisannya?" Dan saya kembali mengulangi penjelasannya, sambil meminta ijin kepada teman sekelasnya, kalau saya akan mengulang penjelasan jika ABK memintanya.
Alhamdulillah anak-anak setuju. Tampak dia bisa mengikutinya, sesekali saya dekati, eh...ternyata dia kembali bertanya, "tulisannya benar? Bisa kebaca ngga?" Sambil menunjukkan catatannya. Dan saya bilang. "benar, bagus....hebat ABK"...dia tampak tersenyum senang.Â
Lalu dia tanya lagi, " bagus mana? Sambil menunjukkan dua buku yang ada tulisannya, satu catatan biologi yang baru dibuat, satu lagi catatan pelajaran lain. Saya coba mengamati, dan bilang padanya,"catatan biologi lebih bagus" dan kembali dia tersenyum...
Di akhir pelajaran, saya minta pendapat teman2-teman sekelasnya, apakah mereka setuju jika ABK diberi nilai reward 100? Serentak mereka bilang....setuju buuu... Tapi kembali saya tanyakan, kenapa kalian setuju? Dan jawabannya sangat mengharukan, mereka bilang,"' karena  ABK bertahan di kelas selama 3 jam pelajaran, untuk usahanya, dia harus diberi reward yang sama dengan usaha kita menjawab pertanyaan dari ibu".
Ah...senangnya.
Ternyata mereka hebat, usaha yang berbeda harus mendapatkan reward yang sama...karena berbeda itu bukan masalah...
Terimakasih ABK, Â sudah mengajarkan kami tentang indahnya sebuah perbedaan.
Sayang selama proses belajar, ABK menolak di foto, jadi saya tidak punya foto nyaÂ
Setelah ABK masuk, saya minta semua anak membuka buku IPA dan membaca halaman 22 tentang siklus menstruasi. Saya beri waktu 5 menit saja. Ternyata dalam waktu 2 menit, ABK sudah bilang selesai dan dia segera berdiri untuk bersiap ke luar kelas. Tapi saya tahan lagi dan bilang padanya, "ABK, kamu harus duduk dan belajar sama ibu, jika tidak mau, kamu akan disuruh pulang dan tidak boleh sekolah". Dan diapun mau duduk dengan wajah yang ketakutan.Â
Saya sedikit khawatir, lalu saya segera minta maaf padanya. "ABK, maafkan ibu yaaa, kamu harus belajar IPA 3 jam pelajaran nanti ibu beri nilai 100", Â dan diapun kembali mengangguk.Â
Ah...saya lega rasanya...
Menjelang subuh, Bu Nia mengirimkan komentar cerdas dari anak-anak yang sudah lulus dari kelas digital binaan sebelumnya setelah membaca kisahnya di atas .
Anak 1: Â wahhhh... keren bgt buu...temen temen kelasnya keren
Anak 2: keren bangett temen temennya udah sadar mana porsi nya ABK mana porsinya mereka, progres dari ABK sama temen2 nya bener bener diapresiasi, bu nia juga keren bisa ngertiin cara ABK belajar, semoga guru2 lainnya gitu ya bu. Dikasih kesempatan yang setara sama anak yang lainnya
Nia Kurniati: Terimakasih masukan...
Iya nih, jadi PR kita semua, harus bisa membuat pendidikan yang memanusiakan manusia ya..
Anak 2: setara juga kan ga mesti sama tapi sesuai yaa buu
Anak 2: iyaa buu
![dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/08/28/img-20190828-wa0006-5d65ac34097f3658967ed462.jpg?t=o&v=770)
Nia Kurniati: Dapat komentar dari Arlian yang tak kalah keren bu...
Arlian ZeroWaste: Ibu ini keren banget
Arlian ZeroWaste: Arlian langsung ngebayangin murid SMPNÂ 11 dan ibu keren bgt, bisa memahami ABK dan membantu ABK memahami pelajaran
Arlian ZeroWaste: Padahal Arlian aja kadang kalau dikelas suka kesel sendiri suka ada anak yg lama pahamnya. Dan sebel kalau pelajaran diulang ulang.
Nia Kurniati: Mereka menjadi peer helper, bahkan pernah ada teman laki2 nya yang bersedia nyebokin ABK saat dia BAB di celana...keren abizz lah..
Arlian ZeroWaste: Ya allah bu arlian terharu dengernya
Arlian ZeroWaste: Luar biasa sekali mereka bisa menghargai dan memahami ABK
Arlian ZeroWaste: Padahal biasanya terjadi bullying dalam situasi seperti itu
Arlian ZeroWaste: Memang Sekolah Ramah Anak itu perlu dukungan dari berbagai elemen tidak hanya guru,tetapi juga teman teman nya yg saling peduli
![img-20190828-wa0005-5d65ab630d823076410f00f2.jpg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/08/28/img-20190828-wa0005-5d65ab630d823076410f00f2.jpg?t=o&v=770)
Anak-anak pasti jenius saking gembiranya belajar bersama pendidik inklusif dan ramah anak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI