Gerimis datang. Air mulai jatuh perlahan basahi bumi. Hawanya pun amat dingin sehingga keluarga Pak Cahyo belum berani keluar untuk menuju Masjid At'Taqwa. Tak lama kemudian suara azan berkumandang jelas walaupun ada suara air gemirik.
      "Yah, tarawihnya libur dulu ya, tuh hujan datang?" ucap Galih dengan bersedeku. Merapatkan kakinya. Sarungnya ditarik ke atas.
      Ayahnya diam lalu berjalan membuka pintu. Hujan malah makin deras. Suara guntur pun terdengar. Bu Dian yang sedang memakai mukena menuju ruang keluarga.
      "Tunggu sebentar, semoga segera reda, Bunda sediakan payung ya," kata Bunda Dian sambil menyiapkan payung.
      "Ah Bunda, sesekali libur gak papa Bund, " timpal Yoga sambil tiduran di kursi panjang.
      "Ya, setuju, kita tunggu dulu hujannya, gak boleh malas lho," kata Ayah sambil mencubit pipi  anak ragilnya.
      "Ih Ayah, sakit dong."
      Setelah beberap waktu hujan sudah agak reda, mereka pun menuju ke Masjid At'Taqwa yang tak jauh dari rumah. Halaman Masjid yang bercat hijau itu tampak penuh dengan jemaah. Segera Bunda Dian menuju tempat yang masih kosong. Sementara ketiga jagoan cilik menuju ruang dalam Masjid. Yoga memilih dekat ayahnya. Galih dan Arif senang berjajar dengan temannya.Â
      Rekaat demi rekaat dilalui dengan lancar. Sebelum salat witir ada kultum yang disampaikan Pak Wahid. Semua jemaah menyimak dengan baik. Anak-anak pun mencatat di buku agenda kecil yang merupakan tugas sekolah.
      "Salat tarawih itu hukumnya sunnah muakkad, sunnah yang sangat dianjurkan," ucap Pak Wahid dengan jelas. Beliau pun menyampaikan bahwa dengan mengikuti salat tarawih yang didasari beriman dan iklas, maka orang tersebut akan diampuni dosa yang telah lampau (HR. Al-Bukhari)
      Materi kultum singkat tapi mengena di hati. Selanjutnya salat witir dilakukan dengan penuh khidmat. Namun, baru saja rekaan pertama terdengar anak-anak menjerit dan suaranya sampai pada jemaah yang salat tarawih. Namun, salat tetap berlangsung walaupun ada suara berisik.
      "Galih ke mana? tanya Pak Cahyo yang mendapati anak keduanya tak lagi di sampingnya. Bapak yang selalu memakai sarung itu melongok keluar usai membaca niat berpuasa. Ia pun langsung keluar mencari Galih. Rupanya anaknya yang duduk kelas 3 SD Panjang 02 itu sedang ngobrol dengan anak seusianya.
      "Galih kok kamu gak ikutan berdoa tadi," ucap Pak Cahyo sambil menarik anaknya. Galih pun hanya diam sambil senyum-senyum.
      "Tadi capek kok Yah," ucapnya singkat sambil meremas-remas sarungnya.
      Bunda Dian pun keluar untuk bersama-sama pulang ke rumah. Sampai di depan masjid, bertemu dengan ketiga anakknya dan suami.
      "Mas, jatah jaburanku mana, kok aku gak dapat?" Galih melirik tangan kakak dan adiknya yang memegang jajan atau istilah lain jaburan.
      "Makanya jangan melarikan diri kalau belum selesai. Berdoa dengan membaca niat bersama-sama dulu baru keluar," ucap si kecil Yoga sambil menggandeng tangan Bundanya.
      Galih cemberut karena tak mendapat apa-apa. Wajahnya berlipat. Ia pun berlari menuju rumah. Sementara Arif dan Yoga berjalan dengan pelan. Sampai di rumah, Galih tiduran di kursi depan rumah. Diam saja seolah menyesali perbuatannya.
      "Ayo masuk!" Sang Ayah menggendong anak kedua yang badannya lumayan besar.
      Galih pun berontak lalu berusaha masuk dan duduk di menuju kamar. Gara-gara jaburan, si anak ngambek. Tanpa ada perintah kedua kakak beradik menuju kamar dan memberikan jajan yang dibawanya.
      "Ini Mas, untuk Mas saja. Aku sudah kenyang kok. " Yoga si ragil seolah tahu yang dirasakan kakaknya. Akhirnya atas saran bundanya, ketiga anak makan bersama jaburan yang dibawanya. Mereka pun tersenyum bahagia.
      "Hemm anak-anak yang begitu Bund," ucap Pak Cahyo sambil menyeruput jus jambu buatan istri tercinta. Bunda Dian pun ikutan tersenyum dengan ulah anak-anak yang semuanya cowok.
Ambarawa, 25 Maret 2023
#Ramadan3
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H