Pertengahan tahun 2003, pagi nan indah di ruang rapat kecil Markas Besar Kepolisian Negara, "...............Kasus Bom Bali berhasil kami bongkar dalam tempo kurang dari tiga minggu. Tatkala berhadapan dengan kasus sangat krusial terbukti kami bisa membuat prestasi besar. Saya berharap dengan mengambil program beasiswa Master di Inggris, Laboratorium Investigasi mampu berprestasi akbar tanpa menunggu meledaknya peristiwa besar. Demikianlah paparan kami Komisioner dan hadirin sekalian, terima kasih, kemudian saya mohon petunjuk dan arahan lebih lanjut......".
Saya nyaris bertepuk tangan, namun, "Ini tidak masuk akal, kamu itu orang laboratorium kok kepingin jadi Komandan Resor Kepolisian ?!". Hening. Senior Inspektur Forensik dari Denpasar itu mungkin tidak menduga bahwa pak Komisioner bintang dua, selaku ketua Tim Kaji akan berkata demikian. Padahal dia tak sekalipun menyebut  jabatan Komandan. Tim Kaji terdiri dari Deputi Personil Kepala Kepolisian Negara, seorang Komisioner Pertama dan seorang Senior Superintendan. Saya sendiri berpangkat Superintendan, bertugas mendampingi si pemapar yang baru saja lolos seleksi calon penerima beasiswa "Chivening" dari British Council itu.
Perwira muda itu menutup matanya, menarik napas panjang kemudian dengan menatap tajam kearah Katua Tim, sesuatu yang tidak lazim dilakukan oleh seorang perwira pertama kepada seorang perwira tinggi, dia berkata :"Mohon izin Komisioner, ketika dilantik menjadi Inspektur Polisi sekitar 13 tahun lalu, dinas menugaskan saya di Laboratorium Investigasi. Dengan berjalannya waktu saya menyadari betul bahwa scientific crime investigation adalah jiwa dan dunia saya. Saya menikmati betul menganalisis barang bukti dan tempat kejadian perkara.dan bertekat untuk terus meningkatkan kualitas, kapasitas dan integritas diri. Saya berkeyakinan bahwa kepolisian modern harus mendasarkan semua proses penyidikan tindak pidana pada analisis forensik. Memang tidak sedikit rekan  saya yang sangat ingin berpindah ke kewilayahan dan berharap suatu saat nanti bisa menjadi seorang Danres. Tetapi tidak sedikitpun terbersit dalam benak saya untuk meninggalkan Laboratorium. Ketika diwawancarai oleh Duta Besar Inggris, saya mengikrarkan diri bercita-cita menjadi Kepala Pusat Laboratorium Investigasi Kriminal".
Ketika mendapatkan giliran, Komisioner Pertama mempertanyakan, "Tahun depan kita  akan menyelenggarakan Pemilu dan Kepolisian bertanggung jawab penuh untuk pengamanannya, kamu kok malah mau keluar negeri ?! Nanti kalau kami izinkan, semua anggota akan pergi ke mancanegara,"
"Mohon izin Komisioner, Chevening Award merupakan program beasiswa dari pemerintah Inggris yang menawarkan kesempatan bagi generasi muda di seluruh dunia untuk melanjutkan studi di Inggris. Program yang dikelola oleh British Council ini sangat kompetitif. Khusus untuk Indonesia, dari sepuluh ribuan peminat hanya 30 orang yang terpilih,"
Begitulah, saya merasa gagal menyerap  adanya sepercikpun apresiasi dari Tim Kaji. Bahkan Senior Superintendan selaku penanggap terakhir bercerita bahwa beberapa tahun sebelumnya ada seorang anggota yang mengundurkan diri dari Kepolisian setelah berhasil menggondol Master dari Inggris. Walakin, saya tetap terkejut, sangat sedih dan kecewa ketika  Katim Kaji dengan lugas dan tanpa basa-basi menandaskan,".....Setelah menelaah secara seksama maka kami memutuskan  tidak mengizinkan saudara untuk mengikuti pendidikan Master di luar negeri,"
Senior inspektur itu ternyata membuat saya lebih terperanjat, "Mohon izin Komisioner !" jari telunjuk tangan kanannya serta merta mengarah tepat ke wajah Katim Kaji,"Saya telah menganggap Komisioner bukan hanya sebagai pimpinan tetapi juga sebagai orang tua sendiri, tetapi mengapa Bapak Komisioner mengubur peluang saya untuk mengembangkan diri ?!"
