Mohon tunggu...
Fatmah Afrianty Gobel
Fatmah Afrianty Gobel Mohon Tunggu... profesional -

Seorang pendidik, peneliti, pengajar dan sekaligus ibu dari tiga anak. Mahasiswa Program Pascasarjana Program Studi S3 Ilmu Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Staf Pengajar FKM Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar. Diluar kampus, tercatat sebagai Pengurus Nahdatul Ulama, Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Sul-Sel dan pendiri Center for Policy Analysis (CEPSIS) Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Korupsi Pada Sektor Kesehatan

13 Desember 2011   11:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:22 10076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sektor kesehatan merupakan urusan publik yang tidak lepas dari praktek korupsi. Korupsi pada sektor kesehatan melibatkan aparat dan pejabat tingkat rendah hingga tingkat tinggi. Pada tingkat rendah menyentuh pada kepala dinas kesehatan (Dinkes) pada tingkat kabupaten/kota dan provinsi, sedangkan pada tingkat tinggi melibatkan pejabat pada kantor kementerian kesehatan dan lembaga lainnya pada tingkat nasional seperti BPOM maupun anggota DPR yang membidangi kesehatan.

Hasil investigasi Indonesia Corruption Warch (ICW) sampai tahun 2008, kasus korupsi pada sektor kesehatan telah menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 128 miliar. Kasus-kasus tersebut melibatkan para pejabat tingkat lokal seperti level kepala dinkes dan DPRD serta direktur rumah sakit, sedangkan korupsi pada tingkat tinggi belum terungkap ketika itu. Modus korupsi yang dominan masih berputar dalam pengadaan barang dan jasa dengan modus mark up yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 103 miliar, sisanya adalah modus penyuapan.

Pada tingkat pejabat dinas kesehatan lokal, salah satu kasus korupsi dilakukan oleh dr Laode Budiono MPH, Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Brebes atas dugaan korupsi dana Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) tahun 2009/ 2010 senilai Rp 150 juta. Dana Jamkesmas senilai Rp 150 juta itu digunakan untuk kepentingan pribadi. Laode yang juga mantan Direktur RSUD Brebes itu ditahan di Lembaga Pemasyarakat (LP) Brebes sejak Rabu (19/10). Penahanan dilakukan atas beberapa pertimbangan dan sesuai asal 21 KUHP, di antaranya, dikhawatirkan melarikan diri, dikhawatirkan menghilangkan barang bukti dan tersangka menggulangi perbuatannya. Sementara dr Laode Budiono membantah tindakannya masuk korupsi karena hanya meminjam uang Rp 150 juta dari dana Jamkesmas di Puskesmas Jatibarang (Cybernews).

Kasus lainnya pada tingkat lokal terjadi di Nias Selatan (Nisel) yang melibatkan Mantan Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan setempat, Rahmat Al Yakin Dachi. Pengadaan obat-obatan generik pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Nisel tahun 2007 dengan nilai kontrak Rp 3,7 miliar seharusnya melalui proses lelang, namun terdakwa bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Ketua Panitia Lelang menetapkan PT Septa Sarianda sebagai rekanan melalui Penunjukan Langsung (PL), seolah-olah sebagai pemenang lelang. Pihak panitia lelang tidak menetapkan daftar harga sesuai SK Menkes No.521/Menkes/SK/IV/2007 tentang Harga Obat Generik sehingga dalam pengadaan 203 jenis obat generik tersebut, PT Septa Sarianda melakukannya di atas harga resmi sebagaimana ditetapkan dalam SK Menkes tersebut. Pihak Pemkab Nisel membayar pengadaan obat-obatan generik tersebut kepada P Damanik sebesar Rp 3,2 miliar. Namun hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumut ditemukan kerugian negara (Pemkab Nisel) sebesar 2,07 miliar.