"Saya tadi lepas kendali ya Bu ?! Mohon maaf nggih Bu," Ketika itu kami berdua sudah berada di ruangan saya yang tidak terlalu luas itu,"Tidak dik, saya memahami betul bahwa anda sedang memperjuangkan bukan saja masa depan karier anda sendiri tetapi juga  masa depan kepolisian yang sangat kita cintai. Saya sangat setuju dengan pendapat anda bahwa profesionalisme Polisi berbanding lurus dengan seberapa jauh Polisi memanfaatkan ilmu dan praktik forensik dalam proses penegakan hukum. Saya yang harus minta ma'af karena tadi tidak berani mengutarakan pendapat sedikitpun," Rasanya mata ini dipenuhi air yang berebut untuk meleleh. Saya memang sudah berdinas di Kepolisian lebih dari dua dasa warsa, tetapi saya tetaplah seorang wanita yang mudah terharu biru menyaksikan kepedihan sesama.
Dalam rangka persiapan, laki-laki muda ini harus mengikuti Pre Departure English Course di British Council Indonesia Jakarta selama 6 bulan. Sebelum mengikuti kegiatan itu, guna menambah pemasukan, disamping untuk memenuhi kebutuhan hidup istri dan dua orang anak dia juga harus membiayai kuliah adik bungsunya, dia memberikan les privat Matematika dan Bahasa Inggris untuk anak anak SMA di Denpasar. Karena tak ada lagi tambahan pemasukan, maka untuk menutupi kebutuhan dia harus berhutang kepada saudara dan teman-temannya. Hutang itu kini sudah menumpuk, dan peluang untuk melunasinya adalah  beasiswa luar negeri itu. Yang membuat hatinya kian nelangsa, semua warga desa asalnya yang berada pelosok kabupaten Banyuwangi  sudah mendengar berita bahwa Senior Inspektur itu akan melanjutkan kuliah di Inggris.
Seminggu berikutnya, saya betul-betul terisak ketika mendapat perintah dari Deputi untuk membuat draft surat atas nama Kepala Kepolisian Negara berisi penolakan pemberian izin berangkat keluar negeri. Namun Tuhan sungguh maha pengasih maha penyayang, Kepala Pusat Laboratorium Investigasi, yang kebetulan satu angkatan dengan Kepala Kepolisian Negara tetap memerintahkan anggotanya itu untuk berangkat ke Inggris.
Sebagai Kepala sub-bagian Kerja Sama Luar Negeri di Deputi Personil Kepala Kepala Kepolisian Negara saya bisa memantau perjalanan karier perwira polisi yang sudah saya anggap sebagai adik sendiri itu. Tahun 2006, Senior Inspektur yang sudah naik pangkat menjadi Asisten Superintendan itu lolos seleksi  mengikuti kursus investigasi pasca ledakan di International Law Enforcement Academy, lembaga pendidikan kepolisian internasional milik Amerika Serikat yang berkedudukan di Bangkok, Thailand. Tiga tahun berikutnya bersama dua orang perwira lain, setelah berhasil menyingkirkan ratusan peserta ujian seleksi, dia berangkat ke Itali untuk mengikuti Pendidikan Komandan Pasukan Perdamaian PBB di Centre of Excellence for Stability Police Unit di kota Vicenza.
Tahun 2010, perwira forensik penuh semangat itu melaksanakan penelitian tentang Grafonomi, ilmu analisis  tulisan tangan dan tanda tangan untuk kepentingan identifikasi. Laporan hasil penelitian itu dikirimkannya ke Asosiasi Pemeriksa Dokumen Forensik Internasional yang berpusat di Washington, Amerika Serikat. Mungkin karena dianggap memiliki kebaruan yang memadai, dalam laporan itu dia uraikan hukum grafonomi 1, 2, 3 dan 4 temuannya, asosiasi memanggilnya untuk menjadi narasumber  pada "Symposium of International Document Forensic Examiner 2011". Hasil penelitian itu juga digunakannya sebagai sumber primer untuk menyusun buku  "GRAFONOMI : Menyingkap Kasus-Kasus Tanda Tangan Berat di Indonesia". Buku teks setebal 500 halaman lebih itu telah diterbitkan oleh satu penerbit besar di Yogyakarta pada tahun 2014.
Berikutnya pada akhir tahun 2014, Kepolisian Nasional Filipina menjadi tuan rumah Aseanapol Working Group Meeting on Increasing the Capacity of Asean Police in Forensic Science. Kepala Kepolisian Negara memerintahkan adik saya itu untuk hadir dan menguraikan makalah dengan judul  "Bali Bombing Investigation : Forensic Undersiege"
Yang membuat saya terus bersedih, perwira optimistik itu telah lima kali gagal dalam ujian masuk Sekolah Staf dan Pimpinan Pertama. Karena tidak mempunyai ijazah Sespimma, maka dia tidak mempunyai peluang untuk mengikuti seleksi Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah apatah lagi  Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi. Karenanya, jangankan menjadi Kepala Pusat Laboratorium Investigasi, menjadi Kepala Laboratorium Investigasi Cabang sekalipun dia tidak bisa. Ketika purna tugas tahun ini, pangkatnya mentok di Superintendan, persis sama dengan pangkat saya saat pensiun, sekitar sepuluh tahun yang lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H