Dalam perkara ini, penyidik menyita uang sebesar Rp 1,7 miliar yang tersimpan di rekening Pemkab Nisel untuk negara. Terdakwa divonis satu tahun enam bulan (18 bulan) penjara karena melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Terdakwa juga divonis untuk membayar denda senilai Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan (Analisa, 28/10/2011).

Korupsi Skala Besar

Salah satu kasus korupsi skala besar pada tingkat pemerintah pusat adalah kasus korupsi alat kesehatan pada Kemenko Kesra pada 2009 yang melibatkan terdakwa Sutedjo Yuwono. Soetedjo Yuwono adalah Sekretaris ketika Aburizal Bakrie menjadi Menko Kesra. Kasus ini ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena sarat dengan korupsi yakni penunjukan langsung proyek alkes itu. PT Bersaudara adalah perusahaan yang menjadi rekanan pada proyek tersebut. Soetedjo Yuwono didakwa melakukan korupsi dalam proyek pengadaan alat kesehatan untuk penanggulangan wabah flu burung tahun 2006. Terdakwa melaksanakan pengadaan peralatan rumah sakit untuk penanggulangan flu burung tahun anggaran 2006 pada Kemenko Kesra bertentangan dengan Keppres tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.

Perbuatan korupsi Sutedjo secara sendiri atau bersama-sama dengan orang lain yang diantaranya adalah Ngatiyo Ngayoko (Pejabat Pembuat Komitmen Kemenko Kesra), Daan Ahmadi (Direktur Utama PT Bersaudara) dan M Riza Husni (Direktur Keuangan PT Bersaudara). Soetedjo didakwa dengan dakwaan primer Pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dakwaan subsider Pasal 3 UU yang sama. Terdakwa menyalahgunakan kewenangan yang ada pada jabatannya selaku kuasa pengguna anggara DIPA APBN-P Kemenko Kesra tahun 2006.

Soetedjo telah memenangkan PT Bersaudara sebagai pelaksana proyek pengadaan dengan metode penunjukan langsung. Proyek pengadaan alat kesehatan senilai Rp 98,6 miliar itu telah mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp 36,2 miliar. Kerugian berasal dari penggelembungan harga alat-alat kesehatan yang dibeli Kemenko Kesra. Pembayaran bersih yang diterima PT Bersaudara untuk 2006 sebesar Rp 88,3 miliar. Dari pembayaran tersebut yang dipergunakan oleh PT Bersaudara untuk realisasi pengadaan hanya sebesar Rp 48,054 miliar.

Pada kasus pengadaan alat kesehatan tahun 2007, KPK menetapkan seorang mantan pejabat di Kementerian Kesehatan bernama Rustam Syarifuddin Pakaya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Penetapan Rustam sebagai tersangka oleh KPK berdasarkan pengembangan kasus korupsi pengadaan alat kesehatan untuk penanggulangan flu burung pada 2006. Akibat perbuatannya, Rustam dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kasus korupsi tingkat pemerintah pusat lainnya yang ditangani Kejaksaan Agung adalah kasus dugaan korupsi di Kementerian Kesehatan dalam pengadaan alat bantu belajar mengajar pendidikan dokter/dokter spesialis di rumah sakit dengan nilai proyek Rp 417 miliar. Kasus korupsi pelaksanaan pekerjaan pengadaan alat bantu belajar mengajar pendidikan dokter/dokter spesialis di rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan pada Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia di Kemkes terjadi pada 2010. Ada tiga orang yang menjadi tersangka pada kasus tersebut berdasarkan surat penetapan tersangka ditandatangani sejak 20 Oktober 2011 yakni Widianto Aim (Ketua Panitia Pengadaan), Syamsul Bahri (Pejabat Pembuat Komitmen) dan Bantu Marpaung (Direktur PT Buana Ramosari Gemilang). Syamsul berperan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Widianto sebagai ketua panitia pengadaan melakukan korupsi dengan pemenang tender, Bantu Marpaung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